Banyak yang mencari tahu dan bertanya, "tuliskan bunyi surah an nasr ayat satu". Jawaban langsung untuk pertanyaan ini adalah sebuah ayat agung yang sarat dengan makna sejarah, spiritualitas, dan pelajaran abadi. Bunyi dari ayat pertama Surah An-Nasr adalah:
إِذَا جَآءَ نَصْرُ ٱللَّهِ وَٱلْفَتْحُ
Idzaa jaa-a nasrullahi wal fat-h.
"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,"
Ayat ini, meskipun singkat, merupakan gerbang untuk memahami salah satu surah paling monumental dalam Al-Qur'an. Surah An-Nasr (Pertolongan), surah ke-110, adalah surah Madaniyah yang diturunkan di Madinah. Meskipun hanya terdiri dari tiga ayat, kandungannya begitu padat dan mendalam. Ayat pertama ini bukan sekadar kalimat berita, melainkan sebuah proklamasi ilahi yang menandai puncak dari sebuah perjuangan panjang dan awal dari sebuah era baru.
Untuk memahami konteks ayat pertama secara utuh, penting bagi kita untuk melihat keseluruhan Surah An-Nasr. Berikut adalah teks lengkap dari surah ini:
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
إِذَا جَآءَ نَصْرُ ٱللَّهِ وَٱلْفَتْحُ (١)
Idzaa jaa-a nasrullahi wal fat-h.
1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
وَرَأَيْتَ ٱلنَّاسَ يَدْخُلُونَ فِى دِينِ ٱللَّهِ أَفْوَاجًا (٢)
Wa ra-aitan naasa yadkhuluuna fii diinillaahi afwaajaa.
2. dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَٱسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابًا (٣)
Fasabbih bihamdi rabbika wastaghfirh, innahuu kaana tawwaabaa.
3. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.
Ayat "Idzaa jaa-a nasrullahi wal fat-h" memiliki kedalaman makna yang luar biasa jika kita membedah setiap katanya. Analisis linguistik ini membantu kita mengapresiasi keindahan dan ketepatan pilihan kata dalam Al-Qur'an.
Kata "Idzaa" dalam bahasa Arab digunakan untuk menunjukkan suatu kondisi di masa depan yang kepastian terjadinya sangat tinggi, bahkan dianggap sudah pasti akan terjadi. Ini berbeda dengan kata "In" (jika) yang sering kali menyiratkan sebuah kemungkinan atau pengandaian. Penggunaan "Idzaa" di awal surah ini memberikan sinyal kuat dari Allah bahwa pertolongan dan kemenangan itu adalah sebuah keniscayaan yang pasti akan datang. Ini bukan harapan kosong, melainkan janji ilahi yang tinggal menunggu waktu untuk terwujud.
Kata "Jaa-a" berarti "datang". Ini adalah kata kerja aktif yang menunjukkan bahwa pertolongan dan kemenangan itu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan sesuatu yang bergerak dan tiba pada waktu yang telah ditentukan. Kedatangannya merupakan sebuah peristiwa besar yang mengubah keadaan. Gabungan "Idzaa jaa-a" menciptakan sebuah penekanan yang kuat: "Apabila *benar-benar telah datang*..."
Frasa ini adalah inti dari ayat tersebut. "Nasr" berarti pertolongan, bantuan, atau dukungan yang membawa kepada kemenangan. Namun, yang terpenting adalah penyandarannya kepada "Allah". Ini menegaskan bahwa sumber segala pertolongan hakiki hanyalah Allah SWT. Kemenangan yang diraih oleh kaum Muslimin bukanlah semata-mata karena kekuatan militer, strategi perang, atau jumlah pasukan mereka. Semua itu adalah sebab, tetapi penggerak utamanya adalah "Nasrullah", pertolongan yang datang langsung dari Allah. Ini adalah pelajaran fundamental tentang tauhid, yaitu mengesakan Allah sebagai satu-satunya sumber kekuatan dan keberhasilan.
