Suhuf Adalah: Memahami Lembaran Wahyu Awal
Dalam khazanah keilmuan Islam, istilah suhuf sering kali disebut bersamaan dengan kitab-kitab suci. Namun, pemahaman tentang suhuf seringkali tidak sedalam pemahaman tentang Al-Qur'an, Injil, Taurat, atau Zabur. Lantas, suhuf adalah apa? Apakah ia setara dengan kitab? Kepada siapa ia diturunkan? Artikel ini akan mengupas secara tuntas dan mendalam konsep suhuf, mulai dari definisi, perbedaan mendasar dengan kitab, para nabi penerimanya, hingga hikmah agung di balik keberadaannya.
Memahami suhuf adalah kunci untuk melihat kesinambungan risalah ilahi yang terbentang sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW. Ia adalah benang merah yang menyambungkan ajaran tauhid dari satu generasi ke generasi berikutnya, membuktikan bahwa pesan utama dari langit tidak pernah berubah: menyembah Allah Yang Maha Esa dan menegakkan keadilan di muka bumi.
Definisi dan Makna Suhuf dalam Perspektif Islam
Untuk memahami esensi suhuf, kita perlu menelusurinya dari akar bahasa dan terminologi syar'i. Pendekatan ini akan memberikan landasan yang kokoh sebelum melangkah lebih jauh ke dalam pembahasan para nabi dan isi ajarannya.
Etimologi dan Terminologi
Secara etimologi, kata suhuf (صُحُف) berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak (plural) dari kata shahifah (صَحِيفَة). Kata shahifah sendiri memiliki arti lembaran, helai, atau halaman tulisan. Dalam konteks yang lebih luas, ia bisa merujuk pada apa saja yang dapat ditulisi, seperti kulit binatang, pelepah kurma, lempengan batu, atau kertas papirus. Jadi, secara harfiah, suhuf berarti "lembaran-lembaran" atau "himpunan lembaran".
Dalam terminologi syar'i atau keagamaan, suhuf merujuk pada kumpulan wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya dalam bentuk lembaran-lembaran yang terpisah. Wahyu ini belum dibukukan atau dikodifikasi menjadi satu kesatuan utuh seperti sebuah kitab. Ia berisi pokok-pokok ajaran, nasihat, pujian kepada Allah (zikir), hikmah, serta prinsip-prinsip dasar keimanan dan akhlak tanpa disertai syariat yang lengkap dan terperinci.
Perbedaan Mendasar Antara Suhuf dan Kitab
Meskipun keduanya adalah wahyu dari Allah, terdapat perbedaan fundamental antara suhuf dan kitab. Memahami perbedaan ini sangat penting agar tidak terjadi kerancuan dalam memaknai kedudukan masing-masing. Berikut adalah poin-poin perbedaannya:
1. Format dan Bentuk Fisik
Perbedaan paling mendasar terletak pada formatnya. Suhuf, sesuai dengan namanya, berbentuk lembaran-lembaran yang terpisah atau gulungan-gulungan kecil. Ia tidak disusun secara sistematis dalam satu jilid. Bayangkan seperti kumpulan catatan atau risalah singkat yang masing-masing berisi satu atau beberapa poin wahyu. Sementara itu, Kitab (كتاب) berasal dari kata kataba yang berarti menulis atau mengumpulkan. Kitab merujuk pada wahyu yang telah dihimpun, disusun, dan dibukukan menjadi satu kesatuan yang koheren dan utuh. Al-Qur'an, misalnya, disebut sebagai Al-Kitab karena merupakan kumpulan wahyu yang lengkap, terjaga, dan tersusun rapi dari awal hingga akhir.
2. Kelengkapan dan Cakupan Materi
Suhuf umumnya berisi ajaran-ajaran yang bersifat global, fundamental, dan universal. Isinya lebih banyak berfokus pada dasar-dasar akidah (tauhid), prinsip moral, nasihat-nasihat bijak, perumpamaan (amtsal), dan pujian-pujian kepada Allah. Suhuf tidak memuat hukum syariat yang detail dan komprehensif. Ia ibarat fondasi spiritual dan moral bagi suatu kaum.
Di sisi lain, Kitab memiliki cakupan yang jauh lebih luas dan mendalam. Selain memuat pokok-pokok akidah seperti suhuf, kitab juga berisi syariat atau hukum-hukum yang terperinci. Di dalamnya terdapat aturan mengenai ibadah (shalat, puasa, zakat), muamalah (jual beli, pernikahan, warisan), jinayat (hukum pidana), serta kisah-kisah para nabi dan umat terdahulu secara lebih detail sebagai pelajaran (ibrah). Kitab adalah panduan hidup yang lengkap dan sistematis bagi umat yang menerimanya.
