Memahami Perlengkapan Senjata Allah Secara Mendalam
Dalam perjalanan kehidupan rohani, setiap individu yang beriman dihadapkan pada realitas yang sering kali tak terlihat namun sangat nyata: sebuah peperangan spiritual. Ini bukanlah pertempuran yang menggunakan senjata fisik, melainkan pertarungan gagasan, kehendak, dan iman. Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, memberikan sebuah analogi yang kuat dan abadi untuk menghadapi realitas ini. Ia menggambarkan seperangkat perlengkapan perang yang disediakan oleh Allah, yang dikenal sebagai Perlengkapan Senjata Allah. Ini bukan sekadar metafora puitis, melainkan sebuah panduan praktis dan teologis untuk bertahan, melawan, dan menang dalam menghadapi tantangan rohani.
Artikel ini akan mengupas secara mendalam setiap komponen dari perlengkapan ilahi ini, menggali makna historisnya dari perspektif seorang prajurit Romawi, menyelami arti teologisnya, dan yang terpenting, menerjemahkannya ke dalam aplikasi praktis dalam kehidupan modern. Memahami dan mengenakan perlengkapan ini bukanlah sebuah pilihan bagi mereka yang ingin bertumbuh, melainkan sebuah keharusan mutlak.
Konteks Peperangan: Mengapa Kita Membutuhkan Senjata?
Sebelum kita memeriksa setiap bagian dari perlengkapan ini, penting untuk memahami medan pertempurannya. Paulus dengan sangat jelas menyatakan siapa lawan kita sesungguhnya.
"karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12)
Pernyataan ini mengubah paradigma. Musuh kita bukanlah rekan kerja yang sulit, tetangga yang menyebalkan, atau bahkan sistem politik yang korup. Musuh sesungguhnya adalah kekuatan spiritual kegelapan yang bekerja di balik layar, yang menggunakan tipu muslihat, kebohongan, dan ketakutan sebagai senjata utamanya. Iblis, yang disebut sebagai "bapa segala dusta", bertujuan untuk memutarbalikkan kebenaran, menabur keraguan, dan merusak hubungan kita dengan Allah dan sesama. Taktiknya halus dan sering kali menyerang pikiran dan hati kita.
Peperangan ini terjadi di berbagai lini depan: dalam pikiran kita saat kita berjuang melawan keraguan dan pikiran negatif; dalam kehendak kita saat kita dihadapkan pada godaan; dalam emosi kita saat kita dilanda kecemasan atau keputusasaan; dan dalam hubungan kita saat konflik dan perpecahan muncul. Karena musuh tidak terlihat dan serangannya bersifat spiritual, maka pertahanan kita pun harus bersifat spiritual. Di sinilah letak urgensi dari perlengkapan senjata Allah. Kita tidak bisa melawan api spiritual dengan air jasmani. Kita membutuhkan persenjataan yang dirancang khusus untuk peperangan ini, yang sumbernya bukan dari kekuatan kita sendiri, melainkan dari Allah.
Paulus mengawali instruksinya dengan sebuah perintah fundamental: "Hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya" (Efesus 6:10). Ini adalah fondasinya. Kekuatan kita tidak terletak pada kecerdasan, kemauan, atau pengalaman kita. Kekuatan sejati berasal dari penyatuan diri dengan Kristus, mengandalkan kuasa kebangkitan-Nya yang tak terbatas. Perlengkapan senjata ini adalah cara Allah menyalurkan kekuatan-Nya kepada kita, memungkinkan kita untuk "berdiri tegap" melawan segala tipu muslihat Iblis.
Fondasi Pertahanan: Berdirilah Tegap
Sebelum merinci setiap senjata, Paulus berulang kali menggunakan frasa "berdirilah tegap". Ini bukan posisi pasif, melainkan sebuah sikap siaga yang aktif dan penuh perlawanan. Seorang prajurit yang tidak berdiri tegap adalah sasaran empuk. Dalam konteks rohani, "berdiri tegap" berarti:
- Tidak Mundur: Menolak untuk menyerah pada tekanan, godaan, atau keputusasaan. Itu adalah keputusan sadar untuk tetap bertahan di atas dasar kebenaran firman Tuhan, bahkan ketika badai menerpa.
