Ilustrasi: Keseimbangan antara nilai-nilai metafisika dan praktis.
Aksiologi, dalam cabang filsafat, merupakan studi sistematis mengenai nilai (value). Kata ini berasal dari bahasa Yunani, *axios* (nilai atau layak) dan *logos* (ilmu atau teori). Dalam konteks filsafat secara umum, aksiologi berusaha menjawab pertanyaan mendasar: Apa itu nilai? Dari mana nilai berasal? Dan bagaimana nilai dapat diukur atau dihidupi? Filsafat Islam mengambil kerangka aksiologi ini dan mengintegrasikannya secara mendalam dengan prinsip-prinsip tauhid, menjadikannya sebagai landasan etika, moralitas, dan tujuan hidup seorang Muslim.
Berbeda dengan aksiologi Barat yang terkadang terfragmentasi antara subjektivisme dan objektivisme murni, aksiologi Islam memiliki titik tolak yang jelas, yaitu kebenaran mutlak yang bersumber dari Allah SWT. Nilai tertinggi, kebaikan sejati, dan keindahan hakiki berpusat pada Dzat Yang Maha Sempurna.
Fondasi aksiologi Islam adalah konsep *Al-Haqq* (Kebenaran), *Al-Khair* (Kebaikan), dan *Al-Jamal* (Keindahan). Ketiganya dipandang sebagai atribut ilahi yang tidak terpisahkan. Filsafat Islam menegaskan bahwa nilai dalam kehidupan manusia tidak diciptakan oleh preferensi individu atau konsensus sosial semata, melainkan bersifat objektif dan transenden.
Sumber utama dan otoritatif bagi penentuan nilai adalah wahyu ilahi. Wahyu menetapkan parameter tentang apa yang baik (mahmudah) dan apa yang buruk (madzmumah). Dalam pandangan Islam, kebaikan etis sejalan dengan kehendak Ilahi. Ketaatan terhadap perintah dan larangan-Nya bukan sekadar kewajiban ritual, melainkan pengakuan atas keutamaan nilai yang ditetapkan oleh Sang Pencipta.
Meskipun wahyu adalah sumber tertinggi, akal (rasio) memiliki peran penting dalam aksiologi Islam. Para filsuf Muslim, seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, berpendapat bahwa akal mampu memahami aspek-aspek tertentu dari kebaikan dan keindahan secara mandiri. Akal berfungsi untuk menafsirkan, mengaplikasikan, dan menginternalisasi nilai-nilai wahyu dalam konteks kehidupan duniawi yang kompleks.
Fitrah merujuk pada kecenderungan alami manusia untuk mencari kebenaran dan kebaikan. Aksiologi Islam melihat bahwa manusia secara inheren diciptakan untuk mencintai keadilan dan menolak kezaliman. Nilai-nilai yang bertentangan dengan fitrah dianggap sebagai penyimpangan yang memerlukan koreksi melalui pendidikan dan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa).
Aksiologi Islam sering kali menampilkan hierarki nilai yang jelas, membedakan antara tujuan akhir dan sarana pencapaiannya. Tujuan tertinggi adalah mencapai ridha Allah dan kebahagiaan abadi (Al-Falah) di akhirat. Nilai-nilai duniawi hanya memiliki nilai intrinsik jika berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan transenden tersebut.
Secara umum, nilai-nilai utama yang dihargai meliputi:
Aksiologi adalah akar dari etika (*Akhlaq*). Etika Islam bukanlah sekadar seperangkat aturan sosial, melainkan manifestasi praktis dari keyakinan aksiologis bahwa segala sesuatu harus tunduk pada standar Ilahi. Ketika seorang Muslim bertindak jujur, ia tidak melakukannya semata-mata karena takut dihukum masyarakat, tetapi karena ia meyakini bahwa kejujuran adalah nilai yang melekat pada hakikat kebaikan yang ditetapkan Allah.
Implikasinya sangat luas, mencakup etika bisnis (larangan riba dan penipuan), etika politik (kewajiban pemimpin untuk berlaku adil), hingga etika lingkungan (tanggung jawab sebagai khalifah di bumi). Semua tindakan dinilai berdasarkan sejauh mana ia merefleksikan nilai-nilai ilahiah yang telah ditetapkan.
Di era modern, aksiologi Islam menghadapi tantangan berupa dominasi nilai-nilai sekuler yang sering kali menekankan subjektivitas, pragmatisme hedonistik, dan relativisme moral. Filsafat Islam mendorong umat untuk mempertahankan objektivitas nilai yang bersumber dari wahyu, sambil tetap fleksibel dan kontekstual dalam menerapkannya (menggunakan ijtihad).
Oleh karena itu, studi mendalam mengenai aksiologi dalam filsafat Islam sangat krusial. Ia menjadi benteng intelektual yang membimbing umat manusia untuk tidak terseret pada nihilisme nilai, melainkan menemukan makna dan tujuan hidup sejati dalam kerangka nilai yang telah diwahyukan.