Allahu Somad: Menggali Samudra Makna Tempat Bergantungnya Semesta
Dalam alunan ayat-ayat suci Al-Qur'an, ada sebuah surah yang begitu ringkas namun sarat akan makna ketauhidan yang murni. Surah itu adalah Al-Ikhlas, sebuah deklarasi agung tentang keesaan Allah. Di dalamnya, setelah menegaskan keesaan-Nya dengan "Qul huwallāhu aḥad" (Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa), Allah SWT melanjutkan dengan firmannya: "Allāhuṣ-ṣamad". Dua kata yang sederhana ini, "Allahu As-Somad", menjadi pilar kedua dalam surah tersebut, sebuah pilar yang menjelaskan hakikat keesaan-Nya secara lebih mendalam. Frasa ini sering kita lafalkan dalam shalat, kita dengar dalam lantunan murottal, namun sudahkah kita benar-benar menyelami kedalaman artinya?
Memahami arti "Allahu Somad" bukan sekadar menambah perbendaharaan kosakata Arab, melainkan sebuah perjalanan untuk mengenal Rabb semesta alam. Ini adalah kunci untuk membuka pintu ma'rifatullah (mengenal Allah), yang pada gilirannya akan membentuk cara pandang, sikap, dan seluruh sendi kehidupan seorang hamba. Artikel ini akan mengajak kita untuk mengarungi lautan makna yang terkandung dalam nama-Nya "As-Somad", menelusuri penafsiran para ulama, menganalisisnya dari akar bahasa, hingga merenungkan implikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Menelusuri Akar Kata "As-Somad"
Untuk memahami sebuah istilah dalam Al-Qur'an, langkah pertama yang paling fundamental adalah kembali kepada akar bahasanya dalam bahasa Arab. Kata "As-Somad" (الصَّمَدُ) berasal dari akar kata tiga huruf: ṣād (ص), mīm (م), dan dāl (د). Dari akar kata ini, lahir beberapa makna dasar yang saling berkaitan dan semuanya berkontribusi pada pemahaman kita tentang sifat Allah yang agung ini.
Para ahli bahasa Arab menjelaskan bahwa akar kata ṣa-ma-da memiliki beberapa arti inti, di antaranya:
- Tujuan atau Tempat yang Dituju (القصد): Sesuatu yang menjadi tujuan utama. Ketika seseorang "ṣamada" kepada sesuatu, ia bermaksud dan menuju ke arahnya secara langsung. Ini mengindikasikan bahwa As-Somad adalah Dzat yang menjadi tujuan akhir dari segala harapan, doa, dan kebutuhan.
- Padat, Solid, dan Tidak Berongga: Ini adalah makna fisik yang kemudian berkembang menjadi makna metaforis. Sesuatu yang "ṣamad" adalah sesuatu yang masif, padat, tidak memiliki celah atau rongga di dalamnya. Implikasinya adalah kesempurnaan yang utuh, tidak ada kekurangan atau cacat sedikit pun.
- Pemimpin Agung (السيد): Seorang pemimpin yang kepadanya semua urusan dikembalikan. Ia adalah figur otoritas tertinggi yang menjadi rujukan dalam segala hal. Ketaatan dan kepatuhan mutlak diberikan kepadanya.
- Kekal dan Abadi: Sesuatu yang tidak terpengaruh oleh kehancuran atau perubahan. Ia tetap ada ketika yang lain musnah. Makna ini sejalan dengan sifat Allah yang kekal.
Dari ragam makna linguistik ini saja, kita sudah bisa melihat gambaran awal tentang keagungan nama As-Somad. Ia adalah Dzat Yang Maha Sempurna, Tujuan dari segala makhluk, Pemimpin yang absolut, dan Abadi selamanya. Semua makna ini kemudian dirangkum dan dijelaskan oleh para ulama tafsir dalam beberapa poin utama yang menjadi inti dari sifat As-Somad.
