Memahami Lafal Surah An-Nasr dan Maknanya
Kaligrafi Arab untuk Surah An-Nasr (Pertolongan)
Surah An-Nasr, yang berarti "Pertolongan", merupakan surah ke-110 dalam Al-Qur'an. Meskipun terdiri dari hanya tiga ayat, surah ini membawa pesan yang sangat mendalam dan signifikan dalam sejarah Islam. Diturunkan di Madinah, surah ini tergolong sebagai surah Madaniyyah dan diyakini oleh banyak ulama sebagai surah terakhir yang diturunkan secara lengkap. Memahami lafal Surah An-Nasr bukan hanya tentang melafalkannya dengan benar, tetapi juga meresapi setiap kata yang mengandung kabar gembira, arahan spiritual, dan isyarat penting bagi umat Islam.
Artikel ini akan mengupas secara tuntas mengenai lafal surah yang agung ini, mulai dari bacaan dalam tulisan Arab, transliterasi Latin untuk membantu pelafalan, terjemahan makna, hingga pembahasan mendalam mengenai tafsir, konteks pewahyuannya (asbabun nuzul), serta hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik untuk kehidupan sehari-hari. Dengan mendalami surah ini, kita akan melihat bagaimana Islam mengajarkan sikap yang seharusnya dimiliki seorang hamba ketika menerima nikmat terbesar berupa kemenangan dan pertolongan dari Allah SWT.
Bacaan Lengkap Lafal Surah An-Nasr
Berikut adalah bacaan lengkap Surah An-Nasr yang terdiri dari tiga ayat, disajikan dalam format tulisan Arab, transliterasi Latin, dan terjemahan dalam bahasa Indonesia untuk pemahaman yang komprehensif.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm(i). "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُۙ
Iżā jā'a naṣrullāhi wal-fatḥ(u). "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,"وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًاۙ
Wa ra'aitan-nāsa yadkhulūna fī dīnillāhi afwājā(n). "dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,"فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا
Fasabbiḥ biḥamdi rabbika wastagfirh(u), innahū kāna tawwābā(n). "maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat."Analisis Tajwid dan Pelafalan per Ayat
Untuk menyempurnakan bacaan, penting untuk memperhatikan kaidah tajwid dalam setiap lafal Surah An-Nasr. Berikut adalah rincian tajwid pada setiap kata dalam surah ini agar pelafalan kita menjadi lebih fasih dan benar sesuai dengan kaidah yang diajarkan.
Ayat 1: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
- إِذَا (Iżā): Pada kata ini, terdapat hukum Mad Thabi'i atau Mad Asli. Huruf Dzal (ذ) berharakat Fathah bertemu dengan Alif (ا). Cara membacanya adalah dengan memanjangkan suara Dzal sebanyak dua harakat atau satu alif.
- جَاءَ (jā'a): Di sini terdapat hukum Mad Wajib Muttasil. Ini terjadi karena huruf Mad Thabi'i (dalam hal ini Alif setelah Jim berharakat Fathah) bertemu dengan huruf Hamzah (ء) dalam satu kata yang sama. Panjang bacaannya adalah 4 atau 5 harakat. Pelafalannya harus disambung dan dipanjangkan dengan konsisten.
- نَصْرُ اللَّهِ (naṣrullāhi): Pada lafadz Allah (اللَّهِ), terdapat hukum Tafkhim (dibaca tebal). Ini karena huruf sebelumnya, yaitu Ra (ر) pada kata "naṣru", berharakat Dhammah. Lam pada lafadz Allah dibaca tebal (diucapkan "Lloh").
- وَالْفَتْحُ (wal-fatḥ): Jika berhenti (waqaf) pada akhir ayat ini, huruf Ha (ح) yang sukun dibaca dengan jelas. Tidak ada hukum Qalqalah karena Ha bukan termasuk huruf Qalqalah. Namun, nafas harus mengalir sedikit saat melafalkan Ha sukun (sifat Hams).
