Memahami Secara Utuh: ANBK Yaitu...

Dalam lanskap pendidikan modern, istilah ANBK sering kali terdengar dan menjadi topik perbincangan hangat di kalangan pendidik, orang tua, dan siswa. Namun, masih banyak yang bertanya-tanya, ANBK yaitu apa sebenarnya? Apakah ini sekadar pengganti nama dari Ujian Nasional yang telah lama kita kenal? Jawabannya jauh lebih kompleks dan mendalam. ANBK merupakan sebuah transformasi fundamental dalam cara kita memandang evaluasi pendidikan, beralih dari pengukuran individu menjadi pemetaan mutu sistem secara holistik.

Ilustrasi ANBK Asesmen Nasional

Ilustrasi grafis Asesmen Nasional Berbasis Komputer sebagai alat evaluasi pendidikan modern.

Ilustrasi grafis Asesmen Nasional Berbasis Komputer yang menampilkan layar dengan simbol evaluasi dan data, merepresentasikan fungsi ANBK.

Definisi Fundamental: ANBK Yaitu Program Evaluasi Sistem Pendidikan

Secara harfiah, ANBK adalah singkatan dari Asesmen Nasional Berbasis Komputer. Ini adalah program evaluasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan memotret input, proses, dan output pembelajaran di seluruh satuan pendidikan.

Poin terpenting yang harus dipahami adalah fokusnya. ANBK tidak dirancang untuk mengevaluasi capaian belajar siswa secara individu. Sebaliknya, hasil ANBK digunakan untuk memetakan dan mengevaluasi sistem pendidikan secara keseluruhan, mulai dari tingkat sekolah, daerah, hingga nasional. Ini adalah sebuah pergeseran paradigma dari 'menghakimi' siswa menjadi 'mendiagnosis' sistem. Hasilnya menjadi umpan balik (feedback) yang konstruktif bagi sekolah dan pemerintah untuk melakukan perbaikan mutu pembelajaran dan lingkungan belajar secara berkelanjutan.

ANBK adalah cermin bagi sistem pendidikan. Tujuannya bukan untuk mencari siapa yang salah, melainkan untuk melihat di mana letak area yang perlu diperbaiki agar semua siswa dapat berkembang secara optimal.

Membedah Mitos: Apa yang BUKAN ANBK?

Untuk memahami secara utuh konsep ANBK yaitu apa, kita juga perlu memahami apa yang bukan ANBK. Banyak miskonsepsi yang beredar, terutama karena masyarakat terbiasa dengan model Ujian Nasional (UN) selama bertahun-tahun.

1. ANBK Bukan Pengganti Ujian Nasional (UN)

Meskipun ANBK menggantikan pelaksanaan UN, keduanya memiliki filosofi, tujuan, dan metodologi yang sangat berbeda.

2. ANBK Bukan Tes Penguasaan Materi Pelajaran

Tidak seperti UN yang soal-soalnya sangat terikat pada kurikulum mata pelajaran tertentu (Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, dll.), ANBK tidak menguji penguasaan konten spesifik. Fokus ANBK adalah pada kompetensi mendasar dan karakter yang diperlukan siswa untuk berhasil dalam kehidupan, terlepas dari mata pelajaran apa yang mereka pelajari. Kompetensi ini dikenal sebagai literasi dan numerasi, yang akan kita bahas lebih dalam. ANBK mengukur kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu untuk memecahkan masalah di dunia nyata.

3. ANBK Bukan Kompetisi Antar Sekolah

Karena tujuannya adalah pemetaan dan perbaikan, hasil ANBK tidak dimaksudkan untuk membuat peringkat (ranking) antar sekolah. Membandingkan skor mentah antar sekolah sangat tidak dianjurkan karena setiap sekolah memiliki konteks input (latar belakang siswa, sumber daya) yang berbeda-beda. Hasil ANBK, yang disajikan dalam bentuk Rapor Pendidikan, justru mendorong setiap sekolah untuk fokus pada perbaikan internal berdasarkan data yang spesifik untuk kondisi mereka sendiri.