Kata "Al-Fath" secara harfiah berarti "pembukaan". Ini lebih dari sekadar kemenangan (an-nashr). "Al-Fath" menyiratkan terbukanya sesuatu yang sebelumnya tertutup. Para ulama tafsir sepakat bahwa "Al-Fath" yang dimaksud dalam ayat ini secara spesifik merujuk pada peristiwa Fathu Makkah (Pembebasan Kota Mekkah). Peristiwa ini bukan hanya kemenangan militer, melainkan sebuah "pembukaan" besar:
Penggunaan kata "Al-Fath" menunjukkan bahwa kemenangan ini bersifat transformatif dan fundamental, mengubah lanskap sosial, politik, dan spiritual secara keseluruhan.
Untuk memahami secara utuh makna di balik "pertolongan Allah dan kemenangan", kita harus menengok kembali pada latar belakang sejarah turunnya surah ini, yaitu peristiwa Fathu Makkah. Peristiwa agung ini terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-8 Hijriyah.
Fathu Makkah bukanlah penaklukan yang dipenuhi pertumpahan darah. Sebaliknya, ia adalah manifestasi dari rahmat, pengampunan, dan kebijaksanaan Rasulullah SAW.
Peristiwa ini dipicu oleh pelanggaran Perjanjian Hudaibiyah oleh kaum Quraisy dan sekutunya. Rasulullah SAW kemudian mempersiapkan pasukan besar yang terdiri dari sekitar 10.000 sahabat untuk bergerak menuju Mekkah. Namun, tujuan utama beliau bukanlah untuk berperang, melainkan untuk membebaskan kota suci tersebut dengan cara yang paling damai.
Kekuatan kaum Muslimin yang begitu besar, ditambah dengan strategi brilian Rasulullah SAW, membuat para pemimpin Quraisy gentar. Mereka menyadari bahwa perlawanan hanya akan sia-sia dan membawa kehancuran. Tokoh-tokoh utama Quraisy seperti Abu Sufyan akhirnya menyerah dan memeluk Islam. Rasulullah SAW memasuki Kota Mekkah dengan penuh ketawadukan, kepala beliau tertunduk di atas untanya sebagai tanda kerendahan hati di hadapan Allah yang telah memberikan kemenangan.
Beliau kemudian memberikan pengumuman yang legendaris: "Barangsiapa masuk ke rumah Abu Sufyan, maka ia aman. Barangsiapa menutup pintu rumahnya, maka ia aman. Dan barangsiapa masuk ke Masjidil Haram, maka ia aman." Beliau memberikan pengampunan massal kepada penduduk Mekkah, termasuk mereka yang selama bertahun-tahun telah memusuhi, menyiksa, dan mengusir beliau serta para pengikutnya. Inilah puncak dari "Al-Fath", sebuah kemenangan moral dan spiritual yang jauh melampaui kemenangan fisik.
Surah An-Nasr tidak berhenti pada pengabaran tentang datangnya kemenangan. Justru, bagian terpentingnya adalah instruksi Allah tentang bagaimana seorang mukmin harus merespons nikmat besar tersebut. Ini adalah panduan universal tentang manajemen kesuksesan dalam perspektif Islam.
Ayat kedua, "dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah," adalah buah langsung dari "Nasrullah" dan "Al-Fath". Setelah Mekkah dibebaskan dan Ka'bah disucikan dari berhala, suku-suku Arab dari berbagai penjuru Jazirah Arab mulai melihat kebenaran Islam dengan mata yang jernih. Mereka yang sebelumnya ragu atau takut pada kekuatan Quraisy kini tidak memiliki halangan lagi. Mereka datang dalam rombongan besar (afwaajaa) untuk menyatakan keislaman mereka di hadapan Rasulullah SAW. Ini adalah bukti nyata bahwa ketika pertolongan Allah datang, hati manusia pun akan terbuka.
