Misi Agung Sang Utusan Terakhir

Ilustrasi SVG lentera bercahaya dengan bulan sabit dan bintang, melambangkan petunjuk dan cahaya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad.

alt text: Ilustrasi SVG lentera bercahaya dengan bulan sabit dan bintang, melambangkan petunjuk dan cahaya Islam.

Sebelum fajar risalah menyingsing, dunia berada dalam kondisi yang membutuhkan pembaruan fundamental. Kegelapan kejahiliyahan tidak hanya merujuk pada kebodohan intelektual, tetapi lebih dalam lagi, pada krisis moral, spiritual, dan sosial yang melanda peradaban manusia. Di tengah gurun tandus Jazirah Arab, di mana kesukuan menjadi hukum tertinggi dan penyembahan berhala menjadi praktik umum, sebuah cahaya agung dipersiapkan untuk menerangi semesta. Cahaya itu adalah diutusnya seorang manusia pilihan, Muhammad bin Abdullah. Pertanyaan fundamental yang bergema sepanjang sejarah adalah, Nabi Muhammad diutus Allah untuk apa? Jawabannya bukanlah sebuah poin tunggal, melainkan sebuah mozaik agung dari berbagai misi mulia yang saling terkait, membentuk sebuah cetak biru peradaban ilahiah di muka bumi.

Misi ini bukanlah sekadar transmisi pesan, melainkan sebuah proyek transformasi total. Ia mencakup pemurnian keyakinan paling dasar manusia tentang Tuhan, penyempurnaan karakter dan etika, pembangunan tatanan masyarakat yang adil, serta penebaran rahmat yang melintasi batas-batas geografis, etnis, dan bahkan spesies. Setiap langkah, ucapan, dan ketetapan beliau adalah bagian dari wahyu yang diturunkan untuk mengeluarkan manusia dari berbagai bentuk kegelapan menuju cahaya yang satu.

Memurnikan Tauhid dan Memberantas Kemusyrikan

Inti dari semua misi kenabian adalah penegakan tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam segala bentuk peribadatan dan keyakinan. Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Arab, meskipun sebagian mengakui eksistensi Tuhan Yang Maha Tinggi, telah menodai keyakinan tersebut dengan praktik kemusyrikan yang parah. Ka'bah, bangunan suci yang didirikan oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail, sebagai pusat monoteisme, justru dikotori oleh ratusan berhala yang dianggap sebagai perantara kepada Tuhan.

Kondisi Spiritual Pra-Islam

Masyarakat kala itu hidup dalam politeisme yang terang-terangan. Berhala-berhala seperti Latta, Uzza, dan Manat disembah, diberi sesajen, dan dimintai pertolongan. Setiap kabilah memiliki berhalanya sendiri, menjadi simbol kebanggaan sekaligus sumber perpecahan. Keyakinan ini melahirkan sebuah tatanan sosial yang timpang. Para penjaga berhala dan elite Quraisy mendapatkan keuntungan ekonomi dan status sosial dari sistem pagan ini. Manusia menjadi hamba bagi benda mati ciptaannya sendiri, sebuah ironi yang merendahkan martabat kemanusiaan yang seharusnya menjadi khalifah di bumi. Ketergantungan pada ramalan, sihir, dan takhayul merajalela, menjauhkan akal sehat dari logika dan petunjuk ilahi.

Seruan Pembebasan: Lā ilāha illallāh

Maka, Nabi Muhammad diutus Allah untuk pertama-tama mendeklarasikan kalimat pembebasan: "Lā ilāha illallāh" (Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah). Kalimat ini bukan sekadar frasa teologis, melainkan sebuah revolusi. Ia membebaskan jiwa manusia dari perbudakan terhadap makhluk, baik itu batu, manusia lain, hawa nafsu, maupun sistem yang zalim. Dengan mengakui hanya Allah sebagai satu-satunya Tuhan, manusia mengembalikan martabatnya yang luhur. Semua manusia menjadi setara di hadapan Sang Pencipta, menghancurkan hierarki palsu yang dibangun atas dasar keturunan, kekayaan, atau kekuatan.

