Kepemilikan properti, terutama tanah, merupakan investasi besar dan impian banyak orang. Namun, dalam praktiknya, sering muncul tawaran menarik untuk beli tanah tanpa sertifikat. Meskipun harganya mungkin terlihat jauh lebih murah dibandingkan tanah bersertifikat, praktik ini menyimpan risiko hukum yang sangat besar dan sering kali berujung pada sengketa yang rumit.
Di Indonesia, kepastian hukum atas tanah dijamin oleh sertifikat hak milik (SHM) atau hak guna usaha (HGU) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dokumen ini adalah bukti otentik dan sah secara hukum mengenai siapa pemilik sebenarnya dari sebidang tanah tersebut. Ketika Anda membeli tanah tanpa sertifikat, Anda pada dasarnya hanya memiliki bukti kepemilikan sporadis atau berdasarkan kesepakatan lisan atau akta di bawah tangan, yang mana kekuatan hukumnya sangat lemah di mata negara.
Visualisasi risiko ketidakpastian kepemilikan tanah.
Ada beberapa alasan umum mengapa properti dijual tanpa dilengkapi sertifikat resmi. Pertama, tanah tersebut mungkin masih berupa tanah girik, letter C, atau status kepemilikan adat lainnya yang belum terdaftar secara resmi di BPN. Kedua, penjual mungkin ingin menghindari proses dan biaya administrasi yang panjang untuk mensertifikatkan tanah tersebut. Alasan ketiga yang paling berbahaya adalah, tanah tersebut sebenarnya sudah dibebani sengketa atau dimiliki oleh pihak lain namun coba dijual secara ilegal.
Keputusan untuk beli tanah tanpa sertifikat membawa serangkaian risiko yang dapat mengancam seluruh investasi Anda:
Jika Anda terlanjur melakukan transaksi, langkah paling krusial adalah segera mengesahkan status kepemilikan tersebut menjadi sertifikat resmi di BPN. Proses ini dikenal sebagai Pendaftaran Tanah Pertama Kali (PTPK). Proses ini memerlukan kerja keras dan dokumentasi yang lengkap, namun ini adalah satu-satunya cara mengamankan aset Anda.
Meskipun proses sertifikasi memakan waktu dan biaya, ini adalah investasi yang jauh lebih kecil dibandingkan kerugian total akibat kehilangan tanah akibat sengketa. Prinsip dasarnya adalah: Jika tanah tidak bersertifikat, Anda belum sepenuhnya memiliki tanah tersebut di mata hukum negara. Selalu utamakan keamanan hukum daripada harga murah saat melakukan investasi properti.