Makna Inti As-Somad: Tafsiran Para Ulama
Para sahabat Nabi, tabi'in, dan ulama tafsir setelahnya telah memberikan banyak penjelasan mengenai makna "As-Somad". Meskipun redaksinya berbeda-beda, semuanya mengerucut pada hakikat yang sama. Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, sang ahli tafsir di kalangan sahabat, memberikan beberapa definisi yang sangat kaya:
"As-Somad adalah Tuan yang Maha Sempurna dalam kepemimpinan-Nya, Yang Maha Mulia yang sempurna dalam kemuliaan-Nya, Yang Maha Agung yang sempurna dalam keagungan-Nya, Yang Maha Penyantun yang sempurna dalam sifat santun-Nya, Yang Maha Mengetahui yang sempurna dalam pengetahuan-Nya, dan Yang Maha Bijaksana yang sempurna dalam kebijaksanaan-Nya. Dialah Dzat yang sempurna dalam segala aspek kemuliaan dan kepemimpinan, Dialah Allah, dan inilah sifat-Nya."
Penjelasan Ibnu Abbas ini mengarahkan kita pada makna kesempurnaan absolut. As-Somad adalah Dzat yang tidak memiliki cela sedikit pun dalam seluruh sifat-sifat-Nya. Berdasarkan penjelasan para ulama salaf dan kontemporer, makna As-Somad dapat dirangkum ke dalam beberapa pilar pemahaman yang saling melengkapi.
1. Tempat Bergantungnya Segala Sesuatu
Ini adalah makna yang paling populer dan paling sering diajarkan. As-Somad adalah Dzat yang menjadi tumpuan dan tempat bergantung bagi seluruh makhluk di langit dan di bumi. Kebutuhan mereka, hajat mereka, doa mereka, semuanya dinaikkan dan ditujukan hanya kepada-Nya. Makhluk, dari yang terkecil seperti mikroba hingga yang terbesar seperti galaksi, semuanya fakir dan membutuhkan Allah dalam setiap detik keberadaannya.
Manusia butuh udara untuk bernapas, butuh makanan untuk energi, butuh cahaya untuk melihat, dan butuh petunjuk untuk menjalani hidup. Hewan butuh insting untuk bertahan hidup, tumbuhan butuh tanah dan air untuk tumbuh. Planet butuh gravitasi untuk tetap pada orbitnya. Semua kebutuhan ini, baik yang disadari maupun tidak, dipenuhi oleh siapa? Oleh As-Somad. Dia-lah yang mengatur, memelihara, dan mencukupi kebutuhan seluruh ciptaan-Nya tanpa terkecuali.
Allah SWT berfirman dalam Surah Fatir ayat 15:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
"Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan (fakir) kepada Allah; dan Allah, Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha Terpuji."
Ayat ini secara gamblang menegaskan posisi kita sebagai makhluk yang absolut membutuhkannya. Kesadaran bahwa Allah adalah As-Somad akan menumbuhkan rasa rendah hati yang mendalam. Kesombongan, keangkuhan, dan perasaan "bisa melakukan segalanya sendiri" akan luruh ketika kita menyadari bahwa setiap tarikan napas pun adalah anugerah dari-Nya. Doa bukan lagi sekadar ritual, melainkan pengakuan akan kefakiran kita di hadapan Dzat Yang Maha Mencukupi.
2. Dzat yang Tidak Membutuhkan Siapapun dan Apapun
Ini adalah sisi lain dari koin yang sama. Jika seluruh makhluk bergantung kepada-Nya, maka secara logis, Dia sama sekali tidak bergantung pada makhluk-Nya. Allah adalah Al-Ghaniy, Yang Mahakaya. Dia tidak butuh makan, tidak butuh minum, tidak butuh tidur, tidak butuh bantuan, dan tidak butuh ibadah kita. Kemandirian-Nya bersifat absolut dan sempurna.
Makna ini terkait erat dengan akar kata "padat dan tidak berongga". Rongga menyimbolkan kebutuhan. Perut yang berongga butuh diisi makanan. Hati yang berongga butuh diisi ketenangan. Allah, sebagai As-Somad, tidak memiliki "rongga" kebutuhan semacam itu. Keberadaan-Nya sudah sempurna dari azal hingga abadi. Dia ada dengan sendirinya, tidak disebabkan oleh apapun dan tidak bertujuan untuk apapun selain Dzat-Nya sendiri.
Ibadah yang kita lakukan tidak menambah sedikit pun kemuliaan Allah, dan kemaksiatan yang dilakukan seluruh manusia dan jin tidak mengurangi sedikit pun kekuasaan-Nya. Ibadah adalah kebutuhan kita untuk terhubung dengan sumber segala kebaikan, untuk membersihkan jiwa, dan untuk meraih ridha-Nya. Kesadaran ini memurnikan niat kita dalam beribadah. Kita beribadah bukan untuk "menyenangkan" Tuhan seolah-olah Dia butuh disenangkan, melainkan karena kita yang butuh untuk menyembah-Nya sebagai bentuk syukur dan penghambaan tertinggi.