Dakwah tauhid ini menantang status quo secara langsung. Ia meruntuhkan fondasi ekonomi dan politik kaum kafir Quraisy yang bergantung pada paganisme. Perlawanan yang diterima oleh Nabi dan para sahabatnya di fase awal dakwah menunjukkan betapa fundamentalnya perubahan yang dibawa oleh seruan tauhid ini. Mereka disiksa, diboikot, dan diusir bukan karena membawa ajaran moral yang buruk, tetapi karena ajaran tauhid mengancam struktur kekuasaan yang ada. Perjuangan ini adalah bukti bahwa tauhid bukan hanya konsep abstrak, melainkan sebuah kekuatan transformatif yang membebaskan.

Menyempurnakan Akhlak Mulia

Salah satu pilar terpenting dari misi kenabian dirangkum dalam sabda beliau yang terkenal:

"Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."

Pernyataan ini sangat mendalam. Kata "menyempurnakan" (li utammima) mengisyaratkan bahwa beberapa nilai-nilai moral yang baik sudah ada dalam masyarakat, seperti keberanian, kedermawanan, dan menepati janji. Namun, nilai-nilai ini sering kali diterapkan secara selektif dan dibatasi oleh fanatisme kesukuan ('ashabiyah). Islam datang bukan untuk menghapus semuanya, melainkan untuk memurnikan, meluruskan, dan menyempurnakan fondasi moral tersebut dalam kerangka ilahi.

Transformasi dari Jahiliyah ke Peradaban Beradab

Masyarakat jahiliyah diliputi oleh berbagai krisis moral. Pertumpahan darah antar suku bisa terjadi karena masalah sepele dan berlangsung puluhan tahun. Praktik mengubur bayi perempuan hidup-hidup adalah noda kelam dalam sejarah kemanusiaan. Perjudian, minuman keras, dan perzinaan dianggap biasa. Keangkuhan dan kesombongan atas dasar keturunan menjadi kebanggaan. Dalam konteks inilah, Nabi Muhammad diutus Allah untuk menjadi teladan hidup (uswatun hasanah).

Beliau mengajarkan dan mempraktikkan kejujuran, sehingga bahkan sebelum menjadi nabi, beliau telah digelari Al-Amin (Yang Terpercaya). Beliau mencontohkan kasih sayang yang luar biasa, tidak hanya kepada keluarga dan sahabat, tetapi juga kepada anak-anak, para janda, orang miskin, dan bahkan kepada musuh-musuhnya. Kisah bagaimana beliau tetap menyuapi seorang pengemis buta Yahudi yang setiap hari mencelanya adalah puncak dari akhlak welas asih.

Akhlak sebagai Cerminan Iman

Dalam ajaran yang beliau bawa, akhlak bukanlah sekadar etika sosial, melainkan manifestasi dari keimanan. Iman yang benar harus berbuah pada perilaku yang baik. Beliau mengajarkan bahwa "Muslim yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya." Keadilan adalah pilar utama akhlak yang beliau tegakkan. Beliau menyatakan bahwa jika putrinya sendiri, Fatimah, mencuri, niscaya beliau akan memotong tangannya. Ini adalah deklarasi supremasi hukum yang setara bagi semua, sebuah konsep revolusioner pada masanya.

Kesabaran beliau dalam menghadapi cemoohan, fitnah, dan penganiayaan fisik di Makkah adalah teladan keteguhan. Sikap pemaaf beliau mencapai puncaknya saat peristiwa Fathu Makkah (Pembebasan Makkah). Ketika beliau kembali sebagai pemenang ke kota tempat beliau diusir, beliau memberikan ampunan massal kepada para musuh yang dulu menyiksanya, seraya berkata, "Pergilah, kalian semua bebas." Ini adalah pelajaran abadi tentang kemenangan sejati yang bukan diraih dengan balas dendam, melainkan dengan kemurahan hati.

Sebagai Rahmat bagi Seluruh Alam (Rahmatan lil 'Ālamīn)

Misi kenabian Muhammad tidak terbatas pada bangsa Arab atau bahkan umat manusia saja. Al-Qur'an dengan tegas menyatakan bahwa Nabi Muhammad diutus Allah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Konsep 'ālamīn (seluruh alam) mencakup manusia, jin, hewan, tumbuhan, dan seluruh ekosistem. Ini adalah visi universal yang melampaui segala sekat.

