Di jantung dunia Islam, kota suci Makkah Al-Mukarramah, lahir dan tumbuh seorang alim yang cahayanya menerangi segenap penjuru dunia. Beliau adalah Abuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani, seorang ulama besar, muhaddits, faqih, sufi, dan pendidik yang menjadi rujukan umat Islam di era modern. Sosoknya adalah perpaduan sempurna antara kedalaman ilmu syariat, kemurnian spiritualitas, dan keluhuran akhlak, menjadikannya warisan hidup dari tradisi keilmuan para salafus shalih.
Memahami perjalanan hidup dan kontribusi beliau adalah seperti menyelami samudra ilmu yang tak bertepi. Beliau bukan sekadar seorang pengajar, melainkan mercusuar yang memancarkan cahaya Ahlussunnah wal Jama'ah, membimbing umat kembali pada pemahaman Islam yang moderat, otentik, dan penuh kasih sayang. Dari majelis ilmunya di Rusayfah, Makkah, lahirlah ribuan ulama yang kini menyebarkan dakwah di berbagai belahan bumi, membawa napas keilmuan dan spiritualitas yang mereka serap langsung dari sang guru mulia.
Nasab Mulia dan Lingkungan Penuh Berkah
Keagungan seorang ulama sering kali tidak terlepas dari lingkungan tempat ia dibesarkan dan nasab mulia yang mengalir dalam dirinya. Abuya Sayyid Muhammad adalah bukti nyata dari hal ini. Beliau lahir dalam keluarga Al-Maliki Al-Hasani, sebuah keluarga yang secara turun-temurun dikenal sebagai penjaga tradisi ilmu di Tanah Suci. Nama "Al-Maliki" merujuk pada mazhab fiqh yang dianut oleh keluarganya, yaitu Mazhab Maliki, sementara "Al-Hasani" menandakan garis keturunannya yang bersambung langsung kepada Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu tercinta Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Nasab yang mulia ini bukan sekadar kebanggaan silsilah, melainkan sebuah amanah besar untuk menjaga akhlak dan ilmu warisan leluhurnya.
Ayah beliau, As-Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, adalah seorang ulama besar yang sangat dihormati di Makkah dan dunia Islam. Beliau menjabat sebagai pengajar di Masjidil Haram, memimpin halaqah-halaqah ilmu yang dihadiri oleh para penuntut ilmu dari berbagai negara. Rumah mereka bukanlah sekadar tempat tinggal, melainkan sebuah madrasah yang hidup. Sejak kecil, Sayyid Muhammad telah terbiasa dengan suasana majelis ilmu, diskusi para ulama, dan aroma kitab-kitab klasik yang memenuhi setiap sudut rumah. Beliau tumbuh di bawah bimbingan langsung ayahnya, yang menjadi guru pertamanya dalam segala cabang ilmu agama.
Lingkungan adalah pembentuk karakter yang paling kuat. Abuya Sayyid Muhammad dibesarkan dalam ekosistem ilmu dan iman, di mana Al-Qur'an dan Hadits menjadi napas kehidupan sehari-hari.
Di lingkungan inilah, beliau mempelajari dasar-dasar agama. Beliau menghafal Al-Qur'an di usia belia, kemudian mulai mendalami ilmu-ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah, dan mantiq. Ayahnya dengan telaten mengajarkan kitab-kitab dasar dalam berbagai disiplin ilmu, memastikan fondasi keilmuan putranya kokoh sebelum melangkah ke jenjang yang lebih tinggi. Keberkahan Tanah Haram dan bimbingan seorang ayah yang alim menjadi dua pilar utama yang membentuk kepribadian dan kecerdasan intelektual Sayyid Muhammad sejak usia dini.
Perjalanan Menuntut Ilmu yang Tak Kenal Lelah
Semangat mencari ilmu dalam diri Abuya Sayyid Muhammad tak pernah padam. Setelah menyerap ilmu dari ayahnya dan para ulama besar di Makkah, hasratnya untuk mendalami lautan pengetahuan membawanya melakukan perjalanan intelektual (rihlah ilmiyyah) ke berbagai pusat peradaban Islam. Beliau memahami betul bahwa ilmu harus dicari, bahkan jika harus menempuh perjalanan yang jauh dan melelahkan. Perjalanan ini bukan hanya untuk mengumpulkan ijazah, tetapi untuk menyambungkan sanad (mata rantai keilmuan) kepada para ulama pewaris Nabi.