Ayat 2: وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
- النَّاسَ (an-nāsa): Pada kata ini terdapat dua hukum tajwid. Pertama, Alif Lam Syamsiyyah, di mana Alif Lam tidak dibaca dan langsung melebur ke huruf Nun (ن). Kedua, pada huruf Nun yang bertasydid (نَّ) terdapat hukum Ghunnah Musyaddadah. Cara membacanya adalah dengan menahan suara dan mendengungkannya di rongga hidung selama kurang lebih dua harakat. Setelah itu, terdapat Mad Thabi'i pada Nun berharakat Fathah yang bertemu Alif.
- يَدْخُلُونَ (yadkhulūna): Huruf Dal (د) yang berharakat sukun di tengah kata ini merupakan Qalqalah Sughra (pantulan kecil). Pantulannya harus ringan dan tidak terlalu kuat. Kemudian, pada Lam (ل) yang berharakat Dhammah bertemu dengan Waw sukun (و) terdapat hukum Mad Thabi'i, dibaca panjang dua harakat.
- فِي دِينِ (fī dīni): Keduanya mengandung hukum Mad Thabi'i. "fī" karena Fa kasrah bertemu Ya sukun, dan "dīni" karena Dal kasrah bertemu Ya sukun. Masing-masing dibaca panjang dua harakat.
- اللَّهِ (dīnillāhi): Berbeda dengan ayat pertama, Lam pada lafadz Allah di sini dibaca Tarqiq (tipis). Ini karena huruf sebelumnya, yaitu Nun (ن) pada kata "dīni", berharakat Kasrah. Maka, Lam dilafalkan tipis (diucapkan "Llah").
- أَفْوَاجًا (afwājā): Jika berhenti (waqaf) di akhir kata ini, hukum yang berlaku adalah Mad 'Iwadh. Ini terjadi karena ada huruf yang berharakat Fathatain (tanwin fathah) di akhir kalimat dan diwaqafkan. Cara membacanya adalah dengan mengubah bunyi "jan" menjadi "jaa" yang panjangnya dua harakat, seolah-olah menjadi Mad Thabi'i.
Ayat 3: فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
- فَسَبِّحْ (fasabbiḥ): Huruf Ha (ح) di akhir kata ini disukunkan. Penting untuk melafalkannya dengan jelas tanpa memantul.
- بِحَمْدِ (biḥamdi): Mim (م) sukun bertemu dengan Dal (د). Ini adalah hukum Izhar Syafawi, di mana Mim sukun dibaca dengan jelas tanpa ditahan atau didengungkan.
- رَبِّكَ (rabbika): Ra (ر) berharakat Fathah dibaca dengan Tafkhim (tebal).
- وَاسْتَغْفِرْهُ (wastagfirh): Ra (ر) pada kata ini berharakat sukun dan didahului oleh huruf berharakat Kasrah (Fa). Maka, Ra ini dibaca Tarqiq (tipis).
- إِنَّهُ (innahū): Pada Nun bertasydid (نَّ) berlaku hukum Ghunnah Musyaddadah, dibaca dengung dan ditahan dua harakat. Setelahnya, pada Ha Dhamir (ـهُ), terdapat hukum Mad Shilah Qashirah. Ini terjadi karena Ha Dhamir berada di antara dua huruf hidup dan tidak diikuti Hamzah. Dibaca panjang dua harakat seperti Mad Thabi'i.
- كَانَ (kāna): Terdapat hukum Mad Thabi'i pada Kaf (ك) berharakat Fathah yang bertemu Alif. Dibaca panjang dua harakat.
- تَوَّابًا (tawwābā): Seperti pada kata "afwājā", jika berhenti di akhir ayat ini, berlaku hukum Mad 'Iwadh. Bunyi "ban" berubah menjadi "baa" yang dibaca panjang dua harakat.
