Kisah Agung Penciptaan: Enam Hari yang Mengubah Segalanya

Di lembaran-lembaran awal Alkitab, dalam Kitab Kejadian, terungkap sebuah narasi yang menjadi fondasi bagi iman jutaan manusia. Ini adalah kisah tentang asal-usul, tentang bagaimana alam semesta yang kita kenal—dengan segala keteraturan dan keindahannya—muncul dari ketiadaan. Narasi enam hari penciptaan bukan sekadar catatan kuno, melainkan sebuah proklamasi teologis yang mendalam tentang sifat Tuhan, nilai ciptaan, dan tempat khusus manusia di dalamnya.

Kisah ini dimulai dengan sebuah pernyataan yang monumental dan mutlak: "Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi." Ayat ini menjadi gerbang yang membuka pemahaman kita. Sebelum ada waktu, ruang, dan materi, hanya ada Tuhan. Dari kehendak-Nya yang berdaulat, dimulailah proses penciptaan yang terstruktur, puitis, dan penuh makna, yang terungkap dalam siklus enam hari kerja kreatif, diikuti oleh satu hari perhentian.

Hari Pertama: Terang Membelah Kegelapan

Narasi penciptaan diawali dengan gambaran keadaan awal yang primordial. Bumi digambarkan sebagai "belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya." Istilah Ibrani aslinya, tohu wa-bohu, menyiratkan kondisi kekacauan, ketiadaan bentuk, dan kehampaan. Ini adalah kanvas kosong sebelum Sang Seniman Agung memulai mahakarya-Nya. Di atas kegelapan dan perairan yang tak terbatas ini, "Roh Allah melayang-layang," menandakan kehadiran ilahi yang siap untuk bertindak, membawa keteraturan dari kekacauan.

"Berfirmanlah Allah: 'Jadilah terang.' Lalu terang itu jadi. Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap. Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama." (Kejadian 1:3-5)

Tindakan kreatif pertama adalah panggilan terhadap terang. Ini bukan terang yang berasal dari matahari atau bintang, karena benda-benda langit itu baru diciptakan pada hari keempat. Ini adalah terang primordial, esensi dari cahaya itu sendiri, yang diciptakan melalui firman Tuhan yang penuh kuasa. Perintah "Jadilah terang" menunjukkan otoritas absolut Tuhan atas ciptaan. Ia tidak membentuk terang dari materi yang sudah ada; Ia memanggilnya menjadi ada dari ketiadaan.

Setelah terang diciptakan, Tuhan melakukan tindakan pemisahan. Terang dipisahkan dari gelap. Ini adalah tema yang berulang dalam narasi penciptaan: Tuhan adalah Tuhan yang menciptakan keteraturan dengan membuat perbedaan dan menetapkan batasan. Pemisahan ini melahirkan ritme pertama di alam semesta, yaitu siklus siang dan malam. Frasa "Jadilah petang dan jadilah pagi" menetapkan kerangka waktu untuk setiap hari penciptaan, memberikan struktur pada narasi yang agung ini.

Hari Kedua: Pemisahan Air dan Penciptaan Cakrawala

Setelah menetapkan ritme waktu, fokus Tuhan beralih pada penataan ruang. Pada hari kedua, Ia menciptakan sebuah "cakrawala" untuk memisahkan air yang ada di bumi. Ini adalah sebuah konsep yang mungkin sulit dipahami dari sudut pandang ilmu pengetahuan modern, namun sangat bermakna dalam kosmologi kuno.

"Berfirmanlah Allah: 'Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air.' Maka Allah menjadikan cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu dari air yang ada di atasnya. Dan jadilah demikian. Lalu Allah menamai cakrawala itu langit. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kedua." (Kejadian 1:6-8)

Kata Ibrani untuk "cakrawala" adalah raqia, yang dapat diterjemahkan sebagai hamparan atau bentangan luas. Dalam pemahaman orang-orang pada zaman itu, raqia dipandang sebagai semacam kubah atau bentangan kokoh yang menahan "air yang di atas" (sumber hujan, salju, dan embun) dan memisahkannya dari "air yang di bawah" (samudera, danau, dan sungai). Tujuan utama dari tindakan ini adalah untuk menciptakan ruang yang terdefinisi dan terlindungi di antara dua kumpulan air besar tersebut—sebuah ruang di mana kehidupan nantinya dapat berkembang.

Secara teologis, hari kedua melanjutkan tema keteraturan. Tuhan mengambil elemen dasar (air) yang tak terstruktur dan memberikan batasan padanya. Ia menciptakan atmosfer, ruang yang dapat dihuni. Langit yang kita lihat bukan lagi sekadar kehampaan, melainkan sebuah struktur yang ditetapkan oleh Sang Pencipta. Tindakan ini adalah persiapan penting untuk apa yang akan terjadi selanjutnya di daratan di bawah.

Hari Ketiga: Munculnya Daratan dan Tumbuh-tumbuhan

Hari ketiga adalah hari yang luar biasa produktif, menampilkan dua tindakan penciptaan yang berbeda namun saling berhubungan. Pertama, Tuhan menyelesaikan penataan lingkungan fisik bumi. Kedua, Ia memperkenalkan bentuk kehidupan pertama.

Tindakan pertama adalah pengumpulan air untuk menampakkan daratan. Tuhan melanjutkan pekerjaan-Nya dalam menetapkan batasan dan membawa bentuk pada dunia yang sebelumnya tidak berbentuk.

"Berfirmanlah Allah: 'Hendaklah segala air yang di bawah langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering.' Dan jadilah demikian. Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu dinamai-Nya laut. Allah melihat bahwa semuanya itu baik." (Kejadian 1:9-10)

Dengan perintah ilahi, daratan muncul dari perairan global. Geografi planet kita—benua dan samudra—dibentuk. Untuk pertama kalinya, ada tanah kering, sebuah platform yang stabil untuk kehidupan darat. Sekali lagi, Tuhan menegaskan kedaulatan-Nya dengan menamai ciptaan-Nya: "darat" dan "laut." Pernyataan "Allah melihat bahwa semuanya itu baik" muncul kembali, menandakan kepuasan ilahi atas pekerjaan yang teratur dan sesuai dengan rencana-Nya.

Setelah daratan siap, Tuhan segera mengisinya dengan kehidupan. Tindakan kreatif kedua pada hari ketiga adalah penciptaan vegetasi.

"Berfirmanlah Allah: 'Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi.' Dan jadilah demikian. Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji. Allah melihat bahwa semuanya itu baik." (Kejadian 1:11-12)

Ini adalah momen yang sangat penting: kemunculan kehidupan biologis pertama. Tumbuhan, pohon, dan segala jenis vegetasi diciptakan. Perhatikan detail penting dalam teks ini: mereka diciptakan "berbiji" dan "menurut jenisnya." Ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak hanya menciptakan kehidupan, tetapi juga menanamkan di dalamnya kemampuan untuk bereproduksi dan melestarikan jenisnya masing-masing. Ini adalah prinsip keberlanjutan dan kelimpahan yang tertanam dalam tatanan ciptaan sejak awal.

Hari Keempat: Penempatan Benda-benda Penerang

Setelah lingkungan dasar bumi (waktu, ruang, darat, dan laut) terbentuk dan diisi dengan vegetasi, Tuhan mengalihkan perhatian-Nya kembali ke langit. Pada hari keempat, Ia menempatkan benda-benda penerang di cakrawala.

"Berfirmanlah Allah: 'Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun, dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda itu menerangi bumi.' Dan jadilah demikian." (Kejadian 1:14-15)

Matahari, bulan, dan bintang-bintang diciptakan dan ditempatkan pada posisinya. Teks ini secara spesifik menyebutkan fungsi mereka, yang melampaui sekadar memberikan cahaya. Fungsi-fungsi tersebut adalah:

  1. Memisahkan siang dari malam: Mereka mengambil alih fungsi terang primordial dari hari pertama dalam mengatur siklus harian.
  2. Menjadi tanda (otot): Mereka berfungsi sebagai penunjuk arah dan penanda peristiwa penting.
  3. Menunjukkan masa-masa (moedim): Mereka menetapkan kalender untuk musim, festival keagamaan, dan siklus agrikultur.
  4. Menunjukkan hari-hari dan tahun-tahun: Mereka menjadi dasar bagi sistem penanggalan manusia.
  5. Menerangi bumi: Fungsi mereka yang paling jelas adalah memberikan cahaya yang menopang kehidupan.

Penempatan penciptaan benda-benda langit pada hari keempat, setelah penciptaan terang dan tumbuhan, sering menjadi bahan diskusi. Namun, dalam struktur narasi Kitab Kejadian, hal ini memiliki makna teologis yang kuat. Dengan menempatkan penciptaan matahari dan bulan di pertengahan narasi, penulis menegaskan bahwa benda-benda langit ini bukanlah dewa yang harus disembah (seperti dalam banyak budaya kuno), melainkan hanyalah objek ciptaan yang berfungsi untuk melayani bumi dan manusia. Mereka adalah pelayan, bukan penguasa. Kedaulatan penuh hanya milik Tuhan, Sang Pencipta.

Hari Kelima: Mengisi Lautan dan Angkasa

Dengan panggung dunia yang telah sepenuhnya siap—daratan, lautan, langit, dan sumber cahaya yang teratur—Tuhan mulai mengisinya dengan makhluk hidup yang bergerak. Hari kelima adalah hari penciptaan kehidupan di air dan di udara.

"Berfirmanlah Allah: 'Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk yang hidup, dan hendaklah burung beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala.' Maka Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air, dan segala jenis burung yang bersayap. Allah melihat bahwa semuanya itu baik." (Kejadian 1:20-21)

Lautan yang tadinya kosong kini dipenuhi dengan "makhluk yang hidup" (Ibrani: nephesh chayyāh). Istilah ini menandakan suatu tingkat kehidupan yang lebih kompleks daripada tumbuhan; kehidupan yang memiliki kesadaran, jiwa, atau nafas kehidupan. Dari ikan-ikan kecil hingga "binatang-binatang laut yang besar" (mungkin merujuk pada paus atau makhluk laut raksasa lainnya), keanekaragaman hayati yang luar biasa memenuhi perairan. Pada saat yang sama, langit diisi dengan "segala jenis burung yang bersayap."

Sesuatu yang baru dan signifikan terjadi pada hari kelima. Untuk pertama kalinya, Tuhan memberkati ciptaan-Nya secara langsung.

"Lalu Allah memberkati semuanya itu, firman-Nya: 'Berkembangbiaklah dan bertambah banyaklah serta penuhilah air dalam laut, dan hendaklah burung-burung di bumi bertambah banyak.' Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kelima." (Kejadian 1:22)

Berkat ini adalah perintah dan pemberian kemampuan untuk berkembang biak dan memenuhi lingkungan mereka. Ini menunjukkan keinginan Tuhan untuk dunia yang penuh, dinamis, dan berlimpah dengan kehidupan. Kehidupan tidak statis; ia dirancang untuk bertumbuh, menyebar, dan berkembang.

Hari Keenam: Hewan Darat dan Puncak Ciptaan, Manusia

Hari keenam adalah klimaks dari minggu penciptaan. Seperti hari ketiga, hari ini juga memiliki dua fase kreatif yang berbeda. Fase pertama adalah penciptaan hewan-hewan darat.

"Berfirmanlah Allah: 'Hendaklah bumi mengeluarkan segala jenis makhluk yang hidup, ternak dan binatang melata dan segala jenis binatang liar.' Dan jadilah demikian. Allah menjadikan segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak dan segala jenis binatang melata di muka bumi. Allah melihat bahwa semuanya itu baik." (Kejadian 1:24-25)

Daratan yang tadinya hanya ditumbuhi tanaman kini menjadi rumah bagi berbagai macam hewan. Teks ini mengkategorikan mereka menjadi tiga kelompok: "binatang liar" (hewan buas), "ternak" (hewan yang dapat dijinakkan), dan "binatang melata" (reptil dan makhluk kecil lainnya). Sekali lagi, frasa "menurut jenisnya" ditekankan, menyoroti keteraturan dan keragaman yang Tuhan tanamkan dalam ciptaan-Nya.

Setelah dunia terisi penuh, tibalah saatnya untuk puncak dari semua karya ciptaan. Tuhan kini menciptakan makhluk yang akan menjadi cerminan diri-Nya di bumi. Ada perubahan signifikan dalam narasi; Tuhan tidak lagi sekadar berfirman "Jadilah," melainkan Ia seolah-olah berunding dalam keilahian-Nya.

"Berfirmanlah Allah: 'Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.'" (Kejadian 1:26)

Penciptaan manusia adalah tindakan yang unik dan istimewa. Manusia diciptakan "menurut gambar dan rupa Allah" (Imago Dei). Konsep ini sangat mendalam dan menjadi dasar bagi pemahaman Alkitab tentang martabat dan tujuan manusia. Menjadi gambar Allah tidak berarti manusia terlihat seperti Tuhan secara fisik, melainkan mencerminkan atribut-Nya seperti rasionalitas, kreativitas, moralitas, kemampuan untuk menjalin hubungan, dan kapasitas untuk mengasihi.

Sebagai bagian dari gambar Allah, manusia diberi mandat khusus: untuk "berkuasa" atau memiliki dominion atas ciptaan lainnya. Ini bukanlah izin untuk eksploitasi yang merusak, melainkan sebuah tanggung jawab untuk menjadi wakil Tuhan di bumi, untuk memelihara, menjaga, dan mengelola ciptaan dengan bijaksana, seperti seorang gembala yang baik merawat kawanan dombanya. Manusia diciptakan sebagai pengurus, bukan pemilik mutlak.

"Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka..." (Kejadian 1:27-28a)

Penciptaan manusia sebagai "laki-laki dan perempuan" juga merupakan bagian integral dari Imago Dei. Keduanya, dalam kesetaraan dan kekomplementeran mereka, bersama-sama mencerminkan gambar Sang Pencipta. Mereka juga menerima berkat yang sama seperti makhluk hidup lainnya—untuk berkembang biak dan bertambah banyak—namun dengan tambahan tanggung jawab untuk "memenuhi bumi dan menaklukkannya."

Setelah penciptaan manusia, Tuhan memberikan penilaian akhir-Nya terhadap seluruh karya-Nya selama enam hari.

"Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam." (Kejadian 1:31)

Penilaian ini lebih tinggi dari sebelumnya. Bukan lagi sekadar "baik," melainkan "sungguh amat baik." Ini menandakan bahwa seluruh tatanan ciptaan, dengan manusia sebagai puncaknya, telah mencapai kesempurnaan, harmoni, dan sepenuhnya sesuai dengan kehendak dan rencana ilahi.

Hari Ketujuh: Perhentian dan Pengudusan

Meskipun narasi penciptaan sering disebut sebagai "enam hari," kisah ini tidak lengkap tanpa hari ketujuh. Hari ini adalah kulminasi dan tujuan dari enam hari sebelumnya. Ini adalah hari perhentian ilahi.

"Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu." (Kejadian 2:1-3)

Tuhan "berhenti" bukan karena Ia lelah. Kata Ibrani shabbat berarti berhenti, beristirahat, atau menghentikan aktivitas. Perhentian Tuhan menandakan bahwa pekerjaan penciptaan telah selesai, sempurna, dan tidak ada lagi yang perlu ditambahkan. Ini adalah momen perayaan dan kepuasan atas mahakarya yang telah diselesaikan.

Dengan memberkati dan menguduskan hari ketujuh, Tuhan menetapkannya sebagai hari yang istimewa. Ia memasukkan ritme kerja dan istirahat ke dalam struktur alam semesta itu sendiri. Hari Sabat menjadi pola bagi umat manusia, sebuah pengingat bahwa hidup bukan hanya tentang bekerja dan berproduksi, tetapi juga tentang perhentian, perenungan, dan penyembahan kepada Sang Pencipta. Ini adalah undangan bagi seluruh ciptaan untuk masuk ke dalam perhentian Tuhan.

Makna dan Relevansi Kisah Penciptaan

Kisah enam hari penciptaan dalam Kitab Kejadian adalah sebuah teks dengan kekayaan teologis yang luar biasa. Meskipun seringkali dibenturkan dengan teori ilmiah modern, tujuan utamanya bukanlah untuk memberikan laporan ilmiah yang mendetail tentang proses kosmologis. Sebaliknya, narasi ini adalah sebuah proklamasi iman yang menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental: Siapakah Tuhan? Apa hakikat dunia ini? Dan siapakah kita?

Dari kisah ini, kita belajar bahwa alam semesta bukanlah hasil dari kebetulan acak, melainkan buah dari desain yang cerdas dan kehendak yang bertujuan dari Pencipta yang Mahakuasa. Kita belajar bahwa dunia material ini pada dasarnya "baik," diciptakan dengan keteraturan dan keindahan. Dan yang terpenting, kita belajar bahwa manusia memiliki tempat yang unik dan mulia dalam tatanan ciptaan, diciptakan menurut gambar Allah untuk menjalin hubungan dengan-Nya dan untuk menjadi pengelola ciptaan-Nya yang bertanggung jawab.

Pada akhirnya, narasi enam hari penciptaan adalah undangan untuk melihat dunia dengan mata penuh kekaguman. Setiap matahari terbit, setiap musim yang berganti, setiap makhluk hidup, dan setiap sesama manusia adalah kesaksian akan kuasa, hikmat, dan kebaikan Tuhan, Sang Seniman Agung yang dalam enam hari membentuk segalanya dan pada hari ketujuh beristirahat dalam kepuasan atas karya-Nya yang "sungguh amat baik."

🏠 Homepage