Banjarmasin, ibu kota Kalimantan Selatan, tidak hanya dikenal sebagai "Kota Seribu Sungai" tetapi juga sebagai pusat kekayaan budaya Melayu yang kental. Salah satu manifestasi paling nyata dari kekayaan ini adalah pakaian adat tradisionalnya yang memukau. Pakaian adat Banjarmasin mencerminkan sejarah panjang masyarakat Banjar, pengaruh Islam yang kuat, serta keindahan alam tropis di sekitarnya.
Pakaian adat ini tidak hanya digunakan dalam upacara keagamaan atau pernikahan, tetapi juga menjadi simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Kalimantan Selatan. Setiap helai kain, setiap sulaman emas, dan setiap aksesoris memiliki makna filosofis yang mendalam, menunjukkan stratifikasi sosial dan estetika khas daerah tersebut.
Pakaian adat pria Banjarmasin, sering disebut sebagai Busana Pengantin atau busana resmi adat Banjar, mencerminkan kegagahan sekaligus kesopanan. Busana ini didominasi oleh warna-warna gelap seperti hitam atau hijau tua, namun dihiasi dengan sulaman emas yang mencolok, melambangkan kemuliaan.
Bagi kaum wanita, pakaian adat Banjarmasin memancarkan keanggunan seorang putri bangsawan. Pakaian ini menekankan pada penggunaan kain songket yang mewah serta perhiasan yang berlimpah, menciptakan siluet yang anggun dan memukau.
Sulaman emas (sering disebut 'Sasirangan' walau Sasirangan lebih merujuk pada teknik ikat celup) pada pakaian adat Banjar sangat penting. Penggunaan benang emas melambangkan kemakmuran dan status sosial masyarakat Banjar di masa lampau.
Meskipun bukan bagian dari busana lengkap secara langsung, teknik pewarnaan kain yang disebut Sasirangan adalah identitas visual terkuat dari budaya Banjar. Sasirangan adalah kain tradisional yang dibuat dengan teknik ikat celup (resist dyeing) di mana benang diikat rapat sebelum dicelup. Hasilnya adalah motif geometris yang khas, sering digunakan sebagai selendang, ikat pinggang, atau bawahan pelengkap busana adat.
Warna-warna yang dominan dalam Sasirangan—seperti merah, kuning, dan hitam—memiliki makna simbolis tersendiri. Merah melambangkan keberanian, kuning melambangkan keagungan, sementara hitam melambangkan ketabahan. Kombinasi warna ini membuat pakaian adat Banjarmasin selalu terlihat hidup dan kaya akan narasi budaya.
Saat ini, meskipun jarang digunakan sehari-hari, pakaian adat Banjarmasin terus dilestarikan melalui berbagai pertunjukan seni, upacara adat seperti pernikahan, dan acara-acara seremonial kenegaraan, memastikan bahwa pesona busana Melayu pesisir ini akan terus dikenang oleh generasi mendatang.