Akta Jual Beli (AJB) merupakan dokumen krusial dalam setiap transaksi jual beli properti di Indonesia. Dokumen ini menjadi bukti sah bahwa telah terjadi peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari penjual kepada pembeli. Meskipun prosesnya tampak sederhana, terdapat serangkaian biaya yang harus disiapkan oleh para pihak, terutama pembeli, yang seringkali menjadi pertanyaan utama: berapakah biaya pembuatan AJB secara keseluruhan?
Penting untuk dipahami bahwa biaya pembuatan AJB tidak hanya terdiri dari satu pos pengeluaran. Biaya ini merupakan akumulasi dari berbagai pungutan dan jasa profesional yang terlibat dalam proses legalisasi transaksi tersebut di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Rincian ini sangat dipengaruhi oleh nilai transaksi properti yang sedang dialihkan.
Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai total pengeluaran, kita perlu memecah biaya-biaya tersebut ke dalam beberapa komponen utama. Secara umum, biaya pembuatan AJB meliputi:
PPAT adalah pihak yang berwenang membuat AJB. Jasa notaris/PPAT ini merupakan komponen biaya jasa profesional. Berdasarkan peraturan yang berlaku, tarif jasa PPAT umumnya dihitung berdasarkan persentase dari Nilai Ekonomi Transaksi (NET) properti.
Umumnya, tarif jasa PPAT berkisar antara 0,5% hingga 1% dari nilai transaksi, tergantung kesepakatan dan kompleksitas pengurusan. Jika nilai properti sangat tinggi, persentase ini mungkin bisa dinegosiasikan atau mengikuti tarif progresif yang ditetapkan asosiasi PPAT setempat.
BPHTB adalah pungutan wajib yang dibayarkan oleh pembeli properti kepada Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Ini adalah salah satu komponen biaya terbesar dalam transaksi properti.
Meskipun secara teknis PPh ditanggung oleh penjual, dalam banyak praktik di lapangan, beban PPh ini seringkali dibebankan atau dinegosiasikan untuk ditanggung bersama oleh pembeli sebagai bagian dari kesepakatan biaya pembuatan AJB. Tarif PPh final untuk transaksi properti adalah 2,5% dari nilai transaksi. Walaupun ini pajak penjual, ketidakjelasan mengenai pihak yang menanggung bisa mempengaruhi total dana yang disiapkan pembeli.
Komponen ini meliputi biaya-biaya kecil namun wajib, seperti biaya materai yang diperlukan untuk legalisasi dokumen, biaya validasi data, dan biaya administrasi lain yang dipungut oleh kantor PPAT atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) jika proses balik nama sertifikat dilakukan bersamaan. Biaya ini biasanya bersifat tetap atau berdasarkan tarif yang ditetapkan instansi terkait.
Untuk mempermudah pemahaman, mari kita asumsikan properti dijual seharga Rp 1.000.000.000 (Satu Miliar Rupiah). Asumsi tarif yang digunakan adalah tarif rata-rata umum: Jasa PPAT 1%, BPHTB 3%, dan PPh 2.5% (diasumsikan ditanggung pembeli).
Total perkiraan biaya pembuatan AJB dalam simulasi ini mencapai sekitar Rp 66.000.000. Perlu ditekankan kembali bahwa angka ini sangat dinamis dan bergantung pada kebijakan Pemda terkait BPHTB serta kesepakatan antara penjual dan pembeli mengenai pembagian beban pajak.
Menghindari kejutan finansial saat membeli properti sangat bergantung pada transparansi sejak awal. Pastikan calon pembeli meminta rincian penawaran jasa dari kantor PPAT secara tertulis sebelum penandatanganan. Tanyakan secara spesifik mana saja komponen biaya yang merupakan pungutan wajib negara (seperti BPHTB dan PPh) dan mana yang merupakan honorarium jasa profesional (biaya PPAT).
Memahami struktur biaya pembuatan AJB bukan hanya soal pengeluaran, tetapi juga kepastian hukum. Proses yang dilakukan melalui PPAT yang terpercaya menjamin bahwa semua aspek legalitas properti, termasuk pemisahan atau peralihan hak, tercatat dengan benar di mata hukum, memberikan keamanan penuh atas aset properti yang baru saja Anda peroleh. Proses ini adalah investasi untuk ketenangan di masa depan.