Membedah Makna Mendalam di Balik "Tabarakallah"
Untuk memahami esensi dari sebuah ungkapan, penting bagi kita untuk menelusuri akarnya, baik dari segi bahasa (etimologi) maupun penggunaannya dalam konteks syariat (terminologi). "Tabarakallah" adalah kalimat yang kaya akan makna spiritual dan teologis.
Makna Secara Bahasa (Etimologi)
Kalimat "Tabarakallah" (تَبَارَكَ اللَّهُ) berasal dari akar kata dalam Bahasa Arab, yaitu Ba-Ra-Kaf (ب-ر-ك). Akar kata ini merupakan sumber dari berbagai kata yang memiliki makna seputar kebaikan, pertumbuhan, kelimpahan, dan keberkahan. Beberapa kata yang berakar dari sini antara lain:
- Barakah (بَرَكَة): Berkah, kebaikan yang melimpah, pertumbuhan, dan kebahagiaan. Inilah yang sering kita sebut sebagai "berkah" dalam Bahasa Indonesia.
- Mubarak (مُبَارَك): Sesuatu yang diberkahi atau penuh dengan kebaikan.
- Tabaraka (تَبَارَكَ): Bentuk kata kerja yang mengandung makna superlatif. Ini bukan sekadar "memberkahi", melainkan menunjukkan ketinggian, keagungan, dan kesucian dari sumber segala berkah.
Dengan demikian, secara harfiah, "Tabarakallah" dapat diterjemahkan sebagai "Maha Berkah Allah", "Maha Suci Allah", atau "Betapa Agung Berkah dari Allah". Ungkapan ini mengafirmasi bahwa Allah adalah satu-satunya sumber dari segala kebaikan, pertumbuhan, dan kelimpahan yang ada di alam semesta.
Makna Secara Istilah (Terminologi)
Dalam penggunaannya sebagai istilah syar'i, "Tabarakallah" adalah sebuah kalimat pujian (kalimatul madh). Ia diucapkan sebagai bentuk pengakuan dan ketakjuban seorang hamba terhadap ciptaan, nikmat, atau kekuasaan Allah. Ketika seseorang melihat sesuatu yang indah, mengagumkan, atau luar biasa, ia mengucapkan "Tabarakallah" untuk:
- Mengembalikan Pujian kepada Allah: Alih-alih hanya memuji objek atau subjek yang dilihat ("Wah, pintarnya anak itu!" atau "Indah sekali pemandangan ini!"), ucapan ini secara sadar mengalihkan fokus pujian kepada Sang Pencipta yang Maha Hebat. Ini adalah bentuk tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam segala hal, termasuk dalam hal pujian.
- Menunjukkan Rasa Syukur: Mengucapkan "Tabarakallah" adalah cara instan untuk bersyukur atas nikmat yang disaksikan, baik nikmat itu ada pada diri sendiri, orang lain, maupun di alam sekitar.
- Menjadi Perisai dari Penyakit 'Ain: Ini adalah salah satu fungsi terpenting dari ucapan ini. 'Ain adalah penyakit yang timbul dari pandangan mata yang disertai rasa takjub, iri, atau dengki. Dengan mengucapkan "Tabarakallah", seseorang mendoakan keberkahan pada apa yang dilihatnya dan menetralisir potensi negatif dari pandangannya.
Sederhananya, "Tabarakallah" adalah proklamasi hati dan lisan bahwa semua keindahan, kehebatan, dan kebaikan yang kita saksikan di dunia ini berasal dari satu Sumber Yang Maha Berkah, yaitu Allah SWT.
Kapan Waktu yang Tepat untuk Mengucapkan Tabarakallah?
Pemahaman akan makna "Tabarakallah" akan lebih sempurna jika kita mengetahui konteks dan situasi yang tepat untuk mengucapkannya. Kalimat ini sangat fleksibel dan dapat digunakan dalam berbagai momen positif dalam kehidupan. Berikut adalah beberapa situasi di mana mengucapkan "Tabarakallah" sangat dianjurkan:
1. Saat Menyaksikan Sesuatu yang Mengagumkan pada Orang Lain
Ini adalah penggunaan yang paling umum. Ketika Anda melihat kelebihan atau nikmat pada saudara Anda, baik itu berupa fisik, harta, ilmu, maupun karakter, segeralah ucapkan "Tabarakallah".