Rahmat bagi Kemanusiaan Universal

Rahmat ini terwujud dalam ajaran yang mengangkat derajat kemanusiaan. Islam datang menghapuskan perbudakan secara bertahap dengan mendorong pembebasan budak sebagai salah satu bentuk penebusan dosa yang paling utama. Beliau mengangkat status perempuan dari posisi yang terhina menjadi makhluk yang mulia, memiliki hak waris, hak atas mahar, dan hak untuk mendapatkan pendidikan serta perlakuan yang baik. Beliau memberikan perhatian luar biasa kepada anak-anak yatim, menjanjikan kedekatan di surga bagi siapa saja yang memelihara mereka dengan baik.

Bahkan dalam kondisi perang, rahmat Islam tetap ditegakkan. Beliau menetapkan etika perang yang sangat manusiawi: dilarang membunuh perempuan, anak-anak, orang tua, pendeta atau biarawan. Dilarang merusak tanaman, menebang pohon buah-buahan, dan menghancurkan bangunan. Ini adalah kode etik militer yang jauh melampaui zamannya, menunjukkan bahwa tujuan peperangan dalam Islam bukanlah pemusnahan, melainkan menghentikan kezaliman.

Rahmat bagi Makhluk Selain Manusia

Rahmat beliau juga meluas ke dunia binatang. Terdapat banyak riwayat yang menunjukkan kasih sayang beliau kepada hewan. Beliau melarang menyiksa binatang, menjadikannya sasaran panah, atau membebaninya di luar kemampuannya. Beliau menceritakan kisah tentang seorang wanita yang masuk neraka karena mengurung seekor kucing tanpa memberinya makan, dan seorang laki-laki yang diampuni dosanya karena memberi minum seekor anjing yang kehausan. Ajaran ini menanamkan rasa empati dan tanggung jawab ekologis.

Beliau juga mengajarkan untuk tidak boros dalam menggunakan sumber daya alam, seperti air, bahkan saat berwudhu di sungai yang mengalir. Prinsip-prinsip ini membentuk dasar bagi etika lingkungan dalam Islam, sebuah konsep yang sangat relevan di era modern yang menghadapi krisis ekologis. Dengan demikian, misi beliau sebagai rahmat bagi alam semesta adalah sebuah visi holistik tentang keharmonisan antara manusia, Sang Pencipta, dan seluruh ciptaan-Nya.

Membangun Peradaban Baru Berbasis Keadilan

Setelah hijrah ke Madinah, misi kenabian memasuki fase baru: implementasi ajaran dalam sebuah tatanan sosial-politik. Nabi Muhammad diutus Allah untuk tidak hanya menjadi pemimpin spiritual, tetapi juga seorang negarawan ulung yang membangun fondasi sebuah peradaban baru yang tercerahkan.

Dari Ikatan Suku ke Persaudaraan Universal (Ummah)

Langkah pertama yang beliau lakukan di Madinah adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin (pendatang dari Makkah) dengan kaum Anshar (penduduk asli Madinah). Ini adalah sebuah terobosan sosial yang luar biasa. Ikatan primordialisme kesukuan yang telah mendarah daging selama berabad-abad digantikan dengan ikatan baru yang lebih luhur: persaudaraan iman (ukhuwah Islamiyah). Loyalitas tidak lagi didasarkan pada darah dan keturunan, tetapi pada nilai dan keyakinan yang sama. Konsep "ummah" atau komunitas global pun lahir.

Selanjutnya, beliau merumuskan Piagam Madinah, yang dianggap oleh banyak sejarawan sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia. Dokumen ini mengatur kehidupan bersama antara komunitas Muslim dengan komunitas Yahudi dan suku-suku lain di Madinah. Piagam ini menjamin kebebasan beragama, keamanan jiwa dan harta, serta kesetaraan di depan hukum bagi semua warga, tanpa memandang latar belakang agama atau suku mereka. Ini adalah cetak biru bagi masyarakat pluralistik yang adil dan toleran.

Menegakkan Keadilan Ekonomi

Peradaban yang beliau bangun juga berdiri di atas pilar keadilan ekonomi. Beliau melarang keras praktik riba (bunga/usury) yang mencekik kaum miskin dan menciptakan kesenjangan. Sebagai gantinya, Islam mendorong praktik perdagangan yang jujur, kerja sama ekonomi (seperti mudharabah dan musyarakah), serta melembagakan instrumen redistribusi kekayaan yang revolusioner: zakat, infak, dan sedekah.

