Membedah Pelaksanaan Asesmen Nasional di Sekolah Dasar

Ilustrasi Pelaksanaan Asesmen Nasional Seorang siswa SD menggunakan komputer untuk Asesmen Nasional, dengan ikon literasi, numerasi, dan karakter di sekitarnya. 123 Ilustrasi siswa sekolah dasar mengerjakan Asesmen Nasional di komputer, menunjukkan proses evaluasi pendidikan.

Pendidikan merupakan fondasi peradaban suatu bangsa. Untuk memastikan fondasi ini kokoh, diperlukan sebuah sistem evaluasi yang komprehensif, akurat, dan berorientasi pada perbaikan. Di sinilah Asesmen Nasional hadir sebagai sebuah terobosan dalam lanskap evaluasi pendidikan di Indonesia, khususnya di jenjang Sekolah Dasar (SD). Pelaksanaan Asesmen Nasional SD bukan sekadar pengganti ujian akhir, melainkan sebuah paradigma baru yang memotret kesehatan sistem pendidikan secara holistik, dari kompetensi siswa hingga kualitas lingkungan belajar.

Artikel ini akan mengupas secara mendalam dan terperinci mengenai seluk-beluk pelaksanaan Asesmen Nasional di tingkat SD. Mulai dari filosofi yang mendasarinya, komponen yang diujikan, mekanisme teknis di lapangan, hingga cara memanfaatkan hasilnya untuk menciptakan ekosistem sekolah yang lebih baik. Memahami esensi dari asesmen ini adalah langkah pertama bagi seluruh pemangku kepentingan—guru, kepala sekolah, orang tua, dan masyarakat—untuk berkolaborasi dalam meningkatkan mutu pendidikan dasar.

Transformasi Paradigma: Dari Ujian Akhir ke Pemetaan Mutu

Untuk memahami pelaksanaan Asesmen Nasional SD, penting untuk terlebih dahulu menyelami pergeseran fundamental dari model evaluasi sebelumnya. Selama bertahun-tahun, sistem pendidikan kita sangat akrab dengan Ujian Nasional (UN) yang berfokus pada penilaian individu siswa di akhir jenjang pendidikan. UN seringkali menjadi momok yang menimbulkan tekanan psikologis tinggi, baik bagi siswa, guru, maupun orang tua. Fokus utamanya adalah pada penguasaan konten mata pelajaran tertentu dan hasilnya menentukan kelulusan individu.

Asesmen Nasional (AN) lahir dari sebuah kesadaran bahwa evaluasi semacam itu tidak cukup untuk memberikan gambaran utuh tentang kualitas pendidikan. AN dirancang bukan untuk menghakimi individu siswa, melainkan untuk mengevaluasi dan memetakan mutu sistem pendidikan. Hasilnya tidak memiliki konsekuensi langsung pada kelulusan siswa, melainkan berfungsi sebagai umpan balik (feedback) bagi satuan pendidikan dan pemerintah daerah. Tujuannya adalah untuk mendorong refleksi dan perbaikan proses pembelajaran secara berkelanjutan.

Asesmen Nasional adalah cermin bagi sekolah. Ia tidak bertujuan untuk mencari siapa yang salah, tetapi untuk menunjukkan di mana kita bisa menjadi lebih baik. Cermin ini merefleksikan tiga aspek krusial: hasil belajar kognitif, hasil belajar non-kognitif (karakter), dan kualitas lingkungan belajar.

Perbedaan mendasar ini mengubah cara pandang terhadap evaluasi. Jika UN adalah "assessment of learning" (penilaian atas apa yang telah dipelajari), maka AN lebih condong ke arah "assessment for learning" (penilaian untuk perbaikan pembelajaran) dan "assessment as learning" (penilaian sebagai proses belajar itu sendiri). Dengan demikian, fokus bergeser dari sekadar angka dan peringkat menjadi sebuah upaya kolektif untuk memahami kekuatan dan kelemahan sistem guna merancang intervensi yang tepat sasaran.

Tiga Pilar Utama Asesmen Nasional

Pelaksanaan Asesmen Nasional SD ditopang oleh tiga instrumen utama yang saling melengkapi. Ketiganya dirancang untuk memberikan potret yang komprehensif tentang kualitas pendidikan di sebuah sekolah. Ketiga pilar tersebut adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.