Asbabun Nuzul: Konteks Sejarah Turunnya Surah An-Nasr
Memahami konteks sejarah atau Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya) sebuah ayat atau surah sangat membantu dalam menggali makna yang lebih dalam. Surah An-Nasr memiliki latar belakang yang sangat istimewa, terkait dengan puncak perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW.
Mayoritas ulama tafsir berpendapat bahwa surah ini diturunkan setelah peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan Kota Makkah), atau sesaat sebelumnya sebagai sebuah kabar gembira dan nubuat (ramalan) yang pasti terjadi. Peristiwa Fathu Makkah sendiri terjadi pada bulan Ramadhan, di mana Rasulullah SAW dan kaum muslimin memasuki kota Makkah tanpa pertumpahan darah yang berarti. Ini adalah kemenangan besar yang menandai supremasi Islam di Jazirah Arab.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Umar biasa mengajakku masuk ke dalam majelis para tokoh senior Perang Badar. Sebagian dari mereka merasa kurang nyaman dan bertanya, 'Mengapa engkau mengajak anak ini bersama kami, padahal kami juga memiliki anak-anak seusianya?' Umar menjawab, 'Sesungguhnya ia adalah orang yang kalian ketahui (kedudukannya dalam ilmu).' Suatu hari, Umar memanggil mereka dan mengajakku serta. Aku menduga beliau memanggilku hari itu hanya untuk menunjukkan (kemampuanku) kepada mereka. Umar bertanya, 'Apa pendapat kalian tentang firman Allah: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ?' Sebagian dari mereka menjawab, 'Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan memohon ampunan-Nya ketika Dia menolong kita dan memberi kita kemenangan.' Sebagian lain diam tidak berkomentar. Lalu Umar bertanya kepadaku, 'Apakah demikian pendapatmu, wahai Ibnu Abbas?' Aku menjawab, 'Tidak.' Umar bertanya lagi, 'Lalu apa pendapatmu?' Aku menjawab, 'Itu adalah isyarat ajal Rasulullah SAW yang Allah beritahukan kepada beliau. Allah berfirman, 'Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,' yang merupakan tanda ajalmu (wahai Muhammad). Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.' Maka Umar berkata, 'Aku tidak mengetahui darinya kecuali apa yang engkau katakan'." (HR. Bukhari)
Kisah ini menunjukkan pemahaman mendalam dari Ibnu Abbas, sang "Penerjemah Al-Qur'an". Bagi banyak orang, Surah An-Nasr adalah berita tentang kemenangan. Namun, bagi Rasulullah SAW dan para sahabat yang mendalam ilmunya, surah ini juga membawa pesan lain: tugas dakwah beliau di dunia telah paripurna. Kemenangan besar dan masuknya manusia secara massal ke dalam Islam adalah tanda bahwa misi utama telah selesai. Oleh karena itu, perintah selanjutnya adalah mempersiapkan diri untuk kembali kepada Sang Pemberi Tugas, yaitu Allah SWT, dengan memperbanyak tasbih, tahmid, dan istighfar.
Diriwayatkan pula oleh Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwa setelah turunnya surah ini, Rasulullah SAW memperbanyak bacaan "Subhanallahi wa bihamdihi, astaghfirullaha wa atubu ilaih" (Maha Suci Allah dengan segala puji-Nya, aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya) dalam rukuk dan sujudnya. Beliau menafsirkan perintah dalam surah ini secara langsung dalam ibadahnya.
Tafsir dan Makna Mendalam Setiap Ayat
Meskipun ringkas, setiap ayat dalam Surah An-Nasr mengandung lautan makna. Mari kita selami tafsir dari setiap ayatnya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh.
Tafsir Ayat 1: "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan"
Ayat ini dibuka dengan kata "Iżā" (Apabila), sebuah kata syarat yang menunjukkan kepastian terjadinya sesuatu di masa depan. Ini menegaskan bahwa pertolongan dan kemenangan yang dijanjikan adalah hal yang pasti akan datang.
