Memahami Perbedaan Krusial: Surat Girik dan Akta Jual Beli (AJB)

Dalam dunia pertanahan di Indonesia, kepemilikan properti sering kali dibuktikan dengan berbagai dokumen legal. Dua dokumen yang seringkali muncul dalam proses transaksi atau sengketa tanah adalah Surat Girik dan Akta Jual Beli (AJB). Meskipun keduanya berkaitan erat dengan status kepemilikan tanah, fungsi, kekuatan hukum, serta implikasinya sangat berbeda. Memahami perbedaan ini adalah kunci untuk memastikan transaksi properti berjalan aman dan sah di mata hukum.

Simbol Perbandingan Dokumen Tanah Ilustrasi peta tanah dengan dua panah mengarah ke dokumen berbeda, merepresentasikan Girik dan AJB. Girik AJB

Apa Itu Surat Girik?

Surat Girik, secara historis, adalah bukti pembayaran pajak bumi atau Pajak Hasil Bumi (PHB) yang dikeluarkan oleh Kantor Agraria atau kantor pajak daerah setempat. Girik sering kali disebut juga sebagai Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB lama. Keberadaan Girik menunjukkan bahwa subjek tanah tersebut telah terdaftar sebagai wajib pajak di kantor desa/kelurahan dan pemerintah daerah.

Namun, penting untuk ditekankan bahwa Girik bukanlah bukti kepemilikan tanah yang sah berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960. Girik hanya membuktikan adanya hubungan antara pemegang Girik dengan pembayaran pajak atas tanah tersebut. Girik seringkali menjadi cikal bakal kepemilikan adat atau girik C (C-Register), yang kemudian harus dikonversi menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) melalui proses pendaftaran tanah resmi di Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Apa Itu Akta Jual Beli (AJB)?

Akta Jual Beli (AJB) adalah dokumen yang membuktikan telah terjadinya transaksi pengalihan hak atas tanah atau bangunan dari penjual kepada pembeli. AJB harus dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang. AJB adalah akta autentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sangat kuat.

Meskipun AJB merupakan bukti transaksi yang sah, AJB sendiri belum secara otomatis mengubah status kepemilikan tanah tersebut menjadi milik pembeli secara hukum penuh di mata negara. AJB adalah prasyarat mutlak untuk dapat memproses balik nama dan mendapatkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama pembeli baru di Kantor Pertanahan. Tanpa AJB yang dibuat oleh PPAT, peralihan hak properti tidak diakui secara formal oleh negara.

Perbedaan Mendasar: Kekuatan Hukum dan Fungsi

Perbedaan utama antara Girik dan AJB terletak pada fungsinya dalam rantai hukum kepemilikan tanah:

  1. Dasar Kepemilikan vs. Bukti Transaksi: Girik adalah bukti administratif pembayaran pajak historis, bukan bukti kepemilikan mutlak. Sementara itu, AJB adalah akta autentik yang membuktikan adanya peralihan hak properti dari satu pihak ke pihak lain.
  2. Pejabat Penerbit: Girik dikeluarkan oleh kantor desa/kelurahan atau kantor pajak (sebagai bukti pembayaran pajak). AJB wajib dibuat dan disahkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah.
  3. Status Hukum: Girik memiliki kekuatan hukum yang lemah untuk membuktikan kepemilikan penuh dan harus dikonversi. AJB memiliki kekuatan hukum yang tinggi sebagai bukti transaksi, meskipun masih memerlukan proses lanjut (pengajuan ke BPN) untuk mendapatkan sertifikat atas nama pembeli.
  4. Proses Sertifikasi: Tanah yang hanya berbekal Girik harus melalui proses penelitian riwayat tanah yang panjang dan pengajuan konversi hak di BPN. Tanah yang dibeli dengan AJB tinggal melanjutkan proses balik nama sertifikat (jika tanah sudah bersertifikat) atau proses konversi sertifikat (jika tanah masih berupa Girik namun sudah dibeli melalui AJB PPAT).
Ringkasan Perbandingan
Aspek Surat Girik Akta Jual Beli (AJB)
Sifat Dokumen Bukti administrasi pajak historis Akta autentik peralihan hak
Dikeluarkan Oleh Kantor Desa/Kelurahan atau Kantor Pajak Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Kekuatan Hukum Lemah sebagai bukti kepemilikan penuh Kuat sebagai bukti transaksi jual beli
Tujuan Utama Bukti pembayaran pajak bumi masa lalu Dasar hukum untuk balik nama sertifikat

Implikasi Praktis dalam Jual Beli

Ketika Anda membeli tanah yang statusnya masih Girik, Anda sebenarnya membeli hak atas tanah tersebut berdasarkan penguasaan fisik dan riwayat pembayaran pajak, yang kemudian diformalkan melalui AJB yang dibuat di hadapan PPAT. Proses ini sering disebut 'Jual Beli Tanah Girik'.

Sangat disarankan agar setiap transaksi properti, terutama tanah yang belum bersertifikat, harus selalu diakhiri dengan pembuatan AJB di kantor PPAT. Tanpa AJB, meskipun Anda memiliki Girik yang sah dan sudah menguasai tanah puluhan tahun, peralihan hak kepada generasi berikutnya atau saat Anda menjualnya kembali akan sangat sulit dibuktikan secara hukum formal. AJB berfungsi sebagai jembatan krusial antara kepemilikan adat/historis menuju kepemilikan yang diakui secara penuh oleh Negara melalui penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM).

🏠 Homepage