- Memiliki Keyakinan: Berdiri di atas kepastian identitas kita di dalam Kristus. Kita adalah anak-anak Allah, diampuni, ditebus, dan dimeteraikan oleh Roh Kudus. Keyakinan ini memberikan stabilitas yang tidak tergoyahkan.
- Siap Sedia: Seperti seorang penjaga di posnya, kita harus waspada dan sadar akan taktik musuh. Ini menuntut disiplin rohani, doa, dan perenungan firman Tuhan secara teratur.
Seluruh perlengkapan senjata Allah dirancang untuk memungkinkan kita berdiri tegap. Tanpa sikap hati ini, senjata yang paling ampuh sekalipun tidak akan ada gunanya. Sekarang, mari kita kenakan perlengkapan ini, satu per satu.
Mengupas Setiap Bagian Perlengkapan Ilahi
1. Ikat Pinggang Kebenaran
"...berikatpinggangkan kebenaran..."
Bagi seorang prajurit Romawi, ikat pinggang kulit yang tebal (dikenal sebagai cingulum atau balteus) adalah bagian pertama dan paling fundamental dari perlengkapannya. Ikat pinggang ini bukan sekadar aksesori. Ia berfungsi untuk mengencangkan jubah agar tidak menghalangi gerakan, menjadi tempat menggantungkan pedang, dan memberikan topangan pada bagian inti tubuh. Tanpa ikat pinggang, seluruh perlengkapan lainnya akan terasa longgar dan tidak efektif. Ia adalah pusat dari segala sesuatu.
Secara rohani, kebenaran adalah fondasi yang menyatukan seluruh kehidupan iman kita. Kebenaran ini memiliki dua dimensi yang tak terpisahkan:
- Kebenaran Objektif: Ini adalah kebenaran Firman Allah yang absolut dan tidak berubah. Ini adalah realitas tentang siapa Allah itu, siapa kita di dalam Kristus, dan bagaimana dunia ini bekerja menurut perspektif ilahi. Mengenakan ikat pinggang kebenaran berarti membenamkan diri kita dalam Alkitab, membiarkan kebenaran-Nya membentuk cara kita berpikir, berbicara, dan bertindak. Ketika Iblis datang dengan kebohongan ("Kamu tidak berharga," "Allah tidak peduli padamu," "Dosamu terlalu besar"), kita melawan dengan kebenaran objektif dari Firman-Nya ("Aku berharga di mata-Nya," "Dia mengasihiku dengan kasih yang kekal," "Darah Kristus menyucikanku dari segala dosa").
- Kebenaran Subjektif (Integritas): Ini adalah tentang menjalani hidup yang tulus, jujur, dan transparan. Ini adalah kebenaran dalam tindakan. Ketika kehidupan pribadi kita selaras dengan apa yang kita percayai, kita memiliki integritas. Iblis tidak memiliki pijakan dalam kehidupan orang yang berjalan dalam ketulusan. Sebaliknya, kemunafikan, kepura-puraan, dan dosa yang disembunyikan adalah celah dalam pertahanan kita, tempat di mana musuh dapat menyelinap masuk dan menyebabkan kekacauan. Mengenakan ikat pinggang kebenaran berarti berkomitmen pada kejujuran total di hadapan Tuhan dan sesama.
Tanpa kebenaran sebagai pusatnya, kehidupan rohani kita akan berantakan. Doa kita menjadi tidak tulus, iman kita goyah, dan pelayanan kita tidak efektif. Oleh karena itu, mengenakan ikat pinggang kebenaran adalah langkah pertama yang krusial setiap hari.
2. Baju Zirah Keadilan
"...berbajuzirahkan keadilan..."
Baju zirah seorang prajurit Romawi melindungi organ-organ vitalnya—jantung, paru-paru, dan organ dalam lainnya—dari tusukan pedang atau tombak musuh. Serangan pada area ini bisa berakibat fatal. Baju zirah memberikan kepercayaan diri bagi prajurit untuk maju ke medan perang, mengetahui bahwa intinya terlindungi.
Secara rohani, keadilan (atau kebenaran) melindungi hati kita, yang merupakan pusat dari emosi, keinginan, dan nurani kita. Hati adalah target utama serangan Iblis, karena dari hatilah terpancar kehidupan. Serangan ini sering kali datang dalam bentuk:
- Tuduhan: Iblis adalah "si pendakwa". Dia akan terus-menerus mengingatkan kita akan kegagalan dan dosa masa lalu, mencoba menanamkan rasa bersalah, malu, dan penghukuman yang melumpuhkan.
- Rasa Tidak Layak: Dia berbisik bahwa kita tidak cukup baik, tidak layak menerima kasih dan pengampunan Tuhan.
- Kecemaran: Godaan untuk berkompromi dengan dosa yang akan menodai hati dan merusak persekutuan kita dengan Tuhan.
Baju zirah keadilan yang kita kenakan juga memiliki dua aspek penting:
- Keadilan Kristus yang Diperhitungkan (Imputed Righteousness): Ini adalah aspek yang paling fundamental. Ketika kita beriman kepada Yesus Kristus, kebenaran-Nya yang sempurna dianugerahkan kepada kita. Di mata Allah, kita dibenarkan, bukan karena perbuatan baik kita, melainkan karena karya Kristus di kayu salib (2 Korintus 5:21). Mengenakan baju zirah ini berarti setiap hari kita mengingat dan meyakini identitas kita sebagai orang benar di dalam Kristus. Ketika si pendakwa datang, kita tidak bertahan dengan kebaikan kita sendiri yang rapuh, tetapi kita berlindung di balik kebenaran Kristus yang sempurna. Inilah pertahanan kita yang paling kuat melawan tuduhan.
- Kehidupan yang Adil dalam Praktek (Practical Righteousness): Ini adalah buah dari kebenaran yang diperhitungkan. Karena kita telah dibenarkan, kita dipanggil untuk hidup dalam kebenaran—untuk melakukan apa yang benar di mata Tuhan. Ini berarti memilih ketaatan, menjauhi dosa, dan hidup selaras dengan perintah-perintah-Nya. Setiap pilihan untuk bertindak jujur, mengasihi, dan mengampuni adalah cara kita menjaga baju zirah kita tetap kuat dan terawat. Pilihan yang tidak benar akan membuat lubang pada baju zirah kita, membuat hati kita rentan terhadap serangan.
3. Kasut Kerelaan Memberitakan Injil Damai Sejahtera
"...kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera..."
Sepatu bot prajurit Romawi (caligae) dirancang untuk medan yang berat. Solnya diberi paku-paku besi untuk memberikan cengkeraman yang kuat di tanah, memungkinkan prajurit untuk berdiri kokoh, bergerak cepat, dan tidak mudah tergelincir dalam pertempuran. Kaki yang stabil adalah kunci keseimbangan dan mobilitas.
Secara rohani, kasut ini memberikan kita dua hal: stabilitas dan kesiapan.
- Stabilitas dari Damai Sejahtera: Injil adalah kabar baik tentang damai sejahtera. Pertama, damai dengan Allah, yang dimungkinkan melalui pengorbanan Kristus yang mendamaikan kita dengan Bapa. Kedua, damai di dalam diri, yaitu ketenangan batin yang melampaui segala akal, yang menjaga hati dan pikiran kita (Filipi 4:7). Mengenakan kasut ini berarti berpijak kuat pada fondasi damai sejahtera yang kita miliki dengan Tuhan. Ketika kekacauan, ketakutan, dan kecemasan datang menyerang, damai sejahtera dari Tuhan menjaga kita tetap stabil dan tidak goyah. Kita tidak mudah panik atau tergelincir karena pijakan kita adalah kepastian pendamaian dengan Allah.
- Kesiapan untuk Bergerak: Kasut juga menyiratkan mobilitas dan kesiapan untuk melangkah. Kita dipanggil untuk siap sedia membagikan kabar baik tentang damai sejahtera ini kepada dunia yang penuh dengan konflik dan ketakutan. Kerelaan ini bukan berarti setiap orang harus menjadi pengkhotbah, tetapi memiliki hati yang siap untuk memberikan jawaban, penghiburan, dan harapan yang bersumber dari Injil kapan pun ada kesempatan. Kesiapan ini membuat kita berfokus ke luar, bukan hanya pada pertempuran internal kita. Seorang prajurit yang fokus pada misinya cenderung tidak terlalu terpengaruh oleh gangguan di sekitarnya.
Ketika kita mengenakan kasut ini, kita berdiri kokoh dalam damai Tuhan dan selalu siap untuk membawa damai itu ke mana pun kita pergi. Ini melindungi kita dari ketidakstabilan emosional dan memberikan tujuan yang jelas dalam peperangan rohani.
4. Perisai Iman
"...pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat..."
Perisai prajurit Romawi (scutum) adalah alat pertahanan yang besar, berbentuk persegi panjang melengkung, yang bisa melindungi hampir seluruh tubuh. Perisai ini terbuat dari lapisan kayu yang dilapisi kulit dan diperkuat dengan logam. Ketika musuh menembakkan panah berapi, prajurit akan menahan serangan itu dengan perisainya. Lapisan kulit yang basah akan memadamkan apinya, dan lapisan kayu yang tebal akan menghentikan ujung panahnya.
Paulus secara spesifik menyebutkan bahwa perisai iman berfungsi untuk memadamkan "semua panah api dari si jahat". Apa panah-panah api ini? Mereka adalah serangan mendadak yang dirancang untuk membakar, melumpuhkan, dan menyebarkan ketakutan dengan cepat. Contohnya:
- Keraguan yang membakar: "Apakah Tuhan benar-benar ada? Apakah Dia benar-benar baik?"
- Pikiran penuh nafsu yang tiba-tiba: Godaan visual atau imajinasi yang muncul entah dari mana.
- Ketakutan yang melumpuhkan: Kekhawatiran berlebihan tentang masa depan, kesehatan, atau keluarga.
- Keputusasaan yang gelap: Perasaan bahwa semuanya sia-sia dan tidak ada harapan.
- Pikiran menghakimi dan pahit: Dorongan tiba-tiba untuk membenci atau menyimpan dendam.
Iman, dalam konteks ini, bukanlah sekadar persetujuan intelektual terhadap doktrin. Iman adalah kepercayaan aktif dan dinamis kepada pribadi Allah—karakter-Nya, janji-janji-Nya, dan kedaulatan-Nya. Mengangkat perisai iman berarti, di tengah serangan panah api, kita secara sadar memilih untuk memercayai apa yang Tuhan katakan lebih dari apa yang kita rasakan atau lihat.
Ketika panah keraguan datang, kita mengangkat perisai iman dengan menyatakan, "Meskipun aku tidak mengerti, aku percaya Tuhan itu baik dan firman-Nya benar." Ketika panah ketakutan datang, kita mengangkat perisai dengan berkata, "Tuhan adalah gembalaku, aku tidak akan kekurangan. Dia menyertaiku." Iman adalah tindakan kehendak untuk berlindung di balik keandalan Tuhan. Ini adalah senjata yang dinamis, yang harus diangkat secara aktif untuk menghadapi setiap serangan spesifik. Tanpa perisai ini, panah-panah api itu akan mengenai hati dan pikiran kita, menyebabkan kerusakan spiritual yang parah.
5. Ketopong Keselamatan
"...terimalah ketopong keselamatan..."
Ketopong (helm) adalah bagian vital dari perlengkapan prajurit. Fungsinya jelas: melindungi kepala, tempat pusat kendali tubuh, yaitu otak. Serangan di kepala bisa langsung melumpuhkan atau membunuh seorang prajurit. Ketopong memberikan rasa aman dan memungkinkan prajurit untuk bertarung tanpa terus-menerus khawatir akan pukulan fatal di kepala.
Secara rohani, kepala kita melambangkan pikiran. Pikiran adalah medan pertempuran utama. Di sinilah peperangan sering kali dimenangkan atau dikalahkan. Iblis terus-menerus berusaha menyerang pikiran kita dengan keraguan, keputusasaan, kebohongan tentang identitas kita, dan rasa tidak aman.
Ketopong keselamatan adalah jaminan dan kepastian keselamatan kita di dalam Kristus. Ini bukan harapan samar-samar bahwa suatu hari kita akan diselamatkan, melainkan keyakinan yang kokoh bahwa keselamatan kita adalah realitas saat ini dan masa depan yang terjamin karena karya Kristus yang sudah selesai. Keselamatan mencakup tiga aspek: masa lalu (kita telah diselamatkan dari hukuman dosa), masa kini (kita sedang diselamatkan dari kuasa dosa), dan masa depan (kita akan diselamatkan dari kehadiran dosa).
Mengenakan ketopong keselamatan berarti:
- Mengingat Siapa Diri Kita: Kita adalah anak-anak Allah yang telah ditebus, diampuni, dan dimeteraikan oleh Roh Kudus untuk hari penyelamatan (Efesus 4:30). Identitas ini tidak bergantung pada kinerja kita hari ini.
- Melindungi Pikiran dari Keputusasaan: Ketika kita gagal atau jatuh ke dalam dosa, Iblis akan berbisik bahwa kita telah kehilangan keselamatan kita. Ketopong keselamatan melindungi kita dari kebohongan ini, mengingatkan kita bahwa anugerah Tuhan lebih besar dari dosa kita dan bahwa keselamatan kita aman di dalam tangan-Nya.
- Memberi Harapan di Masa Sulit: Dalam penderitaan dan pencobaan, ketopong keselamatan menjaga pikiran kita tetap fokus pada harapan kekal yang menanti kita. Ini memberikan perspektif ilahi, mengingatkan kita bahwa penderitaan saat ini tidak sebanding dengan kemuliaan yang akan datang.
Seorang Kristen tanpa jaminan keselamatan akan bertarung dengan rasa takut dan tidak pasti. Pikirannya akan rentan terhadap setiap serangan keraguan. Namun, dengan ketopong keselamatan yang terpasang erat, kita dapat menghadapi pertempuran dengan keyakinan, mengetahui bahwa hasil akhirnya sudah dijamin.
6. Pedang Roh, yaitu Firman Allah
"...dan pedang Roh, yaitu firman Allah."
Inilah satu-satunya senjata ofensif dalam daftar ini. Semua bagian lainnya bersifat defensif. Pedang prajurit Romawi (gladius) adalah senjata jarak dekat yang mematikan, digunakan untuk menusuk dan menebas. Prajurit yang terampil menggunakannya dapat dengan cepat melumpuhkan lawan.
Pedang Roh secara eksplisit diidentifikasi sebagai Firman Allah. Kata Yunani yang digunakan di sini untuk "firman" adalah rhema, bukan logos. Logos mengacu pada Firman Allah secara keseluruhan, Alkitab yang tertulis. Rhema, di sisi lain, sering kali merujuk pada firman yang diucapkan atau firman spesifik yang dihidupkan oleh Roh Kudus untuk situasi tertentu. Ini adalah ayat atau kebenaran Alkitab yang kita gunakan secara aktif dan vokal untuk melawan serangan musuh.
Contoh sempurna dari penggunaan pedang Roh adalah ketika Yesus dicobai di padang gurun (Matius 4). Untuk setiap godaan Iblis, Yesus tidak berdebat atau menggunakan logika-Nya sendiri. Dia melawan dengan mengutip Kitab Suci secara spesifik: "Ada tertulis...". Dia menggunakan rhema Firman Allah untuk mematahkan setiap serangan.
Menggunakan pedang Roh secara efektif membutuhkan dua hal:
- Pengetahuan: Seorang prajurit tidak bisa menggunakan pedang yang tidak ia miliki. Kita tidak bisa menggunakan Firman Tuhan jika kita tidak mengetahuinya. Ini menyoroti pentingnya membaca, mempelajari, merenungkan, dan menghafal Alkitab secara teratur. Firman Tuhan harus disimpan di dalam hati kita sehingga Roh Kudus dapat mengingatkan kita pada saat yang tepat.
- Keterampilan: Mengetahui ayat-ayat saja tidak cukup. Kita harus belajar, dengan tuntunan Roh Kudus, bagaimana menerapkannya dengan benar pada situasi yang tepat. Ini adalah keterampilan yang diasah melalui pengalaman dan ketaatan. Semakin sering kita menggunakan Firman Tuhan untuk melawan godaan kecil, semakin mahir kita dalam menggunakannya dalam pertempuran besar.
Pedang Roh tidak hanya untuk pertahanan. Ini juga senjata untuk menyerang, untuk meruntuhkan benteng-benteng kebohongan dalam pikiran kita dan orang lain, serta untuk memajukan Kerajaan Allah. Ketika kita membagikan Injil atau menasihati sesama dengan kebenaran Alkitab, kita sedang menggunakan pedang Roh.
Elemen Krusial yang Mengaktifkan Segalanya: Doa
Setelah merinci keenam bagian perlengkapan senjata, Paulus tidak berhenti. Ia menambahkan elemen ketujuh yang bukan bagian dari baju zirah itu sendiri, tetapi merupakan atmosfer dan sumber kekuatan yang memungkinkan semuanya berfungsi:
"dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus." (Efesus 6:18)
Doa adalah sistem komunikasi seorang prajurit dengan panglimanya. Tanpa doa, kita adalah prajurit yang terisolasi di medan perang, mencoba bertarung dengan kekuatan sendiri. Doa adalah cara kita mengakui ketergantungan kita pada Tuhan, meminta kekuatan-Nya, mencari hikmat-Nya, dan menyelaraskan diri dengan strategi-Nya. Doa adalah napas kehidupan rohani yang membuat setiap bagian dari perlengkapan senjata itu hidup dan berkuasa.
Paulus menekankan beberapa aspek dari doa yang efektif dalam peperangan rohani:
- Setiap Waktu: Doa bukanlah ritual sesaat, melainkan sikap hati yang terus-menerus terhubung dengan Tuhan sepanjang hari.
- Di Dalam Roh: Ini adalah doa yang dipimpin dan diberdayakan oleh Roh Kudus, bukan sekadar daftar keinginan kita. Roh Kudus membantu kita berdoa sesuai dengan kehendak Allah.
- Berjaga-jaga: Doa yang waspada, sadar akan kebutuhan diri sendiri, kebutuhan orang lain, dan taktik musuh.
- Tak Putus-putus: Ketekunan dalam doa, tidak menyerah bahkan ketika jawaban tidak segera datang.
- Untuk Segala Orang Kudus: Peperangan rohani bukanlah pertarungan solo. Kita adalah bagian dari sebuah pasukan. Kita harus saling mendukung dalam doa, mendoakan saudara-saudari seiman kita agar mereka juga kuat dan dapat berdiri tegap.
Mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah tanpa doa adalah seperti memiliki mobil canggih tanpa bahan bakar. Doa adalah energi ilahi yang mengaktifkan kebenaran, keadilan, damai sejahtera, iman, keselamatan, dan Firman Tuhan dalam pengalaman hidup kita.
Kesimpulan: Mengenakan Seluruh Perlengkapan Setiap Hari
Perlengkapan senjata Allah bukanlah sebuah konsep teologis yang rumit untuk diperdebatkan, melainkan sebuah realitas praktis yang harus dihidupi setiap hari. Peperangan rohani itu nyata, dan kita tidak dipanggil untuk menghadapinya dengan tangan kosong. Allah, dalam kasih karunia-Nya yang luar biasa, telah menyediakan semua yang kita butuhkan untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga untuk menjadi pemenang.
Mengenakannya bukanlah proses otomatis. Ini adalah pilihan sadar setiap pagi. Kita memilih untuk mengikatkan diri pada kebenaran, melindungi hati kita dengan kebenaran Kristus, berpijak pada damai sejahtera-Nya, mengangkat perisai iman melawan kebohongan, menjaga pikiran kita dengan kepastian keselamatan, dan memegang erat pedang Roh. Dan kita melakukan semua ini dalam atmosfer doa yang terus-menerus.
Kuncinya adalah "kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah". Mengabaikan satu bagian saja akan meninggalkan celah bagi musuh. Oleh karena itu, marilah kita menerima undangan Paulus ini dengan serius. Dengan berdiri kuat di dalam kuasa Tuhan dan mengenakan setiap bagian dari perlengkapan ilahi yang telah Dia sediakan, kita dapat menghadapi apa pun yang Iblis lemparkan kepada kita, dan pada akhirnya, setelah menyelesaikan segala sesuatu, kita akan tetap berdiri tegap, sebagai saksi-saksi yang setia dari kuasa dan kemenangan Allah.