Contoh Rancangan Perencanaan Penilaian Afektif

Penilaian afektif memegang peranan krusial dalam dunia pendidikan. Berbeda dengan penilaian kognitif yang fokus pada pengetahuan dan keterampilan intelektual, penilaian afektif menyentuh ranah sikap, minat, motivasi, nilai, dan karakter peserta didik. Merancang penilaian afektif memerlukan pendekatan yang sistematis dan kontekstual agar hasilnya benar-benar mencerminkan perkembangan non-intelektual siswa.

Sikap Nilai Motivasi

Ilustrasi aspek penilaian afektif

Komponen Utama Rancangan Penilaian Afektif

Setiap perencanaan penilaian afektif harus dimulai dengan identifikasi yang jelas mengenai domain afektif mana yang ingin diukur. Berdasarkan taksonomi Krathwohl, aspek afektif meliputi mulai dari penerimaan (receiving), respons (responding), penilaian (valuing), organisasi (organization), hingga karakterisasi (characterization).

Berikut adalah langkah-langkah mendasar dalam menyusun contoh rancangan perencanaan penilaian afektif:

1. Penentuan Tujuan Pembelajaran Afektif

Tujuan harus spesifik dan terukur, meskipun sifatnya kualitatif. Misalnya, bukan sekadar "siswa harus baik", tetapi "Siswa menunjukkan inisiatif tinggi dalam kerja kelompok" atau "Siswa menunjukkan toleransi terhadap perbedaan pendapat teman."

2. Pemilihan Instrumen Penilaian

Karena afektif sulit diukur secara langsung, instrumen yang dipilih harus mendukung observasi perilaku. Instrumen umum meliputi:

3. Penetapan Kriteria dan Rubrik

Ini adalah bagian paling penting. Rancangan harus menjelaskan indikator perilaku konkret yang menunjukkan pencapaian tujuan afektif tersebut. Contohnya, jika tujuannya adalah "Menunjukkan rasa ingin tahu," rubrik bisa membedakan antara:

Contoh Penerapan dalam Mata Pelajaran

Mari kita lihat contoh rancangan perencanaan penilaian afektif untuk mata pelajaran Sejarah, dengan fokus pada nilai "Tanggung Jawab Historis."

Tujuan Afektif:

Peserta didik mampu menunjukkan sikap tanggung jawab dalam menjaga dan melestarikan artefak/situs sejarah lokal.

Rancangan Penilaian:

Aspek yang Dinilai Indikator Perilaku Spesifik Instrumen Frekuensi Pengamatan
Inisiatif Konservasi Melaporkan kerusakan kecil pada papan informasi situs sejarah terdekat. Observasi Guru (Checklist) Selama Kunjungan Lapangan
Kepedulian Lingkungan Tidak meninggalkan sampah saat observasi di area situs. Jurnal Siswa & Observasi Sepanjang Proyek
Keterlibatan Komunitas Bersedia menyumbangkan ide untuk kampanye pelestarian lokal. Skala Penilaian Diri (Self-Assessment) Akhir Semester

Dalam rancangan ini, tanggung jawab historis diterjemahkan menjadi tindakan nyata (melaporkan, tidak membuang sampah, menyumbang ide), yang kemudian dapat diamati dan dinilai menggunakan rubrik perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya.

Tantangan dan Etika dalam Penilaian Afektif

Salah satu tantangan terbesar dalam mengukur afektif adalah isu validitas dan reliabilitas. Sikap cenderung berubah, dan seringkali siswa cenderung menampilkan perilaku yang "diinginkan" oleh guru (efek *social desirability*). Oleh karena itu, rancangan perencanaan penilaian afektif yang kuat harus mengandalkan:

  1. Pengamatan Berkali-kali (Triangulasi Data): Menggunakan lebih dari satu sumber data (guru, teman sebaya, refleksi diri) dan lebih dari satu waktu pengamatan.
  2. Kerahasiaan: Memberikan jaminan bahwa hasil penilaian afektif akan digunakan untuk perbaikan diri, bukan untuk menghukum atau mempermalukan siswa.
  3. Konteks Nyata: Menilai perilaku dalam situasi otentik (misalnya saat kerja kelompok atau kegiatan lapangan), bukan hanya melalui kuesioner buatan.

Perencanaan yang matang memastikan bahwa nilai-nilai karakter dan sikap penting tidak hanya diajarkan, tetapi juga diukur secara adil dan bermakna, melengkapi penilaian kognitif dan psikomotorik dalam membentuk insan yang utuh.

🏠 Homepage