1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM): Mengukur Kemampuan Bernalar

AKM adalah jantung dari Asesmen Nasional yang mengukur hasil belajar kognitif siswa. Namun, berbeda dari ujian konvensional yang menguji penguasaan konten mata pelajaran, AKM berfokus pada dua kompetensi mendasar yang lintas mata pelajaran dan esensial untuk kehidupan, yaitu Literasi Membaca dan Numerasi.

Literasi Membaca

Literasi membaca didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia. Ini bukan sekadar kemampuan membaca teknis, melainkan kemampuan berpikir kritis terhadap informasi yang disajikan dalam bentuk tulisan.

Numerasi

Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari dalam berbagai jenis konteks yang relevan. Sama seperti literasi, numerasi menekankan pada aplikasi konsep matematika dalam kehidupan nyata, bukan sekadar kemampuan menghitung mekanis.

2. Survei Karakter: Memotret Profil Pelajar Pancasila

Pendidikan tidak hanya bertujuan mencerdaskan secara intelektual, tetapi juga membentuk karakter yang luhur. Inilah peran dari Survei Karakter. Instrumen ini dirancang untuk mengukur hasil belajar non-kognitif siswa yang mengacu pada enam dimensi Profil Pelajar Pancasila. Survei ini memberikan gambaran tentang sikap, nilai, dan keyakinan yang dimiliki siswa.

Enam dimensi yang diukur adalah:

  1. Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia: Mencakup akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak kepada alam, dan akhlak bernegara.
  2. Berkebinekaan Global: Kemampuan untuk mengenal dan menghargai budaya lain, kemampuan komunikasi interkultural, dan refleksi terhadap pengalaman kebinekaan.
  3. Gotong Royong: Kemampuan untuk berkolaborasi, memiliki kepedulian, dan berbagi dengan sesama.
  4. Mandiri: Memiliki kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta mampu meregulasi diri sendiri.
  5. Bernalar Kritis: Kemampuan untuk memperoleh dan memproses informasi, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran, dan mengambil keputusan.
  6. Kreatif: Kemampuan untuk menghasilkan gagasan yang orisinal serta karya dan tindakan yang inovatif.

Soal-soal dalam Survei Karakter berbentuk pilihan ganda di mana tidak ada jawaban benar atau salah. Siswa diminta untuk memilih opsi yang paling sesuai dengan diri mereka, sehingga hasilnya mencerminkan kecenderungan karakter mereka yang sesungguhnya.

3. Survei Lingkungan Belajar: Mengukur Kualitas Proses Belajar

Hasil belajar siswa tidak dapat dilepaskan dari kualitas lingkungan tempat mereka belajar. Survei Lingkungan Belajar (Sulingjar) bertujuan untuk memotret berbagai aspek input dan proses belajar-mengajar di sekolah. Instrumen ini diisi oleh seluruh kepala sekolah dan guru, bukan oleh siswa. Data yang terkumpul memberikan informasi berharga mengenai iklim keamanan, inklusivitas, praktik pengajaran, dan kepemimpinan sekolah.

Beberapa aspek yang diukur dalam Sulingjar antara lain:

Data dari Sulingjar menjadi krusial karena menghubungkan antara "apa yang dilakukan sekolah" (input dan proses) dengan "apa yang dicapai siswa" (output dari AKM dan Survei Karakter). Ini memungkinkan sekolah untuk mengidentifikasi area-area spesifik yang perlu diperbaiki dalam proses pembelajarannya.

Mekanisme Pelaksanaan di Lapangan

Pelaksanaan Asesmen Nasional di tingkat SD memiliki beberapa karakteristik teknis yang penting untuk dipahami. Mekanisme ini dirancang untuk memastikan data yang diperoleh valid, reliabel, dan efisien.

Peserta Asesmen: Metode Sampling

Berbeda dengan UN yang bersifat sensus (diikuti seluruh siswa di tingkat akhir), Asesmen Nasional menggunakan metode sampling (pemilihan sampel). Peserta AKM di jenjang SD adalah siswa kelas V. Mengapa kelas V? Tujuannya adalah agar hasil asesmen dapat digunakan untuk perbaikan pembelajaran sebelum siswa lulus dari sekolah tersebut. Siswa kelas V masih memiliki satu tahun lagi untuk merasakan dampak dari perbaikan yang dilakukan sekolah berdasarkan hasil AN.