- نَصْرُ اللَّهِ (Naṣrullāh - Pertolongan Allah): Kata "Nasr" berarti pertolongan, dukungan, dan bantuan untuk mengalahkan musuh. Penyandaran kata "Nasr" kepada "Allah" (Naṣrullāh) memberikan makna yang sangat kuat. Ini bukan pertolongan biasa, melainkan pertolongan ilahiah yang datang langsung dari Allah. Ini mengajarkan bahwa kemenangan hakiki bukanlah hasil dari kekuatan militer, strategi manusia, atau jumlah pasukan semata, melainkan murni anugerah dan ketetapan dari Allah SWT. Tanpa pertolongan-Nya, segala usaha manusia akan sia-sia.
- وَالْفَتْحُ (wal-Fatḥ - dan Kemenangan): Kata "Al-Fath" secara harfiah berarti "pembukaan". Dalam konteks ini, para ulama sepakat bahwa yang dimaksud secara primer adalah Fathu Makkah, yaitu "terbukanya" kembali kota Makkah bagi kaum muslimin. Makkah, yang sebelumnya menjadi pusat penindasan terhadap dakwah, kini terbuka dan tunduk pada panji Islam. Namun, "Al-Fath" juga memiliki makna yang lebih luas. Ia bisa berarti terbukanya hati manusia untuk menerima kebenaran, terbukanya wilayah-wilayah baru bagi dakwah Islam, dan terbukanya pintu-pintu kebaikan dan keberkahan bagi umat. Ayat ini mengaitkan secara langsung antara datangnya pertolongan Allah dengan terwujudnya kemenangan.
Ayat ini memberikan pelajaran fundamental bahwa setiap keberhasilan dan kemenangan yang diraih oleh seorang hamba atau sebuah komunitas adalah manifestasi dari pertolongan Allah. Ini menanamkan optimisme bahwa selama umat Islam berada di jalan yang benar dan terus berjuang, pertolongan Allah pasti akan menyertai mereka.
Tafsir Ayat 2: "dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah"
Ayat kedua menggambarkan dampak langsung dari pertolongan dan kemenangan yang disebutkan di ayat pertama. Ini adalah buah dari kesabaran dan perjuangan selama bertahun-tahun.
- وَرَأَيْتَ (Wa ra'aita - dan engkau melihat): Kata ganti "engkau" (ta) ditujukan langsung kepada Nabi Muhammad SAW. Ini adalah sebuah penghormatan dan pengakuan dari Allah bahwa Nabi akan menyaksikan sendiri buah dari jerih payah dakwahnya. Beliau akan melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana manusia yang dahulu memusuhi, kini berbalik memeluk Islam.
- النَّاسَ (an-nāsa - manusia): Penggunaan kata "manusia" secara umum menunjukkan universalitas pesan Islam. Bukan hanya satu klan atau suku, tetapi berbagai kabilah dan bangsa dari seluruh Jazirah Arab.
- يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ (yadkhulūna fī dīnillāhi - mereka masuk ke dalam agama Allah): Frasa ini menggambarkan sebuah pergerakan aktif. Manusia tidak dipaksa, tetapi mereka "masuk" dengan kesadaran sendiri ke dalam "agama Allah". Penyebutan "agama Allah" menegaskan bahwa Islam bukanlah agama milik Muhammad atau milik bangsa Arab, melainkan agama universal milik Sang Pencipta.
- أَفْوَاجًا (afwājā - berbondong-bondong): Ini adalah kata kunci yang menggambarkan perubahan skala dakwah. Jika di periode Makkah orang masuk Islam secara sembunyi-sembunyi dan satu per satu, maka setelah Fathu Makkah, mereka datang dalam rombongan besar. Seluruh suku dan kabilah mengirimkan delegasi untuk menyatakan keislaman mereka di hadapan Rasulullah SAW. Fenomena ini tercatat dalam sejarah sebagai 'Amul Wufud atau "Tahun Delegasi". Ini adalah bukti nyata bahwa ketika penghalang utama (kekuasaan Quraisy di Makkah) runtuh, kebenaran Islam dapat menyebar dengan sangat cepat.