3. Dzat yang Tidak Beranak dan Tidak Diperanakkan
Konsep As-Somad secara langsung menafikan segala bentuk keturunan atau asal-usul bagi Allah. Makna ini dijelaskan secara eksplisit pada ayat berikutnya dalam Surah Al-Ikhlas: "Lam yalid wa lam yūlad" (Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan).
Mengapa demikian? Karena memiliki anak atau orang tua adalah tanda kebutuhan dan ketidaksempurnaan. Makhluk beranak untuk melanjutkan keturunan, untuk mencari penerus, atau karena adanya hawa nafsu. Makhluk dilahirkan karena ia berasal dari sesuatu yang lain, menandakan adanya permulaan dan ketergantungan pada asal-usulnya. Semua ini bertentangan dengan sifat As-Somad.
Jika Allah beranak, berarti ada Dzat lain yang setara dengan-Nya, dan ini menodai konsep keesaan (Ahad). Jika Allah diperanakkan, berarti ada Dzat yang lebih dulu dari-Nya, dan ini menodai konsep keabadian-Nya. Oleh karena itu, sifat As-Somad menjadi benteng logis yang kokoh untuk menolak segala bentuk keyakinan yang menyekutukan Allah dengan anak, orang tua, atau perantara lainnya. Dia adalah Yang Awal dan Yang Akhir, yang tidak didahului oleh ketiadaan dan tidak akan diakhiri oleh kebinasaan.
4. Pemimpin Tertinggi yang Sempurna dalam Sifat-Nya
Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abbas, As-Somad adalah As-Sayyid, Tuan atau Pemimpin yang sempurna dalam segala aspek kepemimpinan-Nya. Kepemimpinan-Nya tidak seperti pemimpin di dunia yang memiliki banyak kekurangan: terkadang zalim, terkadang tidak tahu, terkadang lemah. Kepemimpinan Allah (Rububiyyah-Nya) dibangun di atas pilar-pilar kesempurnaan.
Kesempurnaan Ilmu:
Sebagai As-Somad, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu (Al-'Alīm). Tidak ada satu daun pun yang jatuh, atau satu bisikan hati pun yang terucap, kecuali berada dalam pengetahuan-Nya. Karena ilmu-Nya sempurna, maka segala ketetapan dan takdir-Nya pasti mengandung hikmah terbaik, meskipun terkadang akal manusia yang terbatas tidak mampu menjangkaunya.
Kesempurnaan Kekuasaan:
Kekuasaan-Nya mutlak dan tidak terbatas (Al-Qadīr). Ketika Dia berkehendak atas sesuatu, Dia hanya berfirman "Kun" (Jadilah), maka jadilah ia. Tidak ada yang bisa menghalangi kehendak-Nya atau menolak ketetapan-Nya. Kepada-Nya lah seluruh kekuatan bersumber dan akan kembali.
Kesempurnaan Kebijaksanaan:
Setiap ciptaan, setiap syariat, setiap perintah dan larangan-Nya dilandasi oleh kebijaksanaan yang agung (Al-Hakīm). Tidak ada satu pun hukum-Nya yang sia-sia atau tidak relevan. Semuanya bertujuan untuk mendatangkan kemaslahatan dan menolak kemudharatan bagi hamba-hamba-Nya.
Dengan demikian, menyerahkan segala urusan kepada Pemimpin yang As-Somad adalah puncak ketenangan. Kita tahu bahwa urusan kita berada di "tangan" Dzat yang Paling Tahu, Paling Kuasa, dan Paling Bijaksana.
Keterkaitan "Ahad" dan "As-Somad" dalam Surah Al-Ikhlas
Penempatan kata "As-Somad" setelah "Ahad" dalam Surah Al-Ikhlas bukanlah tanpa alasan. Keduanya saling menguatkan dan menjelaskan. Surah ini adalah jawaban atas pertanyaan kaum musyrikin atau Ahli Kitab yang bertanya, "Sifatkanlah kepada kami Tuhanmu itu."