- Melihat Anak yang Lucu, Cerdas, atau Sehat: Daripada hanya berkata, "Ih, lucu banget anaknya!", tambahkan "Masya Allah, Tabarakallah". Ini adalah doa agar anak tersebut senantiasa dilimpahi keberkahan dan terlindung dari 'ain.
- Melihat Keberhasilan Teman: Ketika seorang teman mendapatkan promosi jabatan, memulai bisnis baru, atau membeli rumah impian, ucapkan "Tabarakallah, semoga usahanya semakin berkah." Ini membersihkan hati kita dari potensi rasa iri dan mengubahnya menjadi doa.
- Memuji Kecerdasan atau Keterampilan Seseorang: "Tabarakallah, presentasimu tadi luar biasa." atau "Tabarakallah, tulisanmu sangat menginspirasi."
- Melihat Keharmonisan Keluarga Lain: "Tabarakallah, senang sekali melihat keluarga kalian rukun dan bahagia."
Kebiasaan ini tidak hanya melindungi orang yang kita puji, tetapi juga mendidik jiwa kita untuk selalu ikut berbahagia atas nikmat yang diterima orang lain.
2. Saat Merasakan atau Melihat Nikmat pada Diri Sendiri
Terkadang, kita lupa bahwa diri kita sendiri juga bisa menjadi sumber 'ain bagi diri kita sendiri atau keluarga. Rasa bangga yang berlebihan ('ujub) bisa muncul saat kita bercermin, melihat pencapaian kita, atau memandangi anak-anak kita. Mengucapkan "Tabarakallah" adalah cara untuk menepis perasaan tersebut.
- Saat Bercermin: Melihat penampilan fisik yang sehat dan baik, ucapkan "Alhamdulillah, Tabarakallah."
- Saat Meraih Prestasi: Setelah menyelesaikan sebuah proyek besar atau lulus ujian, renungkan sejenak dan katakan "Tabarakallah, semua ini atas izin Allah."
- Saat Memandangi Keluarga: Melihat pasangan atau anak-anak yang sedang tertidur pulas atau bermain dengan ceria, bisikkan dalam hati atau lisan, "Tabarakallah," sebagai bentuk syukur dan doa perlindungan.
3. Saat Menyaksikan Keindahan Alam Ciptaan Allah
Alam semesta adalah pameran kebesaran Allah yang tiada tara. Setiap detailnya adalah ayat-ayat kauniyah yang mengajak kita untuk bertafakur. Mengucapkan "Tabarakallah" adalah respons spontan dari jiwa yang takjub.
- Melihat matahari terbenam yang memukau.
- Berdiri di puncak gunung dengan pemandangan lembah yang hijau.
- Mendengar gemuruh ombak di tepi pantai.
- Memperhatikan detail kelopak bunga yang mekar dengan sempurna.
Dalam momen-momen seperti ini, "Subhanallah, Walhamdulillah, Tabarakallah" menjadi zikir yang sangat relevan, menyucikan Allah dari segala kekurangan dan memuji-Nya atas kesempurnaan ciptaan-Nya.
4. Dalam Konteks Media Sosial
Di era digital, di mana kita membagikan potongan-potongan kehidupan kita secara publik, penggunaan "Tabarakallah" menjadi semakin penting. Foto-foto kebahagiaan, prestasi anak, liburan keluarga, atau barang baru yang kita unggah dapat dilihat oleh ratusan atau ribuan orang. Tidak semua mata yang memandang memiliki hati yang bersih. Oleh karena itu, membubuhkan caption "Masya Allah Tabarakallah" adalah sebuah ikhtiar untuk melindungi nikmat tersebut dari 'ain yang mungkin datang dari dunia maya.
Perlindungan dari 'Ain: Fungsi Krusial Tabarakallah
Salah satu hikmah terbesar di balik anjuran mengucapkan "Tabarakallah" adalah sebagai benteng perlindungan dari penyakit 'ain. Konsep 'ain bukanlah mitos atau takhayul, melainkan sesuatu yang nyata dan dijelaskan dalam hadis Nabi Muhammad SAW.
