Akta Hibah vs Sertifikat: Memahami Perbedaan Legalitas Aset

Visualisasi Perbedaan Dokumen Legal Sebuah ikon membandingkan dua dokumen: satu berbentuk gulungan (Akta Hibah) dan satu berbentuk persegi panjang dengan segel (Sertifikat). AKTA HIBAH VS SERTIFIKAT

Dalam dunia hukum properti dan waris, seringkali kita mendengar istilah "akta hibah" dan "sertifikat". Meskipun keduanya berhubungan erat dengan kepemilikan aset, terutama tanah atau bangunan, fungsi, kekuatan hukum, dan prosedur pembuatannya sangat berbeda. Memahami perbedaan antara akta hibah vs sertifikat sangat krusial untuk menghindari kesalahpahaman hukum di kemudian hari.

Apa Itu Sertifikat Tanah/Properti?

Sertifikat—biasanya merujuk pada Sertifikat Hak Milik (SHM) atau bentuk sertifikat hak atas tanah lainnya—adalah bukti terkuat dan sah secara hukum mengenai kepemilikan atas sebidang tanah atau properti tertentu. Sertifikat dikeluarkan oleh badan pemerintah yang berwenang, yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Fungsi Utama Sertifikat: Sebagai bukti otentik kepemilikan tunggal (prima facie) yang diakui negara. Kepemilikan berdasarkan sertifikat bersifat mutlak dan mengikat secara hukum.

Sertifikat mencantumkan data detail properti, batas-batas fisik, dan nama pemilik yang sah. Proses untuk mendapatkan sertifikat melibatkan pengukuran ulang, validasi data di kantor BPN, dan pendaftaran resmi dalam buku tanah negara. Sertifikat adalah dasar legalitas untuk segala transaksi properti, seperti jual beli, jaminan, atau waris.

Apa Itu Akta Hibah?

Akta hibah adalah dokumen legal yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Notaris yang menyatakan bahwa seseorang (penghibah) dengan sadar dan tanpa paksaan memberikan asetnya secara cuma-cuma kepada pihak lain (penerima hibah).

Akta hibah berfokus pada proses pengalihan hak dari satu individu ke individu lain atas dasar sukarela. Meskipun merupakan dokumen legal yang kuat, akta hibah seringkali menjadi langkah awal atau dokumen pendukung sebelum hak kepemilikan tersebut secara resmi dicatat ulang pada sertifikat oleh BPN.

Kekuatan Hukum Akta Hibah: Akta hibah berfungsi sebagai dasar perikatan atau janji pengalihan hak. Kekuatannya baru sempurna dalam konteks kepemilikan properti terdaftar setelah dilakukan balik nama dan dicatat dalam sertifikat oleh BPN.

Perbandingan Kunci: Akta Hibah vs Sertifikat

Perbedaan mendasar terletak pada siapa yang menerbitkan dan bagaimana hak tersebut diakui secara administratif oleh negara. Berikut adalah perbandingan poin per poin:

Proses Setelah Akta Hibah Dibuat

Banyak orang keliru mengira bahwa begitu Akta Hibah ditandatangani oleh Notaris/PPAT, kepemilikan langsung beralih sepenuhnya dan selesai. Kenyataannya, selama nama penerima hibah belum tertera di Sertifikat Tanah yang baru, risiko hukum masih ada.

Setelah Akta Hibah selesai, langkah selanjutnya adalah mengajukan permohonan balik nama (pembalikan nama) di kantor BPN setempat. Proses ini melibatkan validasi dokumen hibah, pembayaran pajak terkait, dan pencatatan perubahan kepemilikan dalam buku tanah. Hanya setelah proses BPN selesai dan sertifikat baru terbit atas nama penerima hibah, maka pengalihan hak tersebut sah secara administratif dan mengikat pihak ketiga.

Kesimpulan

Secara ringkas, sertifikat adalah tujuan akhir dari legalitas kepemilikan tanah yang diakui negara. Sementara itu, akta hibah adalah alat hukum yang digunakan untuk mentransfer hak tersebut secara sukarela, yang harus ditindaklanjuti melalui prosedur administrasi pertanahan agar memiliki kekuatan hukum penuh atas sertifikat.

Jika Anda sedang dalam proses menerima atau memberikan aset melalui hibah, pastikan untuk selalu didampingi oleh Notaris/PPAT untuk menyusun Akta Hibah yang sah, dan segera tindak lanjuti dengan proses balik nama di BPN untuk mendapatkan sertifikat baru yang mencantumkan nama pemilik sah yang terbaru.

🏠 Homepage