Aksiologi Ilmu Komunikasi: Menggali Nilai dalam Pesan

Aksiologi, dalam lingkup filsafat ilmu, merujuk pada studi tentang nilai. Dalam konteks ilmu komunikasi, aksiologi memegang peranan krusial karena komunikasi bukanlah proses yang netral. Setiap tindakan komunikasi—mulai dari pemilihan kata, medium yang digunakan, hingga tujuan akhir pesan—selalu dibingkai oleh seperangkat nilai, baik yang disadari maupun tidak. Memahami aksiologi ilmu komunikasi berarti menyelami dimensi etika, moralitas, dan implikasi sosial dari pertukaran informasi.

Ilmu komunikasi memiliki tanggung jawab besar mengingat perannya yang sentral dalam membentuk persepsi publik, memengaruhi opini, dan memelihara struktur sosial. Oleh karena itu, pertanyaan aksiologis mendasar dalam bidang ini adalah: Nilai apa yang harus diusung oleh seorang komunikator? Bagaimana kita memastikan bahwa komunikasi yang dilakukan berkontribusi pada kebaikan bersama, bukan malah menyebarkan manipulasi atau kebohongan?

Nilai Intrinsic dan Instrumental dalam Komunikasi

Dalam aksiologi komunikasi, terdapat pembedaan antara nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai intrinsik adalah nilai yang melekat pada komunikasi itu sendiri—misalnya, kejujuran, transparansi, dan kebenaran. Komunikasi dianggap baik karena memenuhi standar moral internalnya. Sementara itu, nilai instrumental adalah nilai yang dicapai melalui komunikasi, seperti tercapainya kesepakatan (persuasi), peningkatan efisiensi kerja, atau tercapainya tujuan praktis tertentu. Meskipun nilai instrumental penting untuk fungsi sosial, fokus aksiologi seringkali ditekankan pada nilai intrinsik, memastikan bahwa prosesnya sendiri bermartabat.

Etika sebagai Pilar Utama Aksiologi Komunikasi

Etika komunikasi adalah manifestasi paling nyata dari aksiologi dalam praktik. Ini mencakup kode etik bagi jurnalis, standar profesional bagi humas, hingga norma kesopanan dalam interaksi interpersonal. Etika menuntut komunikator untuk mempertimbangkan dampak pesan mereka terhadap penerima. Apakah pesan tersebut menghormati martabat audiens? Apakah informasi yang disampaikan lengkap dan tidak menyesatkan? Dalam era disinformasi, pertanyaan aksiologis ini menjadi semakin relevan. Seorang praktisi komunikasi yang berpegang pada nilai-nilai etis akan menolak memproduksi atau menyebarkan konten yang berpotensi merugikan, meskipun secara instrumental dapat memberikan keuntungan jangka pendek.

Komunikator Audiens Nilai Etika (Aksiologi)

Gambar di atas mengilustrasikan bagaimana nilai (aksiologi) bertindak sebagai filter atau lensa yang dilewati oleh setiap pesan yang bergerak antara komunikator dan audiens. Komunikasi yang "baik" atau "etis" adalah yang berhasil mempertahankan integritas nilai-nilai positif selama proses transmisi dan penerimaan.

Tantangan Kontemporer dalam Aksiologi Komunikasi

Di era digital, tantangan aksiologis semakin kompleks. Kecepatan penyebaran informasi di media sosial seringkali mengorbankan ketelitian dan kejujuran. Budaya "klik" dan viralitas mendorong konten yang sensasional tetapi dangkal, menguji komitmen praktisi terhadap nilai kebenaran. Selain itu, isu privasi data dan pengawasan algoritmik memunculkan dilema etika baru tentang sejauh mana pengumpulan dan penggunaan data komunikasi dibenarkan. Apakah efisiensi personalisasi yang ditawarkan oleh teknologi sepadan dengan pengorbanan otonomi individu?

Aksiologi ilmu komunikasi mendorong kita untuk tidak hanya bertanya "Bagaimana cara berkomunikasi yang efektif?" (Epistemologi/Metodologi), tetapi juga "Untuk tujuan apa komunikasi itu dilakukan?" dan "Apakah tujuan tersebut adil dan benar?" Dengan demikian, kajian aksiologi memastikan bahwa ilmu komunikasi tetap menjadi disiplin yang berorientasi pada kemanusiaan, membimbing praktik komunikasi menuju realisasi masyarakat yang lebih adil dan bertanggung jawab.

Kesimpulannya, aksiologi merupakan fondasi normatif ilmu komunikasi. Ia menuntut kesadaran diri dari setiap pelaku komunikasi mengenai implikasi moral dari setiap kata dan tindakan. Tanpa landasan nilai yang kuat, komunikasi berisiko menjadi alat kekuasaan yang dangkal, alih-alih sarana pencerahan dan koneksi yang bermakna.

🏠 Homepage