Nabi SAW bersabda, "Al-'Ain itu benar-benar ada (haq). Seandainya ada sesuatu yang dapat mendahului takdir, niscaya 'ain akan mendahuluinya." (HR. Muslim)
'Ain adalah pengaruh buruk yang timbul dari pandangan mata seseorang, baik yang disertai rasa kagum tanpa dibarengi zikir, maupun yang disertai rasa hasad (iri dan dengki). Pandangan ini bisa menyebabkan orang, hewan, atau bahkan benda mati yang dipandang mengalami sakit, celaka, atau kerusakan atas izin Allah.
Kisah yang paling terkenal mengenai hal ini adalah hadis dari Sahl bin Hunaif. Suatu ketika, Amir bin Rabi'ah melihat Sahl bin Hunaif yang sedang mandi. Sahl memiliki kulit yang sangat putih dan indah. Amir pun berkata, "Aku belum pernah melihat kulit seperti ini, bahkan kulit gadis perawan sekalipun." Seketika itu juga, Sahl jatuh tersungkur (sakit parah). Orang-orang membawanya kepada Rasulullah SAW dan menceritakan kejadiannya. Rasulullah SAW bertanya, "Siapa yang kalian curigai?" Mereka menjawab, "Amir bin Rabi'ah."
Rasulullah SAW kemudian memanggil Amir dan memarahinya, "Mengapa salah seorang dari kalian membunuh saudaranya? Mengapa engkau tidak mendoakan keberkahan untuknya (mengucapkan Tabarakallah)? Mandilah untuknya." Kemudian Amir mandi, dan air bekas mandinya disiramkan ke tubuh Sahl, dan Sahl pun sembuh seketika.
Dari kisah ini, kita dapat mengambil pelajaran penting:
- 'Ain itu nyata dan bisa berbahaya.
- Penyebab 'ain bukan hanya kedengkian, tetapi juga kekaguman yang tidak disertai zikir dan doa.
- Solusi dan pencegahannya adalah dengan mendoakan keberkahan, yaitu mengucapkan "Tabarakallah" atau "Barakallahu fiik".
Oleh karena itu, menjadikan "Tabarakallah" sebagai refleks setiap kali melihat kebaikan adalah adab mulia yang melindungi diri kita dan orang lain.
Balasan dan Jawaban yang Tepat Saat Seseorang Mengucapkan "Tabarakallah"
Setelah memahami makna dan waktu penggunaannya, pertanyaan selanjutnya adalah: bagaimana kita merespons ketika seseorang mengucapkan "Tabarakallah" kepada kita, anak kita, atau milik kita? Islam mengajarkan untuk membalas kebaikan dengan kebaikan yang setara atau lebih baik. Ketika seseorang mendoakan keberkahan untuk kita, sangat dianjurkan untuk membalasnya dengan doa pula.
Berikut adalah beberapa pilihan jawaban yang baik dan dianjurkan:
1. Jazakallahu Khairan (جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا)
Ini adalah jawaban yang paling umum dan mencakup segalanya. Artinya adalah "Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan." Jawaban ini adalah doa agar orang yang memuji kita juga mendapatkan balasan kebaikan yang berlimpah dari Allah. Ini adalah respons yang sangat sopan dan penuh penghargaan.
- Untuk laki-laki: Jazakallahu Khairan
- Untuk perempuan: Jazakillahu Khairan
- Untuk banyak orang: Jazakumullahu Khairan
2. Barakallahu Fiik (بَارَكَ اللَّهُ فِيكَ)
Ini adalah jawaban yang sangat relevan dan indah. Artinya adalah "Semoga Allah juga memberkahimu." Ini adalah doa keberkahan yang kita kembalikan kepada orang yang telah mendoakan kita. Ini menunjukkan sikap saling mendoakan dalam kebaikan.
- Untuk laki-laki: Barakallahu Fika
- Untuk perempuan: Barakallahu Fiki
- Untuk banyak orang: Barakallahu Fiikum
Jika seseorang mengatakan "Barakallahu Fiik" kepada Anda, Anda bisa menjawabnya dengan "Wa Fiika Barakallah" (Dan semoga Allah juga memberkahimu).
3. Aamiin, Wa Iyyak (آمِيْن، وَإِيَّاكَ)
Jawaban ini juga sering digunakan. "Aamiin" berarti "Kabulkanlah, ya Allah," yang merupakan bentuk pengamalan atas doa "Tabarakallah" itu sendiri. Sementara "Wa Iyyak" (untuk laki-laki) atau "Wa Iyyaki" (untuk perempuan) berarti "Dan kepadamu juga." Jadi, secara keseluruhan artinya, "Kabulkanlah ya Allah, dan semoga kebaikan yang sama juga untukmu."
4. Syukran (شُكْرًا)
Mengucapkan "Syukran" atau "Terima kasih" juga tidak salah. Ini adalah bentuk penghargaan dasar atas pujian dan doa yang diberikan. Namun, akan jauh lebih baik jika ucapan terima kasih ini diiringi dengan salah satu doa balasan di atas untuk menyempurnakan adab.
Memilih jawaban yang tepat menunjukkan pemahaman kita tentang pentingnya saling mendoakan dalam Islam. Ini mengubah interaksi pujian biasa menjadi sebuah siklus kebaikan, di mana doa dibalas dengan doa, dan keberkahan diharapkan menyebar kepada semua pihak.
Kedalaman "Tabarakallah" dalam Al-Qur'an dan Hadis
Keagungan kalimat "Tabarakallah" tidak hanya terlihat dari penggunaannya sehari-hari, tetapi juga berakar kuat dalam sumber utama ajaran Islam, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Kata ini digunakan langsung oleh Allah untuk menggambarkan Dzat-Nya Yang Maha Agung.
Dalam Al-Qur'an
Kata "Tabaraka" muncul beberapa kali dalam Al-Qur'an, selalu merujuk pada keagungan, kesucian, dan keberkahan Allah SWT. Ayat-ayat ini menegaskan posisi-Nya sebagai sumber segala kebaikan.
Salah satu ayat yang paling terkenal adalah ayat pertama dari Surah Al-Mulk:
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ "Maha Suci (Tabaraka) Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Mulk: 1)Di sini, kata "Tabaraka" digunakan sebagai pembuka surat untuk langsung mengumumkan keagungan absolut dan kekuasaan penuh Allah atas seluruh alam semesta. Ini adalah pernyataan bahwa semua berkah berasal dari Dia yang memegang kendali atas segalanya.
Contoh lain dapat ditemukan dalam Surah Al-Furqan:
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا "Maha Suci (Tabaraka) Allah yang telah menurunkan Furqan (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam." (QS. Al-Furqan: 1)Ayat ini mengaitkan keberkahan Allah dengan wahyu-Nya. Al-Qur'an sebagai sumber petunjuk adalah salah satu manifestasi terbesar dari berkah Allah bagi umat manusia. Menggunakan kata "Tabaraka" di sini menyoroti betapa agungnya nikmat diturunkannya kitab suci ini.
Kesimpulan: Lebih dari Sekadar Ucapan
Dari seluruh penjabaran di atas, menjadi jelas bahwa "Tabarakallah" bukanlah sekadar frasa basa-basi. Ia adalah sebuah konsep hidup, sebuah cara pandang, dan sebuah amalan hati yang mendalam.
- Secara Teologis, ini adalah pengakuan tauhid, mengembalikan segala keagungan hanya kepada Allah.
- Secara Psikologis, ini adalah obat bagi hati, menyembuhkan penyakit iri, dengki, dan 'ujub (bangga diri).
- Secara Sosial, ini adalah perekat ukhuwah, mengubah kekaguman menjadi doa dan menyebarkan atmosfer positif dalam interaksi.
- Secara Spiritual, ini adalah bentuk zikir dan syukur yang konstan, menjaga lisan dan hati kita agar selalu terhubung dengan Sang Pemberi Nikmat.
Membiasakan lisan untuk refleks mengucapkan "Tabarakallah" setiap kali menyaksikan kebaikan adalah sebuah latihan untuk membentuk jiwa yang senantiasa bersyukur, rendah hati, dan berbaik sangka. Ia mengajarkan kita untuk melihat melampaui ciptaan dan menyaksikan keagungan Sang Pencipta di baliknya. Semoga kita semua dimampukan oleh Allah untuk menghidupkan sunnah yang mulia ini dalam setiap aspek kehidupan kita, sehingga setiap pandangan dan ucapan kita menjadi sumber keberkahan, bukan sumber mudarat.