Kematian orang tua, baik ayah maupun ibu, merupakan ujian berat bagi keluarga. Di samping duka mendalam, muncul pula urusan penting terkait harta peninggalan. Dalam ajaran Islam, pembagian warisan atau faraidh memiliki aturan yang sangat jelas dan rinci, bertujuan untuk keadilan dan mencegah perselisihan di antara ahli waris. Artikel ini akan membahas bagaimana pembagian warisan dilakukan menurut Islam ketika kedua orang tua, ayah dan ibu, telah meninggal dunia.
Prinsip utama dalam pembagian warisan Islam adalah berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW. Harta warisan hanya dapat dibagikan setelah tiga hal utama terpenuhi:
Setelah ketiga hal tersebut dipenuhi, barulah sisa harta yang ada disebut dengan harta warisan bersih yang siap untuk dibagikan kepada para ahli waris yang berhak.
Ketika ayah dan ibu telah meninggal, harta peninggalan mereka akan dibagi kepada ahli warisnya. Urutan ahli waris dan bagiannya diatur secara spesifik. Ahli waris yang paling utama berhak menerima warisan dalam kasus ini meliputi:
Anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, adalah ahli waris utama. Dalam Al-Qur'an disebutkan, "Allah mewasiatkan bagimu tentang (pembagian harta warisan untuk) anak-anakmu, yaitu: bagian seorang laki-laki sama dengan dua orang perempuan. Jika mereka (ahli waris) semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; dan jika dia (anak perempuan) seorang saja, maka dia mendapat setengah (separuh) harta itu. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta itu, jika yang meninggal mempunyai anak; jika dia tidak mempunyai anak dan diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya, maka ibunya mendapat sepertiga; jika dia (mayyit) tidak mempunyai saudara, maka ibunya mendapat sepertiga (dari sisa setelah diwasiatkan)." (QS. An-Nisa': 11).
Dari ayat ini, jelas bahwa anak laki-laki mendapatkan dua kali lipat dari anak perempuan. Misalnya, jika ada satu anak laki-laki dan satu anak perempuan, maka anak laki-laki mendapat 2/3 bagian dan anak perempuan mendapat 1/3 bagian dari total harta warisan setelah dikurangi hutang, wasiat, dan biaya jenazah. Jika hanya ada anak perempuan, ia bisa mendapatkan separuh atau dua pertiga harta, tergantung jumlahnya.
Apabila anak dari pewaris juga telah meninggal dunia sebelum orang tuanya (pewaris), maka kedudukan anak tersebut akan digantikan oleh cucu dari garis keturunan laki-laki. Pembagiannya pun mengikuti kaidah yang sama, yaitu bagian cucu laki-laki sama dengan dua cucu perempuan.
Dalam konteks ini, jika salah satu dari ayah atau ibu masih hidup ketika pasangannya meninggal, maka pasangan yang hidup tersebut berhak mendapatkan bagian warisan. Misalnya, jika ayah meninggal terlebih dahulu, maka ibu berhak atas bagian warisan. Begitu pula sebaliknya. Bagian istri adalah seperempat harta jika pewaris memiliki anak, dan seperdelapan jika pewaris tidak memiliki anak. Bagian suami adalah setengah harta jika pewaris tidak memiliki anak, dan seperempat jika pewaris memiliki anak.
Namun, jika pertanyaan Anda merujuk pada kondisi di mana ayah dan ibu sudah meninggal bersamaan atau berurutan tanpa menyisakan pasangan hidup, maka fokus pembagian akan tertuju pada anak-anak dan kerabat lainnya.
Jika ayah dan ibu pewaris telah meninggal, maka orang tua mereka (kakek/nenek dari pihak ayah dan ibu) tidak lagi menjadi ahli waris dari harta peninggalan anak mereka. Namun, dalam kasus pewaris yang meninggal adalah anak, dan orang tuanya (ayah dan ibu pewaris) masih hidup, maka kedua orang tua pewaris (kakek dan nenek dari pewaris) berhak atas warisan, dengan ketentuan bagian ibu pewaris adalah sepertiga dan ayah pewaris adalah sisa hartanya (setelah bagian ibu).
Dalam skenario ketika ayah dan ibu dari harta warisan telah meninggal, harta mereka jatuh kepada anak-anaknya. Kakek dan nenek dari anak-anak tersebut (orang tua dari ayah dan ibu yang meninggal) tidak berhak atas harta peninggalan anak mereka dalam kasus ini, kecuali jika mereka adalah ahli waris dari orang tua mereka sendiri.
Saudara kandung, saudara seibu, dan saudara sebapak hanya berhak menerima warisan jika tidak ada anak atau keturunan langsung dari pewaris, atau jika harta warisan masih tersisa setelah dibagi kepada ahli waris yang lebih utama. Kaidah pembagiannya pun sangat spesifik berdasarkan jenis hubungan kekerabatan.
Misalkan, Pak Ahmad dan Bu Fatimah meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan bersih senilai Rp 1.200.000.000,- (satu miliar dua ratus juta rupiah). Mereka memiliki dua orang anak: satu laki-laki (Budi) dan satu perempuan (Ani).
Menurut ayat An-Nisa' ayat 11, anak laki-laki mendapatkan dua kali bagian anak perempuan. Total bagian adalah 3 (2 untuk laki-laki + 1 untuk perempuan).
Total yang terbagi adalah Rp 800.000.000,- + Rp 400.000.000,- = Rp 1.200.000.000,-.
Pembagian warisan dalam Islam adalah topik yang kompleks namun sangat penting. Kehidupan ini penuh ketidakpastian, dan mempersiapkan urusan akhir seperti pembagian warisan adalah bentuk ketaatan dan tanggung jawab seorang Muslim. Kesalahan dalam pembagian warisan dapat menimbulkan fitnah dan memutuskan silaturahmi antar keluarga. Oleh karena itu, sangat dianjurkan bagi setiap Muslim untuk mempelajari ilmu faraidh ini, atau berkonsultasi dengan para ulama atau ahli waris yang kompeten agar pembagian warisan dapat dilaksanakan sesuai syariat Islam, memberikan keadilan bagi semua pihak, dan menjadi berkah bagi almarhum/almarhumah.