3. Kewajiban Menyampaikan dan Mengamalkan
Para nabi yang menerima Kitab (seperti Nabi Musa, Daud, Isa, dan Muhammad) memiliki kewajiban untuk menyampaikan seluruh isinya kepada umat mereka dan menegakkannya sebagai hukum yang berlaku. Kitab menjadi pedoman utama dalam segala aspek kehidupan. Sedangkan nabi penerima suhuf juga wajib menyampaikannya, namun penekanannya lebih pada perbaikan akidah dan akhlak masyarakat. Karena tidak mengandung syariat yang lengkap, pengamalannya lebih berfokus pada ranah spiritual dan moralitas personal serta sosial.
Suhuf dalam Al-Qur'an dan Hadis
Keberadaan suhuf bukanlah rekaan atau interpretasi, melainkan fakta yang secara eksplisit disebutkan dalam sumber utama ajaran Islam, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Ini menegaskan posisinya sebagai bagian dari rukun iman kepada kitab-kitab Allah.
Penyebutan dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an menyebutkan suhuf di beberapa tempat, yang paling terkenal adalah yang merujuk pada suhuf Nabi Ibrahim dan Nabi Musa.
1. Surah Al-A'la (87: 18-19)
Ini adalah ayat yang paling sering dirujuk ketika membahas suhuf. Allah SWT berfirman:
إِنَّ هَٰذَا لَفِي الصُّحُفِ الْأُولَىٰ
صُحُفِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ
Artinya: "Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam suhuf-suhuf yang terdahulu, (yaitu) suhuf-suhuf Ibrahim dan Musa."
Kata "ini" (هَٰذَا) dalam ayat tersebut merujuk pada prinsip-prinsip kebenaran yang disebutkan di ayat-ayat sebelumnya dalam Surah Al-A'la, yaitu tentang penyucian diri, mengingat nama Tuhan, melaksanakan shalat, dan fakta bahwa kehidupan akhirat lebih baik dan kekal. Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa ajaran-ajaran fundamental tersebut bukanlah hal baru yang hanya dibawa oleh Al-Qur'an, melainkan merupakan esensi dari risalah ilahi yang juga termaktub dalam lembaran-lembaran wahyu yang diterima oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Musa. Ini adalah bukti kuat akan adanya satu benang merah tauhid yang tak terputus.
2. Surah An-Najm (53: 36-37)
Dalam surah lain, Allah juga menyinggung isi dari suhuf tersebut:
أَمْ لَمْ يُنَبَّأْ بِمَا فِي صُحُفِ مُوسَىٰ
وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّىٰ
Artinya: "Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam suhuf-suhuf Musa, dan (suhuf-suhuf) Ibrahim yang telah menyempurnakan janji?"
Ayat ini turun dalam konteks menyanggah keyakinan kaum musyrikin bahwa dosa seseorang bisa ditanggung oleh orang lain. Ayat-ayat selanjutnya menjelaskan isi dari suhuf tersebut, di antaranya adalah prinsip bahwa seseorang tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwa manusia hanya akan memperoleh apa yang telah diusahakannya. Ini memberikan kita gambaran sekilas tentang materi yang terkandung dalam suhuf, yaitu prinsip keadilan dan pertanggungjawaban individu yang menjadi dasar teologi Islam.
Keterangan dalam Hadis
Hadis memberikan informasi yang lebih detail mengenai jumlah suhuf dan para nabi lain yang menerimanya. Salah satu hadis yang paling terkenal adalah riwayat dari sahabat Abu Dzar Al-Ghifari. Dalam sebuah hadis yang panjang, Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah SAW tentang banyak hal, termasuk kitab-kitab yang diturunkan Allah. Rasulullah SAW menjawab:
"Wahyu yang diturunkan ada 104 kitab. Kepada Nabi Syits (Seth) diturunkan 50 suhuf, kepada Nabi Idris (Enoch) 30 suhuf, kepada Nabi Ibrahim (Abraham) 10 suhuf, dan kepada Nabi Musa (Moses) sebelum Taurat diturunkan 10 suhuf. Allah juga menurunkan Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Furqan (Al-Qur'an)." (HR. Ibnu Hibban)
Meskipun sebagian ulama memperdebatkan tingkat kekuatan (sanad) hadis ini, ia tetap menjadi rujukan populer di kalangan para ulama tafsir dan sejarawan Islam untuk memberikan gambaran tentang penyebaran wahyu dalam bentuk suhuf. Hadis ini menyebutkan secara spesifik:
- Nabi Syits a.s. menerima 50 suhuf.