Tiga Instrumen Utama dalam Pelaksanaan ANBK

Program ANBK tidak hanya terdiri dari satu tes, melainkan tiga instrumen utama yang saling melengkapi untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang kualitas pendidikan. Ketiga instrumen tersebut adalah:

  1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
  2. Survei Karakter
  3. Survei Lingkungan Belajar

Mari kita bedah satu per satu secara lebih mendalam untuk memahami peran dan fungsinya masing-masing.

1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

AKM adalah bagian dari ANBK yang mengukur dua kompetensi mendasar yang menjadi prasyarat bagi siswa untuk dapat belajar sepanjang hayat dan berkontribusi pada masyarakat. Kompetensi ini adalah Literasi Membaca dan Numerasi. Disebut "minimum" karena ini adalah standar kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh semua siswa, terlepas dari apa pun cita-cita mereka di masa depan.

Literasi Membaca

Literasi Membaca dalam AKM yaitu kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia. Ini jauh lebih dari sekadar bisa membaca. Literasi Membaca mencakup beberapa tingkatan kognitif:

Konten teks yang digunakan dalam AKM sangat beragam, mencakup teks informasi (berita, artikel ilmiah, prosedur) dan teks fiksi (cerpen, puisi, novel). Konteksnya pun beragam, mulai dari personal, sosial budaya, hingga saintifik.

Numerasi

Numerasi dalam AKM yaitu kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan. Sama seperti literasi, numerasi bukan hanya tentang menghafal rumus matematika, melainkan tentang mengaplikasikan nalar matematis dalam kehidupan.

Komponen yang diukur dalam numerasi meliputi:

Soal-soal AKM dirancang untuk menjadi relevan dan kontekstual, mendorong siswa untuk berpikir kritis dan analitis, bukan sekadar menghafal.

2. Survei Karakter

Pendidikan tidak hanya tentang kemampuan kognitif, tetapi juga tentang pembentukan karakter. Inilah peran dari Survei Karakter. Survei Karakter yaitu sebuah instrumen yang dirancang untuk mengukur sikap, nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang mencerminkan karakter pelajar yang baik.

Hasil dari Survei Karakter ini memberikan informasi tentang sejauh mana penerapan nilai-nilai luhur Pancasila telah terinternalisasi dalam diri siswa. Pengukurannya mengacu pada enam dimensi Profil Pelajar Pancasila, yaitu:

  1. Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia: Mencakup akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak kepada alam, dan akhlak bernegara.
  2. Berkebinekaan Global: Kemampuan untuk mengenal dan menghargai budaya lain, mampu berkomunikasi interkultural, dan merefleksikan nilai-nilai luhur bangsanya di tengah keragaman dunia.
  3. Bergotong Royong: Kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah, dan ringan. Ini meliputi kolaborasi, kepedulian, dan berbagi.
  4. Mandiri: Memiliki kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta mampu meregulasi diri sendiri, termasuk mengelola emosi dan menetapkan tujuan belajar.
  5. Bernalar Kritis: Kemampuan untuk secara objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi, dan menyimpulkannya.
  6. Kreatif: Mampu memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak.

Survei Karakter diisi oleh siswa peserta ANBK. Pertanyaannya bukanlah soal benar atau salah, melainkan pilihan-pilihan yang merefleksikan kecenderungan sikap dan perilaku siswa dalam situasi tertentu.

3. Survei Lingkungan Belajar

Faktor ketiga yang sangat menentukan kualitas pendidikan adalah lingkungan tempat proses belajar itu terjadi. Survei Lingkungan Belajar yaitu alat ukur untuk mengevaluasi dan memetakan berbagai aspek input dan proses belajar-mengajar di satuan pendidikan.