Zakat bukan sekadar filantropi atau sumbangan sukarela, melainkan sebuah kewajiban yang terstruktur. Ia berfungsi sebagai jaring pengaman sosial, memastikan bahwa kebutuhan dasar fakir miskin, yatim piatu, dan orang-orang yang terlilit utang dapat terpenuhi. Sistem ini bertujuan untuk mengikis kemiskinan dan memastikan sirkulasi kekayaan di masyarakat, mencegahnya hanya menumpuk di tangan segelintir orang. Dengan demikian, beliau membangun sebuah model ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan bersama, bukan keuntungan individu semata.

Sebagai Pembawa Kabar Gembira dan Peringatan

Fungsi fundamental lain dari seorang rasul adalah sebagai Basyīran wa Nadzīran, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Misi ini menyentuh aspek psikologis dan spiritual setiap individu, memberikan tujuan hidup dan kerangka moral untuk bertindak.

Sebagai Basyīr (pembawa kabar gembira), Nabi Muhammad diutus Allah untuk menyampaikan harapan. Beliau memberitakan tentang ampunan Allah yang tak terbatas bagi mereka yang bertaubat, tentang kasih sayang-Nya yang melampaui murka-Nya, dan tentang balasan surga yang penuh kenikmatan abadi bagi mereka yang beriman dan beramal saleh. Kabar gembira ini memberikan ketenangan jiwa, optimisme, dan motivasi untuk terus berbuat baik meskipun menghadapi kesulitan di dunia. Ia mengajarkan bahwa setiap tetes keringat dalam kebaikan dan setiap detik kesabaran dalam ujian tidak akan pernah sia-sia di sisi Allah.

Sebagai Nadzīr (pemberi peringatan), beliau mengingatkan manusia akan konsekuensi dari perbuatan buruk. Peringatan ini bukan untuk menakut-nakuti secara buta, melainkan untuk membangkitkan kesadaran dan rasa tanggung jawab. Beliau memperingatkan tentang keadilan Allah yang mutlak, tentang adanya hari pembalasan di mana setiap perbuatan akan diperhitungkan, dan tentang siksa neraka sebagai akibat dari keingkaran, kezaliman, dan kerusakan. Peringatan ini berfungsi sebagai rem moral, mencegah manusia dari terjerumus ke dalam perilaku yang merusak diri sendiri dan orang lain.

Keseimbangan antara kabar gembira dan peringatan ini menciptakan seorang individu yang seimbang: penuh harap (raja') pada rahmat Allah, namun juga waspada dan takut (khauf) akan azab-Nya. Keseimbangan inilah yang mendorong manusia untuk terus berusaha menjadi lebih baik, menjauhi larangan, dan melaksanakan perintah dengan ikhlas.

Penutup: Misi yang Tak Lekang oleh Waktu

Jadi, untuk apa Nabi Muhammad diutus Allah? Jawabannya terbentang luas laksana samudra. Beliau diutus untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya yang paling murni: menyembah satu Tuhan Yang Esa. Beliau diutus untuk menjadi standar emas akhlak mulia, menunjukkan bagaimana menjadi manusia yang paling manusiawi. Beliau diutus untuk menebarkan jaring-jaring rahmat ke seluruh penjuru alam, melindungi yang lemah, menyayangi semua makhluk, dan menjaga kelestarian bumi. Beliau diutus untuk membangun sebuah peradaban yang tegak di atas pilar keadilan, persaudaraan, dan ilmu pengetahuan.

Misi beliau bukanlah untuk satu zaman atau satu bangsa. Ajarannya bersifat universal dan relevansinya abadi. Di tengah dunia modern yang sering kali kehilangan arah, dilanda krisis moral, ketidakadilan sosial, dan kerusakan lingkungan, risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad menawarkan solusi yang komprehensif. Ia adalah cahaya petunjuk yang terus bersinar, mengajak umat manusia untuk kembali kepada Tuhannya, memperbaiki hubungannya dengan sesama, dan menjalankan perannya sebagai penjaga bumi yang bertanggung jawab. Misi agung ini adalah warisan terindah bagi siapa saja yang merindukan kebenaran, keadilan, dan kedamaian sejati.

🏠 Homepage