Peserta dipilih secara acak oleh sistem dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Jumlah maksimal peserta dari setiap sekolah adalah 30 siswa, dengan 5 siswa cadangan. Jika sebuah sekolah memiliki siswa kelas V kurang dari 30, maka seluruh siswa akan menjadi peserta. Metode sampling ini dianggap efisien dan sudah cukup representatif untuk memotret kondisi sekolah secara umum, sekaligus mengurangi beban logistik dan psikologis.

Sementara itu, untuk Survei Lingkungan Belajar, pesertanya adalah seluruh kepala sekolah dan guru yang terdaftar di Dapodik. Ini bersifat sensus karena persepsi dari setiap individu pendidik dianggap penting untuk mendapatkan gambaran utuh tentang lingkungan sekolah.

Moda Pelaksanaan: Daring dan Semi-Daring

Pelaksanaan AN dilakukan secara berbasis komputer, yang dikenal dengan istilah ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer). Terdapat dua moda pelaksanaan yang bisa dipilih oleh sekolah sesuai dengan kesiapan infrastrukturnya:

  1. Moda Daring (Online): Dalam moda ini, setiap komputer klien (komputer yang digunakan siswa) harus terhubung langsung dengan internet. Seluruh data dikirimkan langsung ke server pusat. Moda ini memerlukan koneksi internet yang stabil selama pelaksanaan asesmen.
  2. Moda Semi-Daring (Semi-Online): Moda ini menjadi solusi bagi sekolah dengan koneksi internet yang kurang stabil. Sekolah perlu menyediakan sebuah komputer proktor yang berfungsi sebagai server lokal. Komputer proktor ini akan terhubung ke server pusat untuk melakukan sinkronisasi data (mengunduh soal dan mengunggah jawaban) sebelum dan sesudah pelaksanaan tes. Selama tes berlangsung, komputer klien hanya perlu terhubung ke server lokal (komputer proktor) melalui jaringan LAN, tanpa memerlukan koneksi internet aktif.

Sekolah yang tidak memiliki infrastruktur yang memadai dapat menumpang di sekolah lain yang fasilitasnya lebih lengkap, yang dikenal sebagai sekolah penyelenggara ANBK.

Jadwal dan Alokasi Waktu

Pelaksanaan AN untuk jenjang SD biasanya dijadwalkan dalam dua hari. Pembagian instrumen dan alokasi waktunya dirancang dengan cermat:

Perlu dicatat bahwa Survei Lingkungan Belajar yang diisi oleh siswa pada hari kedua memiliki fokus yang berbeda dari yang diisi oleh guru dan kepala sekolah. Versi siswa lebih berfokus pada persepsi mereka terhadap iklim keamanan dan inklusivitas di sekolah.

Bentuk Soal yang Adaptif

Salah satu keunggulan teknis dari AKM adalah penggunaan Computerized Multi-Stage Adaptive Testing (MSAT). Artinya, tingkat kesulitan soal yang akan diterima oleh seorang siswa disesuaikan dengan kemampuannya. Sistem ini bekerja dalam beberapa tahap (stage).

Setiap siswa akan memulai dengan paket soal (stage 1) dengan tingkat kesulitan medium. Berdasarkan performa siswa di stage 1, sistem akan menentukan paket soal di stage 2: jika performanya baik, ia akan mendapat soal yang lebih sulit; jika performanya kurang baik, ia akan mendapat soal yang lebih mudah. Mekanisme ini membuat pengukuran menjadi lebih presisi dan efisien, karena setiap siswa diuji pada level yang paling sesuai dengan kemampuannya.

Bentuk soal dalam AKM juga sangat beragam, tidak hanya pilihan ganda biasa. Variasi ini meliputi:

Pemanfaatan Hasil: Dari Data Menjadi Aksi

Inilah bagian terpenting dari seluruh rangkaian pelaksanaan Asesmen Nasional. Hasil AN tidak akan bermakna jika hanya berhenti sebagai tumpukan data. Tujuan utamanya adalah untuk memicu refleksi dan perbaikan. Hasil AN disajikan dalam sebuah platform bernama Rapor Pendidikan.