- Nabi Idris a.s. menerima 30 suhuf.
- Nabi Ibrahim a.s. menerima 10 suhuf.
- Nabi Musa a.s. menerima 10 suhuf (sebelum menerima Kitab Taurat).
Hadis ini juga secara implisit mengonfirmasi perbedaan antara suhuf dan kitab, di mana Nabi Musa menerima 10 suhuf terlebih dahulu sebagai pendahuluan sebelum menerima Taurat yang merupakan kitab syariat yang lengkap.
Para Nabi Penerima Suhuf dan Isi Ajarannya
Berdasarkan sumber Al-Qur'an dan Hadis, kita dapat mengidentifikasi beberapa nabi agung yang diamanahi suhuf. Mari kita gali lebih dalam siapa saja mereka dan apa kira-kira isi ajaran yang mereka sampaikan melalui lembaran-lembaran suci tersebut.
1. Suhuf Nabi Ibrahim a.s. (10 Suhuf)
Nabi Ibrahim, yang bergelar Khalilullah (Kekasih Allah), adalah figur sentral dalam tiga agama samawi. Al-Qur'an dan hadis dengan jelas menyebutkan bahwa beliau menerima 10 suhuf. Ajaran dalam suhuf Nabi Ibrahim diyakini menjadi inti dari ajaran millah Ibrahim, yaitu ajaran tauhid yang murni (hanif).
Pokok-Pokok Ajaran:
Tauhid Murni: Inti dari suhuf Ibrahim adalah penegasan keesaan Allah dan penolakan total terhadap segala bentuk kemusyrikan. Ini tercermin dalam kisah hidupnya yang legendaris: dialognya dengan sang ayah yang pembuat berhala, penghancuran berhala-berhala kaumnya, dan perdebatannya dengan Raja Namrud. Suhuf beliau pastilah berisi argumen-argumen rasional dan spiritual untuk menyembah satu Tuhan, Pencipta langit dan bumi.
Keadilan dan Tanggung Jawab Individu: Sebagaimana disinggung dalam Surah An-Najm, suhuf Ibrahim mengajarkan prinsip keadilan ilahi. Bahwa setiap jiwa bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Tidak ada konsep dosa warisan atau penebusan dosa oleh orang lain. Setiap individu akan menerima balasan sesuai dengan amal perbuatannya.
Hikmah dan Perumpamaan (Amtsal): Diyakini suhuf Ibrahim berisi banyak amtsal, yaitu perumpamaan dan kata-kata bijak untuk membimbing kaumnya. Salah satu riwayat menyebutkan bahwa isinya antara lain adalah, "Wahai raja yang berkuasa dan sombong, Aku tidak mengutusmu untuk menumpuk harta dunia, tetapi Aku mengutusmu untuk menolong doa orang yang terzalimi, karena Aku tidak akan menolak doanya meskipun ia berasal dari seorang kafir." Ini menunjukkan penekanan pada keadilan sosial.
Pujian dan Pengagungan kepada Allah: Sebagian besar isi suhuf juga diyakini berupa zikir, tasbih, dan pujian yang mengagungkan kebesaran Allah SWT, sebagai bentuk ekspresi rasa syukur dan ketundukan seorang hamba kepada Penciptanya.
2. Suhuf Nabi Musa a.s. (10 Suhuf)
Nabi Musa a.s. dikenal sebagai penerima Kitab Taurat. Namun, Al-Qur'an dan hadis mengindikasikan bahwa beliau juga menerima suhuf. Hadis Abu Dzar menyebutkan ada 10 suhuf yang diturunkan kepadanya sebelum Taurat. Ini adalah poin yang sangat menarik.
Fungsi dan Isi Suhuf Nabi Musa:
Suhuf ini kemungkinan besar berfungsi sebagai wahyu pendahuluan atau mukadimah bagi Nabi Musa dan Bani Israil. Isinya dapat diperkirakan sebagai berikut:
Persiapan Mental dan Spiritual: Suhuf ini diturunkan untuk mempersiapkan mental Bani Israil yang baru saja bebas dari perbudakan Firaun selama berabad-abad. Jiwa mereka perlu dibersihkan dari mentalitas budak dan sisa-sisa paganisme Mesir. Suhuf ini berisi penguatan akidah, penanaman rasa percaya diri sebagai umat pilihan, serta nasihat-nasihat untuk bersabar dan taat kepada pemimpin mereka, yaitu Nabi Musa dan Harun.