"Qul huwallāhu aḥad" (Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa). Ini adalah penegasan awal tentang keunikan dan ketunggalan Dzat Allah. Esa dalam Dzat-Nya, Sifat-Nya, dan Perbuatan-Nya. Tidak ada yang serupa dengan-Nya.
"Allāhuṣ-ṣamad" (Allah adalah As-Somad). Ayat ini kemudian menjelaskan *mengapa* dan *bagaimana* Dia Maha Esa. Dia Esa karena hanya Dia-lah tempat bergantungnya segala sesuatu. Seandainya ada dua tuhan, maka akan terjadi kekacauan di alam semesta, karena makhluk akan bingung kepada siapa mereka harus bergantung. Dia Esa karena hanya Dia-lah yang tidak membutuhkan apapun. Seandainya ada tuhan lain, dan salah satunya membutuhkan yang lain, maka yang membutuhkan itu tidak layak disebut tuhan.
Dengan kata lain, "Ahad" adalah tesis, dan "As-Somad" adalah argumen dan penjelasannya. Keesaan-Nya bukan sekadar esa dalam jumlah, tetapi esa dalam kualitas-Nya sebagai satu-satunya sandaran dan satu-satunya Dzat yang Maha Sempurna dan Mandiri. Kemudian, ayat "Lam yalid wa lam yūlad, wa lam yakul lahụ kufuwan aḥad" menjadi penegas lebih lanjut atas konsep As-Somad, menyangkal segala hal yang bisa mengurangi kesempurnaan dan kemandirian-Nya.
Surah Al-Ikhlas, dengan rangkaian ayatnya yang jenius, menyajikan sebuah teologi yang sangat padat dan kokoh. Ia membangun fondasi tauhid yang paling murni, yang membersihkan akidah dari segala bentuk syirik dan penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya. Dan di jantung surah ini, berdirilah nama "As-Somad" sebagai pilar utamanya.
Implikasi dan Refleksi "As-Somad" dalam Kehidupan Seorang Muslim
Memahami makna As-Somad tidak boleh berhenti pada tataran teori dan pengetahuan semata. Nama dan sifat Allah diturunkan untuk diimani, direnungkan, dan kemudian diwujudkan dalam sikap dan perbuatan. Inilah buah sejati dari ma'rifatullah. Berikut adalah beberapa refleksi dan implikasi praktis dari mengimani Allah sebagai As-Somad.
1. Menumbuhkan Tauhid dan Tawakal yang Murni
Jika Allah adalah satu-satunya tempat bergantung, maka kepada siapa lagi kita harus meminta? Jika Dia adalah satu-satunya sumber segala kekuatan, kepada siapa lagi kita harus berharap? Mengimani As-Somad berarti memotong semua "tali-tali" ketergantungan hati kepada selain Allah. Ketergantungan pada jabatan, pada atasan, pada kekayaan, pada manusia, semuanya harus diletakkan di bawah ketergantungan mutlak kepada-Nya.
Ini bukan berarti kita tidak boleh berusaha atau berinteraksi dengan sesama manusia. Usaha (ikhtiar) adalah perintah-Nya, dan berinteraksi adalah sunnatullah. Namun, hati kita harus tetap bersandar kepada As-Somad. Kita bekerja, tetapi rezeki datang dari-Nya. Kita berobat, tetapi kesembuhan datang dari-Nya. Kita meminta tolong pada manusia, tetapi pertolongan hakiki datang dari-Nya. Inilah esensi dari tawakal: mengerahkan usaha maksimal sambil menyandarkan hati sepenuhnya kepada Allah.
2. Meraih Ketenangan Jiwa (Sakinah)
Salah satu sumber kecemasan terbesar dalam hidup manusia adalah kekhawatiran akan masa depan, rezeki, kesehatan, dan berbagai ketidakpastian lainnya. Ketika kita benar-benar meyakini bahwa segala urusan berada di genggaman As-Somad, Dzat Yang Maha Sempurna pengaturan-Nya, maka jiwa akan menjadi tenang. Kita menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada-Nya, karena kita tahu Dia lebih tahu apa yang terbaik untuk kita daripada diri kita sendiri.