Respons pertama yang diperintahkan Allah bukanlah pesta pora atau arogansi, melainkan tasbih. "Fasabbih bihamdi rabbika" (maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu). Tasbih (mengucapkan "Subhanallah") berarti menyucikan Allah dari segala kekurangan. Dalam konteks kemenangan, bertasbih memiliki makna:
Perintah tasbih digandengkan langsung dengan tahmid (memuji, mengucapkan "Alhamdulillah"). Ini adalah ekspresi rasa syukur yang mendalam. Jika tasbih adalah pengakuan atas keagungan Allah, maka tahmid adalah pengakuan atas kebaikan dan nikmat-Nya. Kemenangan adalah nikmat yang luar biasa, dan cara terbaik untuk mensyukurinya adalah dengan memuji Sang Pemberi Nikmat. Ini mengajarkan kita bahwa setiap pencapaian, besar maupun kecil, harus disambut dengan rasa syukur yang tulus kepada Allah.
Ini adalah bagian yang paling menakjubkan dan menjadi pelajaran kerendahan hati yang tertinggi. Justru di puncak kejayaan, di saat kesuksesan terbesar diraih, Allah memerintahkan Rasul-Nya dan umatnya untuk beristighfar (memohon ampun). Mengapa?
Perintah ini menunjukkan bahwa seorang mukmin sejati tidak pernah merasa puas dengan amalnya dan selalu merasa butuh akan ampunan Tuhannya, baik dalam keadaan sulit maupun dalam keadaan lapang dan berjaya.
Bagi banyak sahabat senior, Surah An-Nasr memiliki makna yang lebih dalam. Mereka memahaminya bukan hanya sebagai kabar gembira kemenangan, tetapi juga sebagai isyarat bahwa tugas Rasulullah SAW di dunia telah selesai dan waktu kembalinya beliau kepada Allah telah dekat.
Diriwayatkan bahwa ketika surah ini turun, banyak sahabat bergembira, tetapi Abu Bakar Ash-Shiddiq justru menangis. Ketika ditanya mengapa, beliau menjawab, "Ini adalah pertanda wafatnya Rasulullah SAW." Logikanya adalah, jika misi utama telah tercapai—pertolongan Allah datang, kemenangan besar diraih, dan manusia berbondong-bondong masuk Islam—maka tugas sang utusan telah paripurna.
Ibnu Abbas, sang ahli tafsir di kalangan sahabat, juga memiliki pemahaman serupa. Surah ini turun pada saat Haji Wada' (haji perpisahan), yang semakin menguatkan isyarat tersebut. Ini mengajarkan kita bahwa setiap puncak pencapaian adalah pengingat bahwa akhir dari sebuah perjalanan sudah di depan mata. Keberhasilan bukanlah titik akhir, melainkan penanda selesainya sebuah amanah.
Bunyi Surah An-Nasr ayat satu, "Idzaa jaa-a nasrullahi wal fat-h," adalah lebih dari sekadar rekaman peristiwa sejarah. Ia adalah sebuah prinsip kehidupan. Ayat ini dan keseluruhan surah di dalamnya memberikan peta jalan bagi setiap individu, komunitas, dan bangsa dalam menghadapi siklus perjuangan dan keberhasilan.
Pelajaran utamanya adalah bahwa pertolongan sejati hanya datang dari Allah, dan kemenangan hakiki adalah terbukanya hati manusia kepada kebenaran. Respons yang benar terhadap nikmat keberhasilan bukanlah kesombongan, melainkan peningkatan kualitas spiritual: menyucikan Allah (tasbih), bersyukur kepada-Nya (tahmid), dan memohon ampunan-Nya (istighfar). Dengan memahami dan mengamalkan pesan agung dari Surah An-Nasr, kita belajar bagaimana menjadi hamba yang sejati dalam segala keadaan, baik dalam kesulitan maupun di puncak kemenangan.