Setelah alam semesta diberi bentuk dasar, setelah air dipisahkan dan daratan yang kering menumbuhkan vegetasi pertama, narasi penciptaan tiba pada sebuah momen yang monumental dan puitis. Hari pertama telah memisahkan terang dari gelap dalam sebuah konsep yang abstrak. Namun, hari keempat memberikan sumber-sumber fisik bagi terang tersebut, menggantungkannya di cakrawala sebagai permata kosmik yang abadi. Ini adalah hari di mana Tuhan tidak hanya menghias langit, tetapi juga menanamkan ritme, keteraturan, dan tujuan ke dalam jantung waktu itu sendiri. Hari keempat adalah tentang penciptaan benda-benda penerang: matahari, bulan, dan bintang-bintang.
Kisah ini, yang tercatat dalam Kitab Kejadian, menyajikan sebuah proklamasi ilahi yang kaya akan fungsi dan makna. Ini bukan sekadar tindakan menghias ruang hampa, melainkan sebuah desain yang cermat untuk kehidupan dan pemahaman. Mari kita selami lebih dalam perintah dan tujuan yang terkandung dalam peristiwa agung ini.
Berfirmanlah Tuhan: "Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun, dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda itu menerangi bumi." Maka jadilah demikian. Tuhan menjadikan kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan menjadikan juga bintang-bintang. Tuhan menaruh semuanya itu di cakrawala untuk menerangi bumi, dan untuk menguasai siang dan malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap. Tuhan melihat bahwa semuanya itu baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keempat.
Empat Fungsi Utama Benda Penerang
Teks kuno ini tidak hanya menyatakan "apa" yang diciptakan, tetapi secara eksplisit menjelaskan "mengapa". Ada empat tujuan utama yang ditetapkan bagi matahari, bulan, dan bintang. Masing-masing tujuan ini membuka lapisan pemahaman yang mendalam tentang visi Sang Pencipta bagi kosmos dan, secara khusus, bagi bumi.
1. Memisahkan Siang dari Malam: Ritme Kehidupan
Fungsi pertama dan yang paling mendasar adalah untuk "memisahkan siang dari malam". Pada hari pertama, terang dan gelap telah dipisahkan sebagai konsep. Namun, pada hari keempat, pemisahan ini diberi mekanisme yang teratur dan dapat diandalkan. Matahari menjadi penanda dominan untuk siang, dan bulan serta bintang-bintang menjadi penguasa lembut di malam hari. Pemisahan ini lebih dari sekadar urusan pencahayaan. Ini adalah dasar dari ritme kehidupan di bumi.
Siklus siang dan malam, atau siklus diurnal, adalah detak jantung planet kita. Ia mengatur hampir setiap aspek biologis. Tanaman melakukan fotosintesis di siang hari, mengubah cahaya matahari menjadi energi yang menopang hampir seluruh rantai makanan. Hewan, termasuk manusia, memiliki ritme sirkadian—jam internal yang mengatur siklus tidur dan bangun, aktivitas hormonal, dan metabolisme. Siang adalah waktu untuk bekerja, berburu, dan bertumbuh. Malam adalah waktu untuk beristirahat, memulihkan diri, dan waspada terhadap predator yang berbeda.
Dengan menetapkan sumber cahaya yang konsisten, Tuhan menanamkan keteraturan dan prediktabilitas ke dalam dunia yang baru lahir. Ini bukanlah siklus yang kacau atau acak, melainkan sebuah tarian kosmik yang andal antara terang dan gelap, aktivitas dan istirahat. Fondasi bagi ekosistem yang seimbang dan kehidupan yang berkelanjutan diletakkan melalui ketetapan sederhana namun mendalam ini. Pemisahan ini bukanlah sebuah dinding yang kaku, melainkan sebuah transisi yang anggun—fajar yang membawa harapan dan senja yang mengundang perenungan. Keduanya adalah bagian dari desain yang sama, yang menunjukkan bahwa baik terang maupun "gelap" yang teratur memiliki tempat dan tujuan dalam skema ilahi.