Seperti seorang anak kecil yang merasa aman dalam dekapan ibunya, seorang hamba akan merasa aman dalam naungan As-Somad. Ia tidak akan mudah goyah oleh badai kehidupan, tidak akan putus asa saat ditimpa musibah, dan tidak akan sombong saat diberi nikmat. Hatinya senantiasa terhubung dengan sumber ketenangan yang abadi.
3. Membebaskan Diri dari Perbudakan Makhluk
Tanpa sadar, banyak manusia yang menjadi "budak" bagi makhluk lain. Budak pujian, budak penilaian orang, budak atasan, budak tren sosial. Mereka rela melakukan apa saja demi mendapat pengakuan atau menghindari celaan dari manusia. Rasa takut dan harap mereka tertambat pada makhluk yang sama-sama lemah dan fakir.
Mengimani As-Somad adalah proklamasi kemerdekaan. Hamba yang hatinya bergantung hanya kepada Allah tidak akan lagi terlalu peduli dengan penilaian manusia. Standar hidupnya adalah ridha Allah, bukan tepuk tangan manusia. Ia menjadi pribadi yang merdeka, berprinsip, dan memiliki harga diri yang bersumber dari penghambaannya kepada Yang Maha Tinggi, bukan dari validasi eksternal yang fana.
4. Mendorong Sikap Dermawan dan Menjadi "Somad" bagi Sesama
Tentu, kita tidak bisa menjadi As-Somad dalam arti yang hakiki. Namun, kita bisa meneladani sifat-Nya dalam kapasitas kita sebagai manusia. Jika Allah adalah tempat bergantung, maka seorang hamba yang mencintai-Nya akan berusaha menjadi tempat bersandar bagi sesama makhluk yang membutuhkan. Ia akan menjadi pribadi yang solutif, yang ringan tangan membantu orang lain, yang menjadi tempat curhat bagi yang berkesusahan.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." Menjadi "somad" dalam skala mikro—menjadi orang yang bisa diandalkan—adalah salah satu bentuk ibadah sosial yang paling mulia, sebuah cerminan dari pemahaman kita terhadap nama Allah yang agung ini.
5. Memurnikan Doa dan Ibadah
Ketika kita berdoa, kita harus sadar sepenuhnya bahwa kita sedang berbicara kepada As-Somad. Dzat yang tidak butuh perantara, yang mendengar setiap rintihan, yang mengetahui setiap kebutuhan bahkan sebelum kita mengucapkannya. Keyakinan ini akan membuat doa kita lebih khusyuk, lebih tulus, dan lebih penuh harap.
Kita tidak akan lagi berdoa dengan setengah hati atau merasa bahwa doa kita sia-sia. Setiap doa yang dipanjatkan kepada As-Somad pasti didengar dan akan dijawab dengan cara yang terbaik menurut ilmu dan kebijaksanaan-Nya: bisa jadi dikabulkan langsung, ditunda untuk waktu yang lebih baik, atau diganti dengan sesuatu yang lebih baik bagi kita di dunia dan akhirat.
Kesimpulan: As-Somad sebagai Jantung Tauhid
Allahu As-Somad bukanlah sekadar frasa dalam Al-Qur'an. Ia adalah sebuah konsep teologis yang fundamental, sebuah pilar yang menopang seluruh bangunan akidah seorang muslim. Ia mengajarkan kita tentang kesempurnaan mutlak Sang Pencipta dan kefakiran absolut dari ciptaan.
As-Somad adalah Dzat yang kepadanya seluruh alam semesta menengadahkan tangan.
As-Somad adalah Dzat yang keberadaan-Nya tidak memerlukan sandaran apapun.
As-Somad adalah Dzat yang sempurna dalam segala sifat dan perbuatan-Nya, tanpa cacat dan kekurangan.
Memahami dan meresapi makna ini akan mengubah cara kita memandang dunia. Masalah yang tadinya terasa besar akan tampak kecil di hadapan keagungan As-Somad. Kebutuhan yang tadinya terasa mendesak akan kita pasrahkan kepada-Nya. Hati yang tadinya resah akan menemukan dermaga ketenangannya. Dengan menjadikan "Allahu As-Somad" sebagai zikir hati dan pikiran, kita menambatkan jangkar kehidupan kita pada satu-satunya Dzat yang tidak akan pernah goyah, tidak akan pernah hilang, dan tidak akan pernah mengecewakan. Dialah Allah, As-Somad, tempat kita berasal dan kepada-Nya kita akan kembali.