Memahami Rapor Pendidikan

Rapor Pendidikan adalah dasbor yang menampilkan hasil evaluasi sistem pendidikan secara terintegrasi. Platform ini dapat diakses oleh satuan pendidikan dan pemerintah daerah. Penting untuk ditekankan bahwa Rapor Pendidikan tidak menampilkan skor individu siswa. Data yang disajikan adalah data agregat di level sekolah.

Hasil AKM Literasi dan Numerasi disajikan dalam bentuk persentase siswa pada setiap level kompetensi:

Hasil Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar disajikan dalam bentuk indeks atau skor komposit yang menunjukkan kondisi sekolah dibandingkan dengan rata-rata nasional atau daerah. Misalnya, Indeks Iklim Keamanan Sekolah, Indeks Karakter Gotong Royong, dan sebagainya.

Perencanaan Berbasis Data (PBD)

Rapor Pendidikan dirancang untuk menjadi dasar bagi proses Perencanaan Berbasis Data (PBD). Ini adalah sebuah siklus perbaikan yang berkelanjutan di tingkat sekolah. Alurnya adalah sebagai berikut:

  1. Identifikasi: Sekolah mempelajari Rapor Pendidikannya untuk mengidentifikasi mana saja indikator yang sudah baik (berwarna hijau), cukup (berwarna kuning), atau masih kurang (berwarna merah). Sekolah memprioritaskan indikator yang paling perlu diperbaiki.
  2. Refleksi: Setelah mengidentifikasi masalah, sekolah melakukan refleksi mendalam untuk mencari akar masalahnya. Misalnya, jika hasil literasi rendah, apakah akar masalahnya ada pada minimnya koleksi buku bacaan, metode mengajar guru yang kurang menarik, atau budaya membaca di sekolah yang belum terbentuk?
  3. Benahi: Berdasarkan akar masalah yang ditemukan, sekolah merumuskan program atau kegiatan perbaikan yang konkret dan relevan. Program ini kemudian dimasukkan ke dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Contohnya, jika akar masalahnya adalah metode mengajar, maka solusinya adalah mengadakan pelatihan guru tentang strategi pembelajaran literasi yang aktif dan menyenangkan.
  4. Evaluasi: Sekolah memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program perbaikan tersebut untuk melihat dampaknya. Hasil AN pada periode berikutnya akan menjadi salah satu alat untuk mengevaluasi efektivitas program yang telah dijalankan.

Dengan siklus PBD ini, Asesmen Nasional benar-benar menjadi alat diagnostik yang kuat untuk mendorong perbaikan mutu pendidikan yang berasal dari kesadaran internal sekolah itu sendiri.

Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan

Keberhasilan pelaksanaan Asesmen Nasional SD dan pemanfaatan hasilnya sangat bergantung pada kolaborasi semua pihak.

Kesimpulan: Sebuah Langkah Maju untuk Pendidikan Dasar

Pelaksanaan Asesmen Nasional di Sekolah Dasar menandai sebuah era baru dalam evaluasi pendidikan di Indonesia. Ini adalah sebuah sistem yang dirancang secara cermat untuk beralih dari budaya menilai dan menghakimi menjadi budaya belajar dan memperbaiki. Dengan tiga pilarnya—AKM, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar—Asesmen Nasional memberikan diagnosis yang komprehensif tentang kesehatan ekosistem pendidikan di setiap sekolah.

Fokus pada kompetensi fundamental seperti literasi dan numerasi, pembentukan karakter Pelajar Pancasila, serta pengukuran kualitas lingkungan belajar menunjukkan komitmen untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga berkarakter kuat dan siap menghadapi tantangan zaman. Pemanfaatan hasilnya melalui Rapor Pendidikan dan Perencanaan Berbasis Data memberdayakan sekolah untuk menjadi agen perubahan bagi dirinya sendiri.

Pada akhirnya, Asesmen Nasional bukanlah tujuan, melainkan alat. Sebuah alat yang kuat untuk membantu kita semua melihat lebih jernih, berefleksi lebih dalam, dan bertindak lebih tepat sasaran demi satu tujuan mulia: mewujudkan pendidikan berkualitas yang merata untuk setiap anak bangsa, dimulai dari fondasi terpentingnya di jenjang Sekolah Dasar.

🏠 Homepage