Ayat ini memberikan gambaran visual yang kuat tentang keberhasilan dakwah. Ia menjadi sumber inspirasi bahwa setelah masa-masa sulit akan datang kemudahan dan penerimaan yang luas, asalkan perjuangan dilandasi oleh keikhlasan dan kesabaran.
Tafsir Ayat 3: "maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat."
Setelah menggambarkan nikmat kemenangan yang luar biasa, ayat terakhir memberikan arahan tentang bagaimana seharusnya sikap seorang mukmin dalam merespons nikmat tersebut. Respon yang diajarkan bukanlah euforia, arogansi, atau pesta pora, melainkan kembali kepada Allah dengan penuh kerendahan hati.
- فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ (Fasabbiḥ biḥamdi rabbika - maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu): Perintah ini terdiri dari dua bagian. Pertama, Tasbih (menyucikan Allah), yaitu dengan mengucapkan "Subhanallah". Ini adalah pengakuan bahwa kemenangan ini terjadi bukan karena kehebatan kita, melainkan karena kesucian dan keagungan Allah yang terbebas dari segala kekurangan. Kita menyucikan Allah dari anggapan bahwa Dia membutuhkan bantuan kita atau bahwa kemenangan ini adalah hasil usaha kita semata. Kedua, Tahmid (memuji Allah), yaitu dengan mengucapkan "Alhamdulillah". Ini adalah bentuk syukur atas nikmat pertolongan dan kemenangan yang telah Dia anugerahkan. Menggabungkan keduanya berarti menyucikan Allah dari segala kekurangan sambil memuji-Nya atas segala kesempurnaan dan karunia-Nya.
- وَاسْتَغْفِرْهُ (Wastagfirh - dan mohonlah ampunan kepada-Nya): Ini adalah bagian yang paling mendalam. Mengapa harus memohon ampun di saat meraih kemenangan? Para ulama menjelaskan beberapa hikmah. Pertama, sebagai pengakuan atas segala kekurangan dan kelalaian yang mungkin terjadi selama proses perjuangan. Tidak ada manusia yang sempurna, bahkan dalam ibadah dan jihad sekalipun. Istighfar membersihkan segala noda tersebut. Kedua, sebagai bentuk puncak kerendahan hati. Kemenangan seringkali menjadi pintu masuk bagi kesombongan. Dengan beristighfar, seorang hamba diingatkan akan posisinya yang lemah di hadapan Allah. Ketiga, sebagaimana dipahami oleh Ibnu Abbas, ini adalah isyarat bahwa tugas telah selesai dan saatnya bersiap untuk kembali kepada Allah. Istighfar adalah bekal terbaik untuk menghadapi pertemuan dengan-Nya.
- اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا (Innahū kāna tawwābā - Sungguh, Dia Maha Penerima tobat): Ayat ini ditutup dengan sebuah penegasan yang menenangkan hati. Kata "Tawwab" berasal dari akar kata yang sama dengan "tobat" dan berada dalam bentuk superlatif, yang berarti "Sangat Banyak Menerima Tobat" atau "Maha Penerima Tobat". Ini adalah jaminan dari Allah bahwa sebesar apapun kekurangan kita, selama kita tulus kembali dan memohon ampun kepada-Nya, pintu ampunan-Nya akan selalu terbuka lebar. Ini adalah pesan rahmat dan harapan yang menutup surah kemenangan ini dengan sempurna.
Kandungan dan Hikmah Surah An-Nasr untuk Kehidupan
Dari pembahasan lafal, tajwid, asbabun nuzul, dan tafsir di atas, kita dapat memetik berbagai hikmah dan pelajaran berharga yang sangat relevan untuk kehidupan kita sebagai seorang muslim, baik dalam konteks individu maupun komunitas.