2. Menjadi Tanda: Navigasi dan Komunikasi Ilahi
Tujuan kedua adalah agar benda-benda penerang ini menjadi "tanda". Kata ini membuka dimensi yang jauh melampaui fungsi fisik. Tanda adalah sesuatu yang menunjuk pada hal lain, yang membawa makna lebih besar dari dirinya sendiri. Dalam konteks ini, matahari, bulan, dan bintang berfungsi sebagai penunjuk dan komunikator ilahi dalam berbagai cara.
Secara praktis, mereka adalah tanda untuk navigasi. Selama ribuan tahun, sebelum penemuan kompas dan GPS, para pelaut dan pengembara mengandalkan posisi bintang untuk memetakan arah mereka. Bintang Utara (Polaris) menjadi suar yang tak tergoyahkan di belahan bumi utara, sementara konstelasi seperti Salib Selatan memandu para penjelajah di selatan. Matahari sendiri, dengan pergerakan terbit dan tenggelamnya yang dapat diprediksi, memberikan arah mata angin yang paling dasar. Kemampuan untuk membaca langit adalah keterampilan bertahan hidup yang krusial, sebuah anugerah yang tertanam dalam tatanan ciptaan.
Namun, makna "tanda" juga merambah ke ranah spiritual dan profetik. Langit telah lama dipandang sebagai kanvas di mana Sang Pencipta dapat menyampaikan pesan. Gerhana, komet, atau kesejajaran planet yang langka sering kali ditafsirkan sebagai pertanda peristiwa penting. Kisah Orang Majus yang mengikuti bintang untuk menemukan bayi Yesus adalah contoh klasik dari benda langit yang berfungsi sebagai tanda ilahi yang spesifik. Penting untuk membedakan konsep ini dari astrologi, yang mengklaim bahwa posisi benda langit menentukan nasib individu. Sebaliknya, perspektif kitab suci melihat benda langit bukan sebagai penentu nasib, tetapi sebagai alat di tangan Sang Pencipta untuk menandai momen-momen penting dalam rencana-Nya.
Lebih jauh lagi, kemegahan langit itu sendiri adalah sebuah tanda. Mazmur 19 menyatakan, "Langit menceritakan kemuliaan Tuhan, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya." Setiap malam, saat kita menatap taburan bintang yang tak terhitung jumlahnya, kita diingatkan akan kebesaran, kekuasaan, dan keindahan artistik Sang Pencipta. Luasnya alam semesta—miliaran galaksi yang masing-masing berisi miliaran bintang—berfungsi sebagai tanda kerendahan hati bagi manusia, mengingatkan kita akan posisi kita yang kecil namun berharga dalam ciptaan yang tak terbatas ini.
3. Menunjukkan Masa, Hari, dan Tahun: Struktur Waktu
Fungsi ketiga adalah untuk "menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun". Di sinilah arsitektur waktu dibangun. Sebelum hari keempat, "hari" adalah siklus terang-gelap yang konseptual. Sekarang, waktu diberi penanda yang terukur dan dapat diamati. Benda-benda langit menjadi jam dan kalender agung bagi umat manusia.
- Hari: Didefinisikan oleh satu putaran rotasi bumi pada porosnya, yang ditandai dengan siklus terbit dan terbenamnya matahari. Ini adalah unit waktu paling dasar yang mengatur aktivitas harian kita.
- Bulan (Masa): Awalnya didasarkan pada siklus bulan mengelilingi bumi, dari bulan baru ke bulan baru berikutnya. Siklus lunar ini menjadi dasar bagi banyak kalender kuno dan masih digunakan untuk menentukan hari-hari raya keagamaan penting di banyak budaya.
- Tahun: Didefinisikan oleh satu putaran revolusi bumi mengelilingi matahari, yang membawa kita melalui siklus empat musim. Kemiringan aksial bumi yang presisi, dikombinasikan dengan orbitnya, memastikan perubahan musim yang teratur, yang sangat penting untuk pertanian, migrasi hewan, dan siklus kehidupan secara umum.
Dengan demikian, penciptaan pada hari keempat bukan hanya tentang cahaya, tetapi juga tentang pengorganisasian waktu. Keteraturan ini memungkinkan peradaban untuk berkembang. Manusia dapat merencanakan kapan harus menanam dan kapan harus panen. Masyarakat dapat menetapkan waktu untuk perayaan, festival, dan ibadah. Seluruh struktur kehidupan sosial dan ekonomi kita bergantung pada kerangka waktu yang andal yang disediakan oleh pergerakan benda-benda langit ini. Ini adalah bukti dari Pencipta yang logis dan teratur, yang tidak menciptakan dunia yang kacau, melainkan kosmos yang beroperasi berdasarkan hukum-hukum yang dapat dipahami dan diandalkan.
Konsep "masa-masa yang tetap" (dalam beberapa terjemahan disebut "musim" atau "waktu yang ditetapkan") juga memiliki konotasi keagamaan. Ini merujuk pada waktu-waktu yang ditentukan untuk perayaan dan festival suci. Kalender keagamaan sering kali selaras dengan siklus matahari dan bulan. Paskah, misalnya, terkait dengan bulan purnama pertama setelah ekuinoks musim semi. Kemampuan untuk melacak waktu melalui benda-benda langit memungkinkan umat beriman untuk berkumpul pada waktu yang tepat untuk beribadah dan mengingat karya-karya Tuhan. Waktu itu sendiri menjadi disucikan, ditandai oleh jam kosmik yang ditetapkan oleh Sang Pencipta.
4. Menerangi Bumi: Sumber Energi dan Kehidupan
Fungsi keempat, yang disebutkan dua kali untuk penekanan, adalah "untuk menerangi bumi". Ini adalah tujuan yang paling jelas dan langsung, namun juga yang paling vital. Cahaya adalah energi. Tanpa cahaya matahari yang konstan, bumi akan menjadi bola es yang beku dan mati. Hampir semua kehidupan di planet kita bergantung pada energi yang dipancarkan oleh bintang terdekat kita, matahari.
Fotosintesis, proses di mana tumbuhan hijau menggunakan sinar matahari untuk menciptakan makanan dari karbon dioksida dan air, adalah dasar dari sebagian besar jaring makanan di bumi. Energi ini kemudian ditransfer ke herbivora yang memakan tumbuhan, dan selanjutnya ke karnivora. Bahkan bahan bakar fosil yang kita gunakan saat ini—batu bara, minyak, dan gas alam—adalah sisa-sisa tumbuhan dan hewan purba yang energinya berasal dari matahari jutaan tahun yang lalu.
Cahaya matahari menghangatkan planet kita, menjaganya pada suhu yang memungkinkan air tetap cair—sebuah prasyarat penting bagi kehidupan seperti yang kita kenal. Ia menggerakkan siklus air, menyebabkan penguapan dari lautan yang kemudian jatuh sebagai hujan di daratan. Ia menciptakan pola cuaca dan arus laut. Selain itu, sinar matahari sangat penting untuk kesehatan manusia, memungkinkan tubuh kita memproduksi vitamin D.
Cahaya bulan, meskipun hanya pantulan dari matahari, juga memiliki peran penting. Ia memberikan penerangan lembut di malam hari, cukup bagi banyak hewan nokturnal untuk berburu dan bernavigasi. Pengaruh gravitasinya menyebabkan pasang surut lautan, yang membersihkan garis pantai dan menciptakan ekosistem intertidal yang unik. Bagi manusia, cahaya bulan telah menjadi sumber inspirasi, romansa, dan keajaiban sepanjang sejarah.
Dengan demikian, perintah untuk "menerangi bumi" jauh lebih dalam daripada sekadar menyediakan visibilitas. Itu adalah tindakan penyediaan energi yang berkelanjutan, pemeliharaan kehidupan, dan penggerak utama dari hampir semua proses dinamis di planet kita. Ini adalah anugerah cahaya dan kehangatan yang terus-menerus, sebuah pengingat harian akan pemeliharaan Sang Pencipta.