Berbeda dengan AKM dan Survei Karakter yang hanya diisi oleh siswa, Survei Lingkungan Belajar diisi oleh seluruh kepala sekolah dan guru di satuan pendidikan tersebut, serta oleh siswa peserta ANBK. Hal ini memberikan gambaran 360 derajat dari berbagai perspektif.

Aspek-aspek yang diukur dalam Survei Lingkungan Belajar antara lain:

Data dari Survei Lingkungan Belajar sangat krusial karena memberikan konteks terhadap hasil AKM. Misalnya, jika hasil literasi siswa rendah, data survei ini bisa menunjukkan apakah masalahnya terletak pada kualitas pembelajaran, kurangnya dukungan, atau iklim sekolah yang tidak aman.

Tujuan dan Manfaat Holistik dari ANBK

Dengan memahami ketiga instrumen di atas, kita dapat melihat bahwa tujuan ANBK jauh lebih luas daripada sekadar memberikan skor. Tujuan utamanya adalah untuk mendorong perbaikan mutu pendidikan yang berkelanjutan.

Bagaimana Hasil ANBK Digunakan? Rapor Pendidikan

Hasil dari ketiga instrumen ANBK diolah dan disajikan dalam sebuah platform yang disebut Rapor Pendidikan. Platform ini dapat diakses oleh sekolah dan pemerintah daerah. Rapor Pendidikan tidak menampilkan skor mentah, melainkan menyajikan data dalam bentuk yang mudah dipahami, menunjukkan level capaian (misalnya: Perlu Intervensi Khusus, Dasar, Cakap, Mahir) dan membandingkannya dengan rata-rata di tingkat kota/kabupaten, provinsi, dan nasional.

Rapor Pendidikan berfungsi sebagai alat untuk:

Manfaat bagi Berbagai Pihak

Persiapan Menghadapi ANBK: Sebuah Perubahan Pola Pikir

Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah, "Bagaimana cara mempersiapkan siswa untuk ANBK?" Jawaban atas pertanyaan ini juga mencerminkan pergeseran paradigma.

Persiapan ANBK bukanlah dengan cara mengadakan bimbingan belajar (bimbel) intensif untuk mengerjakan soal-soal AKM. Melakukan drill soal secara masif justru bertentangan dengan semangat ANBK itu sendiri. Persiapan yang sesungguhnya adalah memperbaiki kualitas proses pembelajaran sehari-hari di dalam kelas.

Guru di semua mata pelajaran memiliki peran.

Artinya, persiapan terbaik untuk ANBK adalah dengan menjalankan proses belajar-mengajar yang berkualitas tinggi secara konsisten. Fokusnya adalah pada pembelajaran yang mendalam (deep learning), bukan hafalan dangkal (rote learning).

Kesimpulan: ANBK sebagai Katalisator Transformasi

Jadi, kembali ke pertanyaan awal, ANBK yaitu sebuah program evaluasi komprehensif yang berfungsi sebagai detak jantung sistem pendidikan Indonesia. Ia bukanlah alat penghakiman, melainkan sebuah cermin diagnostik yang dirancang untuk memicu refleksi dan perbaikan.

Melalui tiga instrumen utamanya—AKM, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar—ANBK memberikan potret utuh tentang kesehatan ekosistem pendidikan di setiap sekolah. Ia mengukur kompetensi minimum yang esensial (literasi dan numerasi), karakter mulia yang fundamental (Profil Pelajar Pancasila), dan kualitas lingkungan belajar yang menjadi fondasi.

Dengan beralih dari evaluasi individu ke evaluasi sistem, ANBK mengajak semua pemangku kepentingan untuk bergotong royong. Guru diajak untuk merefleksikan praktik mengajarnya, kepala sekolah diajak untuk memimpin perubahan berbasis data, dan pemerintah diajak untuk membuat kebijakan yang lebih efektif. Pada akhirnya, semua upaya ini bermuara pada satu tujuan mulia: mewujudkan pendidikan berkualitas yang merata bagi seluruh anak bangsa, mempersiapkan mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat yang kritis, kreatif, dan berkarakter.

🏠 Homepage