Proses peralihan hak atas tanah dan bangunan, yang umumnya diwujudkan melalui penandatanganan Akta Jual Beli (AJB), merupakan tahapan krusial dalam transaksi properti. Di balik kesepakatan jual beli, terdapat serangkaian biaya yang harus ditanggung oleh penjual dan pembeli. Salah satu komponen biaya yang sering menjadi perhatian adalah **biaya PPAT AJB**.
PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Susunan (seperti jual beli, hibah, tukar menukar, atau pembebanan hak tanggungan). Kehadiran PPAT menjamin legalitas dan keabsahan transaksi tersebut di mata hukum Indonesia.
Ketika AJB ditandatangani di hadapan PPAT, secara otomatis akan timbul kewajiban pembayaran jasa profesional PPAT. Biaya ini merupakan kompensasi atas layanan teknis dan yuridis yang diberikan oleh PPAT dalam mempersiapkan, memeriksa legalitas dokumen, dan membuat akta otentik tersebut.
Biaya jasa PPAT untuk pembuatan AJB tidak ditentukan secara tunggal oleh pemerintah, melainkan mengacu pada standar yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan, serta ditentukan pula berdasarkan kesepakatan antara klien dengan PPAT yang bersangkutan.
Secara umum, rincian yang mempengaruhi **biaya PPAT AJB** meliputi:
Meskipun kesepakatan bebas berlaku, banyak PPAT mengacu pada ketentuan bahwa tarif jasa PPAT maksimal tidak melebihi 1% dari nilai transaksi yang tercantum dalam akta, khususnya untuk nilai transaksi di bawah Rp 100 juta. Namun, untuk nilai transaksi yang lebih tinggi, persentase tersebut cenderung menurun secara bertahap sesuai skala ekonomi.
Penting untuk membedakan antara Jasa PPAT (biaya untuk pembuatan akta) dengan biaya-biaya lain yang timbul akibat peralihan hak. Kesalahan dalam pemahaman ini sering menyebabkan pembeli atau penjual merasa biaya total transaksi terlalu tinggi.
Ini adalah pajak yang wajib dibayar oleh pembeli. Tarif BPHTB ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Pemerintah Kota/Kabupaten) dan biasanya berkisar antara 2,5% hingga 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).
Jika penjual adalah perorangan atau badan yang menjual properti yang bukan merupakan objek pajak final (seperti bukan rumah yang dijual pertama kali di bawah nilai tertentu), penjual wajib membayar PPh sebesar 2,5% dari harga jual (jika tidak ada pengecualian lainnya).
Setelah AJB selesai dan semua pajak serta biaya jasa PPAT dibayarkan, proses selanjutnya adalah pengurusan balik nama di Kantor Pertanahan (BPN). Biaya ini meliputi PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) untuk penerbitan sertifikat baru.
Untuk memastikan proses berjalan lancar tanpa kejutan biaya, langkah proaktif sangat disarankan:
Memahami secara mendalam mengenai **biaya PPAT AJB** akan memberikan kepastian finansial saat melakukan transaksi properti. Transparansi biaya adalah kunci untuk menghindari sengketa di kemudian hari dan memastikan peralihan hak berjalan secara legal dan aman.