Pilar Pertama: Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
Pondasi utama dari Asesmen Nasional adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Istilah "minimum" di sini seringkali disalahpahami. Ini bukan berarti menguji kemampuan pada level terendah, melainkan mengukur kompetensi esensial yang dibutuhkan setiap individu untuk dapat berfungsi secara produktif dalam masyarakat, terlepas dari profesi atau jalur hidup yang akan mereka tempuh. AKM berfokus pada dua kompetensi fundamental: Literasi Membaca dan Numerasi.
Kedua kompetensi ini dianggap sebagai kunci pembuka untuk mempelajari bidang ilmu lainnya (learning tools). Tanpa kemampuan literasi yang baik, siswa akan kesulitan memahami materi sejarah, biologi, atau sosiologi. Tanpa kemampuan numerasi yang memadai, konsep-konsep dalam fisika, kimia, dan ekonomi akan terasa abstrak dan sulit dicerna. Oleh karena itu, AKM tidak menguji penguasaan konten mata pelajaran secara spesifik, melainkan kemampuan bernalar dan memproses informasi menggunakan teks dan angka dalam berbagai konteks.
Kompetensi Literasi Membaca: Lebih dari Sekadar Membaca
Literasi membaca dalam konteks AKM didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks untuk mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan dan potensi, serta berpartisipasi dalam masyarakat. Definisi ini melampaui kemampuan teknis membaca kata per kata. Ia menuntut proses kognitif yang lebih dalam.
Tiga Proses Kognitif dalam Literasi Membaca:
- Menemukan Informasi (Locate and Retrieve): Ini adalah level paling dasar, di mana siswa diminta untuk menemukan informasi yang tersurat secara eksplisit di dalam teks. Ini bisa berupa menemukan nama tokoh, tanggal kejadian, atau detail spesifik lainnya. Pertanyaan pada level ini biasanya dimulai dengan "Siapa...", "Kapan...", "Di mana...".
- Memahami dan Menginterpretasi (Interpret and Integrate): Level ini menuntut siswa untuk memahami makna yang tersirat. Mereka harus mampu menyimpulkan ide pokok, membandingkan informasi dari bagian teks yang berbeda, mengidentifikasi hubungan sebab-akibat, atau menafsirkan perasaan tokoh. Ini adalah tentang menghubungkan titik-titik informasi untuk membentuk pemahaman yang utuh.
- Mengevaluasi dan Merefleksi (Evaluate and Reflect): Ini adalah level kognitif tertinggi. Siswa ditantang untuk menilai kredibilitas teks, kualitas argumen penulis, atau kesesuaian gaya bahasa dengan tujuan penulisan. Selain itu, mereka juga diharapkan mampu merefleksikan isi teks dengan pengetahuan, pengalaman, atau nilai-nilai yang mereka miliki. Pertanyaan pada level ini seringkali meminta siswa untuk memberikan justifikasi, kritik, atau menghubungkan teks dengan konteks dunia nyata.
Konteks Teks dalam AKM Literasi:
Soal-soal AKM disajikan dalam beragam konteks untuk mengukur kemampuan siswa menerapkan literasi dalam berbagai situasi kehidupan.
- Konteks Personal: Teks yang berkaitan dengan kepentingan pribadi, seperti surat, buku harian, email pribadi, atau ulasan hobi.
- Konteks Sosial Budaya: Teks yang berhubungan dengan isu-isu kemasyarakatan, seperti berita, artikel majalah, pidato, atau pengumuman publik.
- Konteks Saintifik: Teks yang berisi informasi ilmiah, seperti laporan penelitian, artikel ensiklopedia, atau infografis tentang fenomena alam.
Selain itu, teks yang digunakan juga bervariasi jenisnya, mulai dari teks informasi (eksposisi, laporan, prosedur) yang bertujuan memberikan fakta, hingga teks fiksi (cerpen, puisi, novel) yang bertujuan menghibur dan merangsang imajinasi.
Contoh Analisis Soal Literasi
Stimulus: Sebuah infografis yang menampilkan data tentang penurunan luas hutan di Indonesia dari tahun ke tahun, disertai teks singkat yang menjelaskan penyebabnya seperti alih fungsi lahan dan pembalakan liar, serta dampaknya seperti hilangnya keanekaragaman hayati dan peningkatan risiko bencana alam.
- Soal Level 1 (Menemukan Informasi): "Berapa juta hektar penurunan luas hutan yang terjadi antara tahun A dan tahun B berdasarkan grafik tersebut?"
- Soal Level 2 (Memahami): "Berdasarkan informasi dalam teks, manakah pernyataan berikut yang merupakan akibat langsung dari aktivitas pembalakan liar?"
- Soal Level 3 (Mengevaluasi): "Pemerintah mengklaim program reboisasi berhasil. Dengan melihat tren data pada infografis, apakah klaim tersebut dapat sepenuhnya dibenarkan? Jelaskan alasanmu."
Contoh ini menunjukkan bagaimana satu stimulus dapat digunakan untuk mengukur berbagai level kemampuan kognitif, dari sekadar membaca data hingga menganalisis dan mengkritisi informasi secara mendalam.
Kompetensi Numerasi: Nalar Matematika dalam Kehidupan
Sama seperti literasi, numerasi dalam AKM bukan sekadar kemampuan berhitung atau menghafal rumus matematika. Numerasi adalah kemampuan menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari dalam berbagai konteks yang relevan bagi individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia. Ini adalah tentang melihat dunia melalui "kacamata matematika".
Konten Matematika dalam AKM Numerasi:
Materi numerasi dikelompokkan ke dalam empat domain besar yang mencakup berbagai aspek matematika yang aplikatif.
- Bilangan: Meliputi pemahaman tentang representasi bilangan (cacah, bulat, pecahan, desimal), sifat urutan, dan operasi hitung. Aplikasinya sangat luas, mulai dari menghitung diskon belanja hingga memahami skala dalam resep masakan.
- Geometri dan Pengukuran: Mencakup pemahaman tentang bentuk-bentuk bangun datar dan ruang, serta penggunaan satuan pengukuran (panjang, berat, waktu, volume). Contohnya adalah menghitung luas ruangan yang akan dicat atau memperkirakan waktu tempuh perjalanan.
- Aljabar: Berfokus pada pemahaman pola, hubungan, dan fungsi. Ini adalah dasar dari pemikiran logis dan sistematis. Contoh sederhananya adalah memahami hubungan antara jumlah barang yang dibeli dengan total harga yang harus dibayar.
- Data dan Ketidakpastian: Meliputi kemampuan membaca, menganalisis, menginterpretasi, serta menyajikan data dalam bentuk tabel atau grafik. Domain ini juga mencakup pemahaman dasar tentang peluang dan probabilitas, yang krusial untuk membuat keputusan dalam situasi yang tidak pasti.
Tiga Proses Kognitif dalam Numerasi:
- Pemahaman (Knowing): Kemampuan untuk mengenali dan mengingat fakta, konsep, dan prosedur matematika. Misalnya, mengetahui bahwa luas persegi panjang adalah panjang dikali lebar.
- Penerapan (Applying): Kemampuan menggunakan pengetahuan matematika untuk menyelesaikan masalah rutin dalam konteