Ketika kita berbicara mengenai kualitas ibadah, nama besar Ali Zainal Abidin, cucu Rasulullah ﷺ, sering kali muncul sebagai teladan utama. Beliau dikenal dengan intensitas dan kedalaman spiritualnya dalam beribadah, sehingga dijuluki sebagai "perhiasan para ahli ibadah." Namun, apa sebenarnya yang menjadi rahasia utama di balik ketekunan ibadahnya yang luar biasa? Jawabannya terletak pada satu inti: **Keikhlasan**.
Kunci ibadah Zainal Abidin bukanlah pada panjangnya waktu shalat atau banyaknya bilangan ruku’ dan sujud semata. Meskipun aspek tersebut penting, fondasi utamanya adalah kemurnian niat. Ibadah yang dilakukan oleh beliau murni ditujukan untuk mencari keridhaan Allah SWT semata, tanpa sedikitpun terselip motif mencari pujian manusia, status sosial, atau keuntungan duniawi lainnya.
Dalam ajaran Islam, amal perbuatan dinilai berdasarkan niatnya. Sebuah perbuatan yang terlihat agung di mata manusia bisa menjadi ringan timbangannya di akhirat jika dilandasi oleh riya’ (pamer) atau ujub (merasa kagum pada diri sendiri). Zainal Abidin memahami prinsip ini secara mendalam.
Bagi beliau, setiap gerakan tubuh dalam ibadah—mulai dari wudhu’ yang sempurna hingga salam terakhir—adalah dialog pribadi dengan Sang Pencipta. Dialog ini harus steril dari "pendengar" lain selain Allah. Keikhlasan inilah yang memberikan kekuatan luar biasa, memungkinkan beliau teguh beribadah walau di tengah tekanan atau godaan duniawi.
Sifat ini bukan hanya terlihat saat beliau berdiri di atas sajadah, tetapi meresap dalam seluruh aspek kehidupannya. Beberapa aspek kunci dari praktek keikhlasan beliau meliputi:
Di era digital saat ini, tantangan menjaga keikhlasan menjadi semakin besar. Media sosial mempermudah kita untuk mendokumentasikan dan memamerkan setiap momen ibadah. Oleh karena itu, pelajaran dari Zainal Abidin menjadi sangat relevan. Kita perlu introspeksi diri secara berkala: Apakah kita shalat karena Allah, atau karena ingin diakui sebagai orang yang rajin shalat oleh lingkaran pertemanan kita?
Untuk mencapai tingkat keikhlasan yang mendekati beliau, kita harus mulai dengan langkah-langkah kecil. Mulailah dengan menyempurnakan ibadah fardhu dengan penuh kesadaran (khusyu’). Setelah itu, perbanyaklah ibadah sunnah di tempat yang jarang diketahui orang lain. Perlahan, hati akan terbiasa mencari ridha yang tak terhingga daripada pujian yang terbatas.
Ibadah yang berlandaskan keikhlasan akan membuahkan dampak nyata, yaitu ketenangan batin (sakinah) dan keberkahan dalam setiap aspek kehidupan. Seseorang yang ikhlas dalam ibadahnya akan menemukan bahwa ibadah tersebut bukan lagi beban, melainkan sumber kekuatan dan penyejuk jiwa. Ia menjadi pelabuhan untuk melepaskan segala beban duniawi. Kunci ibadah Zainal Abidin adalah pengingat bahwa ibadah sejati adalah tentang hubungan, bukan tentang pertunjukan.