Dasar-Dasar Moral Universal: Sebelum menerima hukum syariat yang detail dalam Taurat, mereka perlu memahami prinsip-prinsip moral dasarnya terlebih dahulu. Suhuf ini kemungkinan besar berisi ajaran tentang kejujuran, keadilan, larangan mencuri, membunuh, dan berzina dalam bentuknya yang paling asasi, mirip dengan inti dari Sepuluh Perintah Tuhan (Ten Commandments) yang kemudian menjadi bagian dari Taurat.
Janji dan Ancaman: Berisi kabar gembira tentang tanah yang dijanjikan (Palestina) jika mereka taat, dan ancaman serta peringatan akan azab Allah jika mereka kembali menyimpang dan tidak bersyukur, sebagaimana yang sering terjadi pada Bani Israil.
Dengan demikian, suhuf bagi Nabi Musa adalah fondasi, sedangkan Taurat adalah bangunan syariat yang lengkap dan megah yang berdiri di atas fondasi tersebut.
3. Suhuf Nabi Idris a.s. (30 Suhuf)
Nabi Idris adalah salah satu nabi yang sangat dihormati. Al-Qur'an menyebutnya sebagai orang yang jujur (shiddiq) dan diangkat ke martabat yang tinggi (Surah Maryam: 56-57). Dalam tradisi Islam, beliau dikenal sebagai nabi yang pertama kali mengenal tulisan, astronomi, dan menjahit.
Potensi Isi Suhuf Nabi Idris:
Mengingat atribut yang melekat padanya, isi 30 suhuf yang diterimanya diperkirakan sangat kaya akan hikmah dan pengetahuan.
Ajaran Kebijaksanaan dan Akhlak Mulia: Suhufnya diyakini berisi nasihat-nasihat mendalam tentang cara menjalani hidup yang benar, pentingnya kejujuran, kesabaran, dan pengendalian diri. Ia mengajarkan umatnya untuk senantiasa berzikir dan menjauhi kedengkian serta kesombongan.
Pengetahuan dan Sains Awal: Sebagian riwayat (meski perlu verifikasi) menyebutkan bahwa suhuf Nabi Idris memuat dasar-dasar ilmu pengetahuan, seperti pergerakan benda-benda langit (astronomi), matematika, dan cara-cara mengelola kehidupan sosial. Ini sejalan dengan perannya sebagai salah satu peletak dasar peradaban manusia.
Kabar Gaib: Seperti nabi lainnya, suhufnya kemungkinan juga berisi informasi tentang masa depan, janji kemenangan bagi orang beriman, dan peringatan akan datangnya azab bagi mereka yang ingkar.
4. Suhuf Nabi Syits a.s. (50 Suhuf)
Nabi Syits (atau Seth dalam tradisi Yudeo-Kristen) adalah putra Nabi Adam yang saleh, yang diangkat menjadi nabi setelah wafatnya Adam dan terbunuhnya Habil. Beliau menerima jumlah suhuf terbanyak menurut hadis Abu Dzar, yaitu 50 suhuf.
Peran dan Isi Suhuf Nabi Syits:
Sebagai penerus risalah Nabi Adam, tugas utama Nabi Syits adalah menjaga dan melestarikan ajaran tauhid di tengah populasi manusia yang mulai berkembang dan menyebar.
Penguatan Ajaran Nabi Adam: Suhufnya tentu berisi pengulangan dan penegasan kembali ajaran-ajaran yang pertama kali disampaikan oleh ayahnya: cara menyembah Allah, prinsip dasar pernikahan, dan larangan-larangan utama seperti membunuh (berkaca dari tragedi Qabil dan Habil).
Aturan Sosial yang Lebih Rinci: Seiring bertambahnya jumlah manusia, interaksi sosial menjadi lebih kompleks. Suhuf Nabi Syits kemungkinan mulai memuat aturan-aturan sosial yang lebih terperinci untuk mencegah konflik dan menjaga keharmonisan, seperti adab bertetangga, dasar-dasar pembagian kerja, dan cara menyelesaikan perselisihan.
Jumlah 50 suhuf mengindikasikan betapa banyaknya petunjuk yang dibutuhkan oleh generasi awal manusia untuk membangun peradaban pertama di atas fondasi iman dan moralitas.
Hikmah dan Pelajaran Agung dari Keberadaan Suhuf
Mempelajari tentang suhuf bukan sekadar menambah wawasan sejarah keagamaan. Di baliknya tersimpan hikmah dan pelajaran yang sangat relevan bagi seorang Muslim di setiap zaman. Keimanan kepada suhuf, sebagai bagian dari iman kepada kitab-kitab Allah, memperkuat pilar-pilar keyakinan kita.
1. Menegaskan Universalitas dan Kesinambungan Risalah Tauhid
Pelajaran terbesar dari suhuf adalah penegasan bahwa inti ajaran para nabi tidak pernah berubah. Sejak dari Nabi Adam, Syits, Idris, Ibrahim, Musa, hingga Muhammad SAW, pesan fundamentalnya selalu sama: Laa ilaaha illallah (Tidak ada tuhan selain Allah). Keberadaan suhuf Nabi Ibrahim dan Musa yang isinya dibenarkan oleh Al-Qur'an adalah bukti nyata bahwa Islam dalam makna generiknya (ketundukan kepada Tuhan Yang Esa) adalah agama seluruh nabi. Ini menghancurkan klaim eksklusivitas dan menunjukkan bahwa semua nabi berada dalam satu barisan perjuangan yang sama.
2. Menunjukkan Kasih Sayang Allah yang Tak Pernah Putus
Allah SWT tidak pernah membiarkan umat manusia hidup dalam kegelapan tanpa petunjuk. Diturunkannya suhuf kepada para nabi di berbagai zaman menunjukkan betapa besar rahmat dan kasih sayang-Nya. Setiap kali manusia mulai lupa atau menyimpang, Allah mengutus seorang rasul dengan membawa wahyu (baik suhuf maupun kitab) untuk meluruskan kembali jalan mereka. Proses ini terjadi secara bertahap, disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual dan sosial masyarakat pada masanya. Suhuf adalah bukti dari proses pendidikan ilahi yang panjang dan sabar terhadap umat manusia.
3. Fondasi bagi Kitab-Kitab Suci Selanjutnya
Suhuf dapat diibaratkan sebagai batu bata pertama dalam sebuah bangunan megah. Ajaran-ajaran pokok tentang tauhid, keadilan, dan akhlak yang ada di dalam suhuf menjadi dasar yang kokoh bagi syariat yang lebih kompleks dan terperinci yang datang kemudian dalam Taurat, Injil, Zabur, dan puncaknya, Al-Qur'an. Al-Qur'an tidak menghapus total ajaran sebelumnya, melainkan menyempurnakan, mengoreksi penyimpangan, dan melengkapinya. Dengan memahami suhuf, kita bisa lebih menghargai posisi Al-Qur'an sebagai Al-Muhaymin (batu ujian dan pemelihara) bagi kitab-kitab sebelumnya.
4. Mengajarkan Sikap Hormat kepada Seluruh Nabi dan Rasul
Iman kepada suhuf berarti iman kepada para nabi yang menerimanya. Seorang Muslim diajarkan untuk tidak membeda-bedakan para rasul Allah (laa nufarriqu baina ahadim mir rusulih). Kita mengimani kenabian Ibrahim, Musa, Idris, dan Syits sebagaimana kita mengimani kenabian Muhammad SAW. Mengetahui bahwa mereka semua adalah pembawa kalam ilahi akan menumbuhkan rasa cinta dan hormat yang mendalam di hati kita, serta keinginan untuk meneladani perjuangan dan kesabaran mereka.
Kesimpulan: Suhuf Sebagai Benang Merah Wahyu Ilahi
Sebagai kesimpulan, suhuf adalah lembaran-lembaran wahyu Allah yang diturunkan kepada para nabi sebelum Al-Qur'an, yang berisi pokok-pokok ajaran tauhid, prinsip moral, dan nasihat-nasihat kebijaksanaan. Berbeda dengan kitab yang materinya lengkap, terperinci dengan syariat, dan dibukukan, suhuf lebih ringkas dan fundamental.
Keberadaannya, yang dikonfirmasi oleh Al-Qur'an dan Hadis, berfungsi sebagai bukti tak terbantahkan akan kontinuitas risalah ilahi sepanjang sejarah manusia. Ia adalah mata rantai awal dalam silsilah wahyu yang puncaknya disempurnakan dalam Al-Qur'an Al-Karim. Dengan memahami apa itu suhuf, kita tidak hanya memperkaya pengetahuan, tetapi juga memperdalam keimanan kita kepada Allah, para rasul-Nya, dan kitab-kitab-Nya, serta semakin meyakini bahwa Islam adalah agama fitrah yang ajarannya telah bergema di bumi sejak manusia pertama diciptakan.