Di tengah kekayaan kuliner Nusantara, terdapat sajian-sajian tradisional yang menyimpan cerita panjang mengenai sejarah dan budaya suatu daerah. Salah satu yang patut diangkat adalah Penyak Bangka, sebuah nama yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, namun memiliki tempat istimewa di hati masyarakat Pulau Bangka, Kepulauan Bangka Belitung.
Penyak Bangka sejatinya adalah sejenis kue kering atau biskuit tradisional yang dikenal memiliki tekstur renyah dan rasa yang khas. Meskipun seringkali dikaitkan erat dengan perayaan hari besar, seperti Idul Fitri atau Imlek, kue ini dapat dinikmati kapan saja sebagai teman minum teh atau kopi. Keunikan Penyak Bangka terletak pada komposisi bahan dasarnya yang sederhana namun memerlukan teknik pengolahan yang cermat.
Pulau Bangka memiliki sejarah panjang yang dipengaruhi oleh budaya Tionghoa akibat tradisi pertambangan timah yang mendominasi sejak masa kolonial. Pengaruh ini sangat terasa dalam kulinernya, termasuk dalam pembuatan Penyak Bangka. Kue ini seringkali merupakan hasil akulturasi antara resep kuno lokal dengan teknik pembuatan kue dari etnis Tionghoa.
Secara etimologis, kata "Penyak" sendiri dalam konteks lokal Bangka memiliki makna yang merujuk pada sesuatu yang rapuh atau mudah hancur, yang sangat sesuai dengan tekstur akhir kue ini. Pembuatannya yang membutuhkan kesabaran dan ketelatenan mencerminkan nilai gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat Bangka. Membuat Penyak Bangka dalam jumlah besar biasanya dilakukan secara bersama-sama oleh keluarga besar menjelang hari raya.
Apa yang membuat Penyak Bangka berbeda dari kue kering lainnya? Kuncinya terletak pada pemilihan bahan baku dan proses pematangannya. Bahan utama yang digunakan umumnya meliputi tepung terigu berkualitas tinggi, gula, telur (terkadang hanya menggunakan kuningnya untuk tekstur lebih lembut), dan lemak padat seperti mentega atau margarin. Beberapa varian otentik bahkan menggunakan sedikit minyak kelapa atau santan untuk memberikan aroma yang lebih kaya.
Namun, yang paling mendefinisikan adalah proses pemanggangannya. Secara tradisional, Penyak Bangka dipanggang menggunakan oven tradisional atau bahkan tungku arang. Proses ini menghasilkan kue yang tidak hanya renyah, tetapi juga memiliki aroma karamelisasi gula yang lembut dan sedikit aroma sangit (smoky) yang khas, terutama jika proses pemanggangan dilakukan dengan hati-hati.
Membuat Penyak Bangka yang sukses membutuhkan seni menakar rasa dan waktu. Adonan harus diuleni hingga mencapai tingkat kelembutan yang pas, tidak terlalu keras agar mudah dicetak, namun cukup padat agar tidak melebar saat dipanggang. Setelah dicetak – biasanya berbentuk bulat pipih atau kotak sederhana – kue ini harus didiamkan sebentar sebelum masuk ke dalam oven.
Suhu oven harus dijaga konsisten. Jika suhu terlalu tinggi, bagian luar Penyak Bangka akan cepat gosong sementara bagian dalamnya masih mentah. Sebaliknya, jika terlalu rendah, kue akan kering kerontang dan kehilangan cita rasa terbaiknya. Kesempurnaan tekstur inilah yang dicari: lapisan luar yang tipis dan rapuh saat digigit, diikuti oleh bagian dalam yang padat namun tetap lumer di mulut.
Saat ini, meskipun banyak toko kue modern yang menjual Penyak Bangka dalam kemasan industri, permintaan akan versi buatan tangan (homemade) tetap tinggi. Generasi muda Bangka berupaya melestarikan resep asli warisan leluhur mereka. Beberapa inovasi mulai muncul, seperti penambahan ekstrak pandan atau variasi taburan keju, namun esensi dari Penyak Bangka sebagai simbol keramahtamahan tetap terjaga.
Bagi para wisatawan yang berkunjung ke Pulau Timah ini, membawa pulang Penyak Bangka menjadi sebuah keharusan. Oleh-oleh ini bukan sekadar camilan manis, tetapi representasi otentik dari kekayaan budaya dan tradisi kuliner Pulau Bangka yang patut diapresiasi dan dijaga kelestariannya di tengah arus modernisasi kuliner global.