Salah satu tujuan utama perjalanannya adalah Mesir, di mana beliau menimba ilmu di Universitas Al-Azhar, Kairo, benteng keilmuan Ahlussunnah wal Jama'ah yang telah berdiri berabad-abad. Di sana, beliau tidak hanya mengikuti pendidikan formal, tetapi juga aktif menghadiri majelis-majelis para ulama besar Al-Azhar di luar jam kuliah. Beliau belajar dari mereka, berdiskusi, dan mengambil ijazah sanad dalam berbagai bidang ilmu, terutama Hadits dan Fiqh. Puncak pendidikan formalnya di Al-Azhar ditandai dengan diraihnya gelar doktor (Ph.D.) dengan predikat summa cum laude. Disertasinya yang cemerlang menjadi bukti kedalaman analisis dan luasnya wawasan yang beliau miliki.
Perjalanan ilmunya tidak berhenti di Mesir. Beliau melanjutkan rihlah ke Maroko, negeri para wali dan ulama, untuk belajar kepada para masyaikh di sana, terutama dalam bidang Hadits dan Tasawwuf. Beliau juga berkelana ke Syam (Suriah), Hadramaut (Yaman), India, dan Pakistan, menemui para ulama terkemuka di setiap negeri. Dari setiap ulama yang ditemuinya, beliau mengambil ilmu, akhlak, dan keberkahan. Beliau sangat tekun dalam mengumpulkan sanad-sanad hadits, hingga beliau dikenal sebagai salah satu ulama dengan sanad tertinggi dan terbanyak di zamannya. Hal ini menjadikannya penghubung mata rantai keilmuan antara generasi ulama klasik dan generasi modern.
Bagi beliau, sanad bukan sekadar formalitas, melainkan ruh dari transmisi ilmu dalam Islam. Ia adalah bukti otentik bahwa ilmu yang disampaikan bersambung tanpa putus kepada sumbernya, yaitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Setelah merasa cukup dengan pengembaraan intelektualnya, beliau kembali ke tanah kelahirannya, Makkah Al-Mukarramah. Beliau kembali bukan dengan tangan hampa, melainkan dengan membawa bekal ilmu yang melimpah ruah, siap untuk diabdikan kepada umat. Beliau pun meneruskan tradisi mulia keluarganya: mengajar di Masjidil Haram, sebagaimana yang dilakukan oleh ayah dan kakeknya. Namun, kontribusi terbesarnya adalah majelis ilmu yang beliau buka di kediamannya di daerah Rusayfah, yang kelak menjadi magnet bagi para pencari ilmu dari seluruh dunia.
Lautan Ilmu dan Kedalaman Ma'rifat
Keahlian Abuya Sayyid Muhammad mencakup hampir seluruh cabang ilmu keislaman. Beliau adalah seorang polimat, seorang alim yang ensiklopedis. Namun, terdapat beberapa bidang di mana kepakaran beliau bersinar paling terang, menjadikannya rujukan utama bagi para ulama dan penuntut ilmu.
Keahlian dalam Ilmu Hadits
Beliau adalah seorang Muhaddits (ahli hadits) par excellence. Beliau tidak hanya hafal ribuan hadits dengan matan (teks) dan sanad (rantai perawi)-nya, tetapi juga menguasai ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya, seperti 'ilmu rijal (biografi perawi), jarh wa ta'dil (kritik perawi), dan musthalah hadits (terminologi hadits). Majelis pembacaan kitab-kitab hadits induk seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan Muwaththa' Imam Malik yang beliau adakan selalu dipenuhi oleh para santri yang datang untuk mengambil sanad dan mendengarkan syarah (penjelasan) beliau yang mendalam. Kemampuannya untuk menghubungkan satu hadits dengan hadits lainnya, serta mengaitkannya dengan ayat-ayat Al-Qur'an dan kaidah-kaidah fiqh, menunjukkan penguasaan yang luar biasa.
Pemahaman Akidah Ahlussunnah wal Jama'ah
Di tengah maraknya berbagai pemikiran dan aliran yang menyimpang, Abuya Sayyid Muhammad berdiri tegak sebagai pembela akidah Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja). Beliau dengan gigih meluruskan berbagai kesalahpahaman yang ditujukan kepada ajaran Aswaja. Melalui karya-karyanya yang monumental, seperti "Mafahim Yajib an Tusahhah" (Konsep-konsep yang Perlu Diluruskan), beliau memberikan argumentasi yang kokoh dari Al-Qur'an, Sunnah, dan perkataan para ulama salaf mengenai isu-isu yang sering diperdebatkan, seperti tawassul (berperantara dalam doa), tabarruk (mencari berkah), ziarah kubur, dan perayaan Maulid Nabi.
Beliau menjelaskan bahwa amalan-amalan tersebut memiliki landasan yang kuat dalam syariat dan telah dipraktikkan oleh umat Islam selama berabad-abad. Beliau mengkritik dengan keras sikap sebagian kelompok yang gemar menuduh sesat (tabdi') dan kafir (takfir) terhadap sesama Muslim hanya karena perbedaan dalam masalah-masalah furu'iyyah (cabang). Dakwah akidahnya adalah dakwah yang mempersatukan, bukan memecah belah, dengan berpegang teguh pada metodologi para imam mazhab dan ulama salafus shalih.
Fiqh dan Tasawwuf yang Terintegrasi
Sebagai seorang yang dibesarkan dalam tradisi Mazhab Maliki, beliau adalah seorang faqih yang mumpuni. Namun, wawasannya tidak terbatas pada satu mazhab saja. Beliau juga menguasai fiqh perbandingan (fiqh muqaran) dan mampu menjelaskan pandangan dari keempat mazhab besar (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) dengan sangat baik. Pendekatan fiqhnya bersifat moderat dan kontekstual, selalu mencari solusi yang membawa kemaslahatan bagi umat.
Di sisi lain, beliau adalah seorang mursyid (pembimbing spiritual) dalam dunia tasawwuf. Bagi beliau, syariat (fiqh) dan hakikat (tasawwuf) adalah dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Syariat adalah jasad, sedangkan tasawwuf adalah ruhnya. Beliau mengajarkan tasawwuf yang otentik, yaitu tasawwuf yang berlandaskan pada Al-Qur'an dan Sunnah, yang bertujuan untuk membersihkan hati (tazkiyatun nafs) dan mendekatkan diri kepada Allah. Tasawwuf yang beliau ajarkan bukanlah tasawwuf yang meninggalkan dunia, melainkan tasawwuf yang mengajarkan bagaimana menjalani kehidupan dunia dengan hati yang senantiasa terhubung kepada Allah.
Dakwah yang Merangkul dan Mengayomi
Metode dakwah Abuya Sayyid Muhammad adalah cerminan dari akhlak mulia Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dakwah beliau penuh dengan kelembutan, kasih sayang, dan kebijaksanaan. Majelis ilmunya di Rusayfah menjadi oase di tengah padang pasir bagi para pencari ilmu dan spiritualitas. Pintu rumahnya selalu terbuka bagi siapa saja, tanpa memandang suku, bangsa, atau latar belakang sosial.
Dalam mengajar, beliau memiliki gaya yang unik. Beliau mampu menjelaskan konsep-konsep yang rumit dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Beliau tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga menanamkan adab dan akhlak kepada murid-muridnya. Beliau memperlakukan mereka seperti anak-anaknya sendiri, memperhatikan kebutuhan mereka, dan mendoakan mereka. Hubungan antara beliau dan murid-muridnya adalah hubungan yang didasari oleh cinta (mahabbah) karena Allah.
Beliau sering menasihati, "Jadilah kalian kunci pembuka kebaikan dan penutup keburukan. Sebarkanlah ilmu dengan akhlak, karena akhlak adalah buah dari ilmu yang bermanfaat."
Pengaruh beliau terasa sangat kuat di berbagai belahan dunia, terutama di Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Malaysia. Banyak ulama dan kiai besar dari Nusantara yang merupakan murid-murid langsung beliau. Mereka datang ke Makkah untuk menimba ilmu darinya, kemudian kembali ke tanah air untuk mendirikan pesantren, madrasah, dan majelis-majelis taklim, menyebarkan ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah yang moderat dan toleran sebagaimana yang mereka pelajari dari sang guru. Melalui murid-murid inilah, cahaya ilmu dan spiritualitas Abuya Sayyid Muhammad terus bersinar dan memberikan manfaat yang luas bagi umat.
Kepribadiannya yang tawadhu (rendah hati), dermawan, dan penuh kasih sayang menjadi daya tarik utama. Meskipun memiliki ilmu seluas samudra, beliau tidak pernah menunjukkan kesombongan. Beliau selalu menghormati para ulama lain, bahkan yang berbeda pandangan dengannya. Beliau mengajarkan pentingnya menjaga persatuan umat (ukhuwah Islamiyyah) dan menghindari perpecahan. Inilah warisan dakwah beliau yang paling berharga: dakwah yang membangun, bukan merusak; yang merangkul, bukan memukul.
Warisan Abadi: Karya dan Murid
Meskipun beliau telah berpulang ke rahmatullah, warisannya tetap hidup dan akan terus menginspirasi generasi-generasi mendatang. Warisan tersebut terwujud dalam dua bentuk utama: karya-karya tulisnya yang cemerlang dan murid-muridnya yang tersebar di seluruh dunia.
Beliau adalah seorang penulis yang sangat produktif. Diperkirakan beliau telah menulis lebih dari seratus kitab yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Karya-karyanya menjadi rujukan penting di berbagai universitas Islam dan pesantren. Beberapa karyanya yang paling terkenal antara lain:
- Mafahim Yajib an Tusahhah: Sebuah karya monumental yang meluruskan berbagai konsep akidah yang sering disalahpahami. Kitab ini telah diterjemahkan ke berbagai bahasa dan menjadi benteng pertahanan akidah Aswaja di era modern.
- Manhaj al-Salaf fi Fahm al-Nusus: Menjelaskan metodologi ulama salaf dalam memahami teks-teks Al-Qur'an dan Hadits, sebagai jawaban atas pendekatan tekstualis yang kaku dari sebagian kelompok.
- Al-Insan al-Kamil: Sebuah karya indah yang membahas tentang kesempurnaan pribadi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, menunjukkan kecintaan beliau yang mendalam kepada sang Nabi.
- Zubdat al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an: Ringkasan yang padat dan komprehensif mengenai ilmu-ilmu Al-Qur'an.
- Wa Huwa bil Ufuq al-A'la: Kitab yang membahas tentang peristiwa Isra' Mi'raj dengan analisis yang mendalam dari berbagai sudut pandang.
- Kumpulan kitab-kitab tentang Maulid Nabi, seperti "Al-Busyra fi Manaqib al-Sayyidah Khadijah al-Kubra" dan "Muhammad al-Insan al-Kamil".
Karya-karya ini menjadi bukti keluasan dan kedalaman ilmunya. Namun, warisan terbesar beliau mungkin adalah para muridnya. Beliau berhasil mencetak ribuan ulama, cendekiawan, dan da'i yang kini menjadi tonggak-tonggak keilmuan di negara mereka masing-masing. Mereka adalah "duta-duta" yang membawa semangat, metodologi, dan akhlak sang guru. Mereka melanjutkan misi menyebarkan Islam yang rahmatan lil 'alamin, Islam yang moderat, toleran, dan penuh cinta.
Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani adalah anugerah dari Allah untuk umat ini. Beliau adalah penjelmaan dari ulama pewaris para nabi (al-'ulama waratsatul anbiya'). Kehidupannya adalah teladan dalam menuntut ilmu, berdakwah, dan berakhlak mulia. Meskipun jasadnya telah tiada, ruh ilmunya akan terus hidup, menerangi jalan bagi para pencari kebenaran hingga akhir zaman. Beliau adalah mutiara dari Makkah yang kilaunya tak akan pernah pudar.