Memahami Biaya Pembuatan Sertifikat Tanah dari Akta Hibah

Akta Hibah Tanah Sertifikat

Proses peralihan hak atas tanah yang berasal dari hibah memerlukan legalisasi melalui penerbitan sertifikat tanah atas nama penerima hibah. Akta Hibah yang telah dibuat di hadapan Notaris/PPAT adalah langkah awal yang krusial. Namun, akta tersebut belum secara otomatis menjadikan penerima hibah sebagai pemilik sah secara hukum kepemilikan tanah di mata negara. Di sinilah peran Kantor Pertanahan (BPN) diperlukan untuk membalik nama kepemilikan, dan proses ini tentu melibatkan serangkaian biaya.

Memahami estimasi biaya pembuatan sertifikat tanah dari akta hibah sangat penting untuk perencanaan anggaran. Biaya ini umumnya terdiri dari beberapa komponen utama yang ditetapkan berdasarkan regulasi yang berlaku.

Komponen Utama Biaya Sertifikasi Tanah dari Akta Hibah

Secara umum, biaya yang harus dikeluarkan dapat dibagi menjadi dua kategori besar: Biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dibayarkan kepada BPN, dan biaya Notaris/PPAT untuk administrasi dan proses balik nama.

1. Biaya Administrasi dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

PNBP adalah pungutan wajib yang dikenakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) saat memproses peralihan hak. Komponen ini biasanya mencakup:

Catatan Penting: Besaran PNBP saat ini seringkali didasarkan pada Nilai Ekonomi Pertanahan (NEP) atau luas tanah. Untuk mendapatkan angka pasti, disarankan mengonfirmasi langsung ke kantor BPN setempat karena tarif dapat berubah mengikuti kebijakan pemerintah terbaru.

2. Biaya Notaris/PPAT

Meskipun Akta Hibah sudah selesai dibuat, proses balik nama sertifikat seringkali diserahkan kembali kepada PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) yang berwenang untuk mengurus semua administrasi ke BPN. Biaya PPAT meliputi:

Pajak yang Harus Diperhatikan dalam Proses Hibah Tanah

Selain biaya administrasi, aspek perpajakan adalah bagian integral dari proses hibah yang mempengaruhi total pengeluaran.

Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Proses balik nama karena hibah memicu kewajiban pajak, meskipun ada potensi keringanan tergantung status penerima hibah dan peraturan daerah setempat:

  1. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan): Ini adalah pajak yang dikenakan pada pihak penerima hibah (pembeli/penerima hak baru). Tarif standar BPHTB umumnya berkisar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), namun nilai NPOP bisa berbeda dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
  2. PPh (Pajak Penghasilan): Pemberi hibah, sebagai pihak yang melepaskan aset, mungkin dikenakan PPh atas perolehan harta. Namun, dalam konteks hibah antara anggota keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat (misalnya, orang tua ke anak), seringkali terdapat pengecualian berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. Sangat vital untuk berkonsultasi dengan konsultan pajak terkait status PPh ini.

Langkah Praktis Mengurus Sertifikat dari Akta Hibah

Setelah Akta Hibah selesai dan pajak awal terbayar, langkah selanjutnya adalah pengajuan peralihan hak ke kantor pertanahan:

  1. Pengajuan Permohonan: Ajukan permohonan balik nama ke BPN dengan melampirkan Akta Hibah asli, KTP/KK semua pihak, dan bukti lunas BPHTB/PPh.
  2. Verifikasi dan Penelitian Lapangan: BPN akan melakukan pemeriksaan dokumen dan, jika perlu, pengukuran ulang.
  3. Pembayaran PNBP: Setelah verifikasi selesai, pemohon akan menerima tagihan PNBP yang harus dibayarkan.
  4. Penerbitan Sertifikat Baru: Setelah pembayaran PNBP lunas, sertifikat tanah akan diterbitkan atas nama penerima hibah.

Secara ringkas, total biaya pembuatan sertifikat tanah dari akta hibah adalah penjumlahan dari BPHTB (jika tidak dikecualikan), potensi PPh, biaya jasa Notaris/PPAT, dan PNBP BPN. Estimasi kasar seringkali berkisar antara 1% hingga 3% dari nilai tanah, namun variasi ini sangat bergantung pada tarif pajak daerah dan komponen jasa PPAT.

🏠 Homepage