Dalam ajaran Islam, pembagian warisan atau faraid memiliki aturan yang sangat jelas dan terperinci, berlandaskan pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. Tujuannya adalah untuk memastikan keadilan dan mencegah perselisihan di antara ahli waris. Memahami cara menghitung warisan menurut Islam sangat penting agar setiap hak dapat terpenuhi sesuai syariat. Proses ini melibatkan identifikasi ahli waris, penentuan bagian masing-masing, dan pembagian harta peninggalan secara adil.
Prinsip Dasar Faraid
Faraid bukanlah sekadar pembagian harta, melainkan sebuah sistem yang mengatur siapa saja yang berhak menerima warisan dan berapa bagiannya. Prinsip utamanya adalah bahwa tidak ada seorang pun yang bisa dihalangi hak warisnya kecuali ada sebab syar'i yang menghalangi, seperti perbedaan agama atau adanya budak (dalam konteks masa lalu).
Tingkatan Ahli Waris: Islam membagi ahli waris menjadi beberapa tingkatan, yang paling utama adalah dzul furud (yang memiliki bagian pasti) dan ashabah (yang mendapatkan sisa harta setelah ahli waris dzul furud).
Bagian Pasti: Bagian pasti telah ditentukan dalam Al-Qur'an, seperti setengah (1/2) untuk anak perempuan tunggal atau istri (jika tidak punya anak), seperempat (1/4) untuk suami atau istri, seperenam (1/6) untuk ibu atau ayah, dan dua pertiga (2/3) untuk anak perempuan jamak.
Sisa Harta: Jika setelah pembagian dzul furud masih ada sisa harta, maka sisa tersebut akan dibagikan kepada ahli waris ashabah. Jika tidak ada ashabah, harta tersebut akan dikembalikan (radd) kepada ahli waris dzul furud secara proporsional, kecuali suami/istri.
Perempuan Mendapat Setengah Laki-laki: Ini adalah prinsip umum yang berlaku ketika laki-laki dan perempuan dari tingkatan yang sama berhak menerima warisan bersama. Tujuannya adalah untuk keadilan, karena laki-laki memiliki kewajiban nafkah yang lebih besar.
Langkah-Langkah Menghitung Warisan
Menghitung warisan menurut Islam memerlukan ketelitian dan pemahaman terhadap urutan serta bagian masing-masing ahli waris. Berikut adalah langkah-langkah umum yang perlu diikuti:
1. Identifikasi Ahli Waris
Langkah pertama adalah menentukan siapa saja yang berhak menerima warisan dari pewaris yang telah meninggal dunia. Ahli waris utama meliputi:
Anak-anak: Baik laki-laki maupun perempuan.
Suami/Istri: Yang masih hidup saat pewaris meninggal.
Orang Tua: Ayah dan Ibu.
Saudara/Saudari: Kandung, sebapak, atau seibu.
Kakek/Nenek.
Paman/Bibik.
Penting untuk dicatat bahwa ada ahli waris yang menghalangi (mahjub) ahli waris lain. Misalnya, keberadaan anak akan menghalangi hak waris saudara-saudara pewaris.
2. Penyelesaian Kewajiban Sebelum Pembagian
Sebelum harta dibagikan, ada beberapa kewajiban yang harus diselesaikan terlebih dahulu dari total harta peninggalan:
Utang Pewaris: Semua hutang piutang pewaris harus dilunasi terlebih dahulu.
Wasiat Pewaris: Jika ada wasiat, maka pelaksanaannya tidak boleh melebihi sepertiga dari total harta peninggalan, dan hanya berlaku untuk ahli waris yang bukan penerima warisan utama (kecuali dengan persetujuan seluruh ahli waris).
Biaya Pengurusan Jenazah: Biaya yang wajar untuk pengurusan jenazah.
Setelah kewajiban-kewajiban di atas terpenuhi, barulah sisa harta yang bersih dapat dihitung dan dibagikan kepada para ahli waris sesuai dengan bagian yang telah ditentukan dalam syariat Islam.
3. Menentukan Bagian Masing-Masing Ahli Waris
Ini adalah tahap inti dalam perhitungan faraid. Setiap ahli waris akan dihitung berdasarkan status kekerabatannya dan perannya dalam pembagian warisan. Berikut adalah contoh pembagian bagian yang umum:
Anak Perempuan Tunggal: Mendapat 1/2.
Anak Perempuan Jamak (dua atau lebih): Mendapat 2/3.
Anak Laki-laki: Mendapat bagian 'ashabah (sisa harta setelah bagian dzul furud diambil), dengan perbandingan dua kali lipat dari anak perempuan jika bersama-sama.
Suami: Mendapat 1/2 jika pewaris tidak punya anak. Mendapat 1/4 jika pewaris punya anak.
Istri: Mendapat 1/4 jika pewaris tidak punya anak. Mendapat 1/8 jika pewaris punya anak. (Jika istri lebih dari satu, bagian dibagi rata di antara mereka).
Ibu: Mendapat 1/6 jika pewaris punya anak atau keturunannya. Mendapat 1/3 jika pewaris tidak punya anak/keturunan (dan tidak ada ayah). Jika ada suami/istri dan ibu, maka ibu mendapat 1/6.
Ayah: Mendapat 1/6 jika pewaris punya anak/keturunan. Jika pewaris tidak punya anak/keturunan, ayah mendapat 'ashabah. Jika ada suami/istri, ayah mendapat 1/6 dan sisa 'ashabah.
4. Menghitung Pembagian (Aul dan Radd)
Dalam beberapa kasus, jumlah bagian para ahli waris bisa melebihi keseluruhan harta atau menyisakan harta yang tidak habis dibagi. Untuk mengatasi hal ini, ada dua konsep penting:
'Aul (Kenaikan): Terjadi ketika total bagian ahli waris melebihi satu kesatuan harta (misalnya 100%). Dalam kasus 'aul, jumlah pembagi dari seluruh bagian para ahli waris dinaikkan sehingga total bagian mereka menjadi sama dengan 100%. Contohnya, jika total bagian adalah 13/12, maka pembagi 12 dinaikkan menjadi 13, dan setiap bagian disesuaikan.
Radd (Pengembalian): Terjadi ketika setelah pembagian harta kepada ahli waris dzul furud, masih ada sisa harta dan tidak ada ahli waris 'ashabah. Dalam kasus radd, sisa harta tersebut dikembalikan kepada ahli waris dzul furud secara proporsional sesuai dengan bagian masing-masing, kecuali kepada suami atau istri.
Proses perhitungan waris Islam terkadang bisa kompleks dan melibatkan banyak variabel. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli waris yang memahami ilmu faraid, seperti ustaz atau lembaga keagamaan yang berwenang, untuk memastikan pembagian dilakukan secara akurat dan sesuai syariat. Keadilan dan keridhaan semua pihak adalah tujuan utama dalam pembagian warisan Islam.