Dalam setiap transaksi jual beli tanah atau properti di Indonesia, terdapat dokumen-dokumen legal yang harus dipenuhi untuk menjamin keabsahan dan keamanan hak milik. Salah satu dokumen kunci yang paling sering dibicarakan dan memiliki peran sentral adalah Akta Jual Beli (AJB). AJB adalah bukti otentik adanya perjanjian pengalihan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli, yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Tanpa AJB yang sah, proses pemindahan nama kepemilikan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) akan sulit dilakukan. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai fungsi AJB tanah sangat krusial bagi siapa pun yang terlibat dalam bisnis properti, baik sebagai penjual maupun pembeli.
Ilustrasi Akta Jual Beli Tanah
Fungsi utama dari AJB adalah menjadi alat bukti yang sah bahwa telah terjadi proses peralihan hak kepemilikan properti dari pihak penjual kepada pihak pembeli. Meskipun AJB belum secara otomatis menjadikan pembeli sebagai pemegang sertifikat hak milik baru di BPN, AJB adalah prasyarat mutlak untuk pendaftaran peralihan hak tersebut.
Dalam konteks hukum, AJB membuktikan adanya kesepakatan harga, objek yang dijual (tanah beserta luas dan batas-batasnya), serta identitas para pihak yang terlibat. Tanpa AJB, transaksi jual beli properti di Indonesia sering kali dianggap sebagai perikatan di bawah tangan, yang kekuatan pembuktiannya lebih lemah di mata hukum.
Setelah AJB ditandatangani di hadapan PPAT, dokumen ini menjadi dasar legal bagi pembeli untuk mendaftarkan peralihan hak ke kantor pertanahan setempat. PPAT yang membuat AJB biasanya juga akan membantu memproses balik nama sertifikat (jika tanah sudah bersertifikat) atau pengurusan sertifikat baru (jika berupa AJB atas tanah girik/letter C yang belum bersertifikat).
Proses ini meliputi pemeriksaan riwayat tanah, perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) Penjual, hingga penerbitan sertifikat baru atas nama pembeli. Oleh karena itu, AJB berfungsi sebagai "kunci" pembuka gerbang administrasi pertanahan.
Bagi pembeli, AJB memberikan perlindungan hukum yang signifikan. Jika di kemudian hari muncul sengketa terkait kepemilikan tanah tersebut, AJB yang dibuat oleh PPAT berfungsi sebagai bukti kuat mengenai kapan dan kepada siapa properti tersebut dibeli. Hal ini mencegah pihak penjual (atau ahli warisnya) mengklaim kembali tanah tersebut dengan alasan perjanjian yang tidak tercatat secara resmi.
Namun, penting untuk dicatat bahwa AJB hanya sah mengalihkan hak jika properti tersebut adalah hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) yang dapat dipindahtangankan. Jika objek jual beli adalah tanah adat atau girik, AJB yang dibuat PPAT adalah langkah awal sebelum proses konversi menjadi sertifikat hak milik penuh.
Fungsi penting lainnya adalah memastikan bahwa pihak penjual benar-benar berhak menjual properti tersebut. Dalam proses pembuatan AJB, PPAT wajib melakukan penelitian riwayat tanah secara menyeluruh, termasuk memverifikasi keaslian sertifikat (jika ada) dan memeriksa apakah properti tersebut sedang dibebani hak tanggungan atau sitaan.
Jika tanah yang dijual ternyata bermasalah atau penjual tidak memiliki kapasitas hukum penuh untuk menjual, PPAT berhak menolak membuatkan akta. Mekanisme ini secara tidak langsung melindungi pembeli dari potensi kerugian akibat pembelian properti ilegal atau bermasalah.
Secara ringkas, fungsi AJB tanah adalah sebagai otentikasi tertulis atas kesepakatan jual beli properti yang mengikat secara hukum dan menjadi dokumen wajib dalam proses finalisasi pengalihan kepemilikan di kantor pertanahan. Memastikan AJB dibuat oleh PPAT yang berwenang adalah langkah teraman dalam mengamankan investasi properti Anda.