Dua Benda Penerang Agung dan Misteri Bintang
Narasi penciptaan kemudian memberikan detail lebih lanjut, membedakan antara "benda penerang yang lebih besar untuk menguasai siang" dan "yang lebih kecil untuk menguasai malam". Ini adalah deskripsi puitis dan fungsional tentang matahari dan bulan dari perspektif pengamat di bumi. Matahari, dengan cahayanya yang cemerlang, jelas "menguasai" atau mengatur siang hari. Bulan, meskipun jauh lebih kecil dan hanya memantulkan cahaya, menjadi objek paling menonjol di langit malam, "menguasai" kegelapan dengan cahayanya yang tenang.
Penyebutan ini memiliki signifikansi teologis yang kuat, terutama jika dibandingkan dengan budaya-budaya kuno di sekitar Israel. Banyak peradaban tetangga—Mesir, Babilonia, Kanaan—menyembah matahari dan bulan sebagai dewa-dewa yang kuat. Matahari adalah Ra, bulan adalah Sin atau Thoth. Mereka adalah entitas yang harus disenangkan dan ditakuti. Namun, Kitab Kejadian secara radikal mendemitologisasi benda-benda langit ini. Mereka bukanlah dewa. Mereka tidak memiliki nama sendiri dalam teks ini, hanya disebut sebagai "penerang yang lebih besar" dan "penerang yang lebih kecil". Mereka adalah ciptaan, objek-objek yang dibuat, pelayan yang ditugaskan untuk melakukan fungsi tertentu oleh satu-satunya Tuhan yang benar. Ini adalah pernyataan monoteistik yang revolusioner: jangan sembah ciptaan, sembahlah Sang Pencipta.
Kemudian, hampir seolah-olah sebagai tambahan, teks itu menyatakan, "dan menjadikan juga bintang-bintang." Frasa yang singkat dan sederhana ini menyembunyikan keagungan yang tak terbayangkan. Dari perspektif sains modern, kita tahu bahwa bintang-bintang bukanlah sekadar titik-titik kecil cahaya. Masing-masing adalah matahari yang sangat besar, seringkali jauh lebih besar dan lebih terang dari matahari kita sendiri. Dan jumlah mereka sangat banyak, tersebar di miliaran galaksi. Namun, narasi penciptaan, yang berfokus pada bumi, menyebutkannya dengan begitu singkat. Ini bukan karena ketidaktahuan, tetapi karena penekanan. Fokus utama cerita ini adalah pada bumi dan peran benda-benda langit dalam kaitannya dengan kehidupan di planet kita. Kesederhanaan frasa ini justru menyoroti kekuatan tak terbatas dari Sang Pencipta, yang dapat menciptakan triliunan matahari dengan kemudahan yang sama seperti menempatkan lampu di sebuah ruangan.
Kesimpulan: Keteraturan, Tujuan, dan Keindahan
Hari keempat penciptaan adalah sebuah mahakarya desain kosmik. Ini adalah hari di mana kekacauan potensi digantikan oleh keteraturan yang dapat diandalkan. Waktu diberi struktur, kehidupan diberi ritme, dan langit diberi tujuan. Matahari, bulan, dan bintang-bintang ditempatkan di cakrawala bukan sebagai ornamen acak, tetapi sebagai bagian integral dari sistem yang dirancang untuk menopang, membimbing, dan menginspirasi kehidupan di bumi.
Setiap matahari terbit adalah pengingat akan pemisahan terang dari gelap dan awal dari siklus aktivitas yang baru. Setiap malam berbintang adalah undangan untuk merenungkan kebesaran Sang Pencipta dan tempat kita di alam semesta. Setiap perubahan musim, yang diatur oleh tarian bumi di sekitar matahari, berbicara tentang keandalan dan janji. Hari keempat mengajarkan kita bahwa alam semesta di mana kita hidup bukanlah hasil dari kebetulan, melainkan buah dari niat yang bijaksana dan penuh tujuan.
Ketika kita melihat ke langit, kita tidak hanya melihat bola-bola gas yang terbakar dan batuan yang memantulkan cahaya. Kita melihat penanda waktu, kompas surgawi, sumber kehidupan, dan tanda kemuliaan ilahi. Kita melihat pemenuhan dari firman yang diucapkan pada hari keempat, sebuah firman yang menetapkan orkestrasi kosmik yang terus bermain hingga hari ini, sebuah simfoni cahaya, waktu, dan tujuan yang tak berkesudahan.