- Kemenangan Hakiki Milik Allah: Pelajaran utama adalah keyakinan bahwa segala bentuk pertolongan dan kemenangan berasal dari Allah. Ini mengajarkan kita untuk tidak pernah menyombongkan diri atas pencapaian yang kita raih, baik itu dalam karir, studi, bisnis, maupun dakwah. Semua itu adalah anugerah-Nya.
- Etika dalam Meraih Sukses: Surah ini memberikan formula spiritual dalam menyikapi kesuksesan. Saat berada di puncak, respon terbaik bukanlah berfoya-foya, tetapi meningkatkan ibadah: menyucikan Allah (tasbih), bersyukur kepada-Nya (tahmid), dan introspeksi diri serta memohon ampunan (istighfar). Ini adalah cara untuk menjaga agar nikmat tidak berubah menjadi bencana (azab) akibat kesombongan.
- Siklus Kehidupan dan Akhir dari Sebuah Tugas: Surah An-Nasr mengingatkan kita bahwa setiap tugas dan amanah di dunia ini memiliki batas akhir. Sebagaimana tugas kenabian Rasulullah SAW yang berakhir dengan sempurna, setiap kita juga memiliki tugas masing-masing. Indikator selesainya tugas dengan baik adalah ketika kita berhasil menunaikannya. Maka, saat itu adalah waktu yang tepat untuk mempersiapkan kepulangan kita kepada Allah.
- Pentingnya Istighfar dalam Setiap Keadaan: Perintah untuk beristighfar di saat kemenangan mengajarkan kita bahwa memohon ampun bukanlah tanda kelemahan atau hanya untuk para pendosa. Istighfar adalah kebutuhan setiap hamba untuk menyempurnakan amalannya, menjaga kerendahan hatinya, dan sebagai bentuk ibadah yang dicintai Allah.
- Optimisme dalam Berdakwah dan Berjuang: Ayat tentang manusia yang masuk Islam berbondong-bondong memberikan harapan dan optimisme bagi para pejuang di jalan Allah. Meskipun jalan dakwah penuh dengan rintangan, akan tiba saatnya di mana Allah akan membukakan hati manusia untuk menerima kebenaran. Kuncinya adalah kesabaran, keikhlasan, dan terus memohon pertolongan-Nya.
- Pintu Tobat Allah Selalu Terbuka: Penutup surah dengan sifat Allah "At-Tawwab" adalah sumber ketenangan yang luar biasa. Tidak peduli seberapa sering kita jatuh dalam kesalahan atau kekurangan, selama kita mau kembali kepada-Nya, Dia akan selalu menerima tobat kita. Ini mendorong kita untuk tidak pernah putus asa dari rahmat Allah.
Kesimpulan
Mempelajari lafal Surah An-Nasr lebih dari sekadar aktivitas membaca. Ia adalah sebuah perjalanan untuk merenungi hakikat pertolongan, kemenangan, dan sikap seorang hamba di hadapan Rabb-nya. Dari pelafalan yang benar sesuai tajwid, kita beranjak menuju pemahaman konteks historisnya yang agung, lalu menyelami kedalaman maknanya yang mengajarkan tentang optimisme, kerendahan hati, dan persiapan spiritual.
Surah An-Nasr adalah surah kemenangan, tetapi juga surah perpisahan. Surah kabar gembira, tetapi juga surah pengingat akan akhir sebuah perjalanan. Ia mengajarkan kita bahwa puncak dari segala pencapaian duniawi adalah dengan kembali bersimpuh di hadapan Allah, mengakui keagungan-Nya, mensyukuri nikmat-Nya, dan memohon ampunan atas segala keterbatasan kita. Semoga dengan memahami surah ini, kita dapat meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam menyikapi setiap karunia dan ujian dalam hidup, sehingga kita dapat menyelesaikan tugas kita di dunia ini dengan sebaik-baiknya dan kembali kepada-Nya dalam keadaan yang diridhai.