Simbol Kebijaksanaan dan Keberanian
Sayyidina Ali bin Abi Thalib radiyallahu anhu adalah salah satu tokoh sentral dan paling dihormati dalam sejarah Islam. Beliau dikenal dengan julukan karramallahu wajhahu (semoga Allah memuliakan wajahnya), sebuah kehormatan yang diberikan karena beliau diyakini tidak pernah melihat hal-hal yang tidak pantas sepanjang hidupnya. Popularitas dan rasa hormat terhadap beliau meluas di seluruh spektrum umat Islam, dengan reputasi yang melekat kuat pada keberanian, ilmu pengetahuan, dan keadilan.
Kelahiran beliau sangat istimewa, yakni di dalam Ka’bah, yang menjadikannya satu-satunya manusia yang terlahir di tempat suci tersebut. Kedekatan beliau dengan Rasulullah ﷺ sejak dini sangatlah erat. Ali adalah sepupu Rasulullah ﷺ dan tumbuh di bawah pengasuhan langsung beliau. Ketika Islam mulai disebarkan, Sayyidina Ali adalah salah satu orang pertama yang memeluk Islam, menjadikannya pemuda pertama yang menerima risalah suci ini. Pengorbanan dan dedikasinya terhadap Islam terbukti sejak awal perjuangan.
Salah satu reputasi terbesar Sayyidina Ali KW adalah kedalaman ilmunya. Rasulullah ﷺ pernah bersabda, "Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya." Pernyataan ini menunjukkan betapa luasnya pemahaman beliau terhadap ajaran Al-Qur'an dan Sunnah. Keputusan-keputusan hukum (fatwa) dan kebijaksanaan yang beliau tunjukkan dalam masa pemerintahannya sering kali menjadi rujukan utama bagi para ulama di generasi-generasi selanjutnya. Beliau dikenal sebagai pakar dalam tafsir Al-Qur'an, fikih, dan ilmu kalam.
Tidak hanya dalam ilmu agama, Sayyidina Ali juga dikenal sebagai seorang orator ulung. Kumpulan khutbah, surat, dan nasihat beliau termuat dalam kitab Nahj al-Balaghah (Jalan Kebajikan), yang isinya masih dipelajari hingga kini karena nilai sastra dan filosofisnya yang tinggi. Kata-kata beliau sarat makna tentang etika, kepemimpinan, dan hakikat kehidupan duniawi.
Dalam konteks militer, Sayyidina Ali KW adalah simbol keberanian yang tak tertandingi. Beliau terlibat dalam hampir setiap pertempuran besar di masa awal Islam, termasuk Perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Julukan "singa Allah" sangat pantas disandangnya. Keberaniannya sering kali menjadi penentu kemenangan umat Islam. Dalam pertempuran Khaibar, misalnya, beliau memainkan peran krusial yang mengantarkan pada penaklukan benteng yang dianggap mustahil ditembus. Kepahlawanan beliau bukan sekadar fisik, tetapi juga didasari oleh keteguhan iman dan ketaatan penuh pada perintah Allah dan Rasul-Nya.
Setelah wafatnya Khalifah Utsman bin Affan, Sayyidina Ali KW diangkat menjadi khalifah keempat. Masa kepemimpinannya penuh dengan tantangan internal, namun prinsip utama yang selalu beliau pegang teguh adalah keadilan. Beliau berusaha menerapkan syariat Islam secara murni, tanpa kompromi terhadap kepentingan golongan atau individu. Keadilan beliau begitu terkenal, bahkan terhadap musuh-musuhnya. Beliau mengajarkan bahwa pemimpin harus menjadi pelayan terbaik bagi rakyatnya, dan bahwa harta negara harus didistribusikan secara merata.
Warisan Sayyidina Ali KW jauh melampaui batas waktu. Beliau mewakili perpaduan sempurna antara ilmu yang mendalam, keberanian yang luar biasa, dan akhlak yang mulia. Kisah hidup beliau terus menginspirasi jutaan umat Islam di seluruh dunia untuk senantiasa mencari ilmu, menegakkan kebenaran, dan hidup dengan penuh integritas moral. Sosok Sayyidina Ali KW adalah mercusuar bagi siapa saja yang mendambakan integritas spiritual dan kepemimpinan yang adil.