Ilustrasi simbolis terkait kesehatan masyarakat.
Dalam diskursus publik mengenai isu-isu kesehatan masyarakat, terutama yang menyangkut program vaksinasi, figur ulama seringkali memiliki pengaruh signifikan dalam membentuk opini dan perilaku umat. Salah satu tokoh yang pemikirannya kerap dirujuk adalah Al Habib Ali Zaenal Abidin bin Abu Bakar Al-Hamid. Pandangan beliau mengenai vaksin, yang sejalan dengan prinsip-prinsip agama dan kemaslahatan umum, menjadi penting untuk dipahami di tengah dinamika informasi yang berkembang pesat.
Habib Ali Zaenal Abidin, yang dikenal luas karena kepakarannya dalam ilmu agama dan kedudukannya sebagai seorang pemimpin spiritual, cenderung melihat isu vaksinasi melalui lensa syariat Islam. Dalam Islam, menjaga jiwa (hifdzun nafs) merupakan salah satu maqashid syariah (tujuan utama hukum Islam). Oleh karena itu, segala upaya yang bertujuan untuk pencegahan penyakit dan pelestarian kesehatan umat secara kolektif sangat dianjurkan, bahkan bisa menjadi wajib kifayah.
Ketika membahas mengenai vaksin, Habib Ali Zaenal Abidin kerap menekankan pentingnya sikap proaktif dalam menghadapi ancaman kesehatan. Vaksinasi dipandang sebagai metode preventif yang telah teruji secara empiris untuk memutus rantai penularan penyakit berbahaya. Sikap ini tidak bertentangan dengan tawakal (berserah diri kepada Tuhan), sebab tawakal yang benar adalah menggabungkan usaha maksimal dengan penyerahan hasil. Usaha di sini diwujudkan melalui ikhtiar ilmiah, seperti penggunaan vaksin.
Dalam banyak kesempatan ceramah dan pengajiannya, beliau menyampaikan bahwa jika suatu pengobatan atau pencegahan telah terbukti efektif berdasarkan studi ilmiah yang kredibel dan tidak mengandung unsur yang diharamkan secara jelas, maka umat dianjurkan untuk mengambil manfaat darinya demi kemaslahatan bersama. Hal ini juga berlaku ketika pemerintah atau otoritas kesehatan mengeluarkan kebijakan yang bertujuan melindungi masyarakat luas dari bahaya epidemiologis.
Isu vaksinasi seringkali dibayangi oleh hoaks atau keraguan yang bersumber dari informasi yang salah. Habib Ali Zaenal Abidin berperan penting dalam menenangkan umat dengan memberikan perspektif yang berlandaskan pada keilmuan agama yang sahih. Beliau mendorong umat untuk tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang menyebarkan ketakutan tanpa dasar, melainkan mencari kebenaran dari sumber-sumber yang terpercaya, baik dari sisi agama maupun ilmu pengetahuan medis.
Bagi beliau, ketika mayoritas ulama dan ahli kesehatan mendukung suatu program vaksinasi demi memutus penyebaran wabah, maka mengikuti anjuran tersebut adalah bentuk ketaatan terhadap prinsip persaudaraan dan tanggung jawab sosial. Mengabaikan vaksinasi dalam konteks pandemi, misalnya, tidak hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga membahayakan individu rentan lainnya yang mungkin tidak bisa divaksin karena kondisi medis tertentu.
Pemahaman Habib Ali Zaenal Abidin mengenai vaksin juga berakar pada konsep solidaritas sosial dalam Islam. Program vaksinasi masif bertujuan menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity). Ketika mayoritas populasi terlindungi, maka populasi yang lemah secara imun pun ikut terselamatkan. Ini adalah wujud nyata dari perintah agama untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Lebih jauh lagi, beliau mengingatkan bahwa Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Jika ilmuwan muslim dan non-muslim sepakat atas manfaat suatu intervensi kesehatan, menolaknya tanpa dasar ilmiah yang kuat seringkali dikategorikan sebagai bentuk kesombongan intelektual dan pengabaian terhadap akal sehat yang dianugerahkan Allah SWT. Oleh karena itu, sikap menerima vaksinasi, selama prosedurnya memenuhi standar etika dan kehalalan, adalah sikap yang bertanggung jawab.
Kesimpulan dari pandangan beliau adalah bahwa vaksinasi, ketika didasarkan pada kebutuhan pencegahan penyakit dan dilakukan sesuai prosedur yang aman, sangat sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Ia merupakan ikhtiar duniawi yang wajib dilakukan untuk menjaga amanah kesehatan yang telah diberikan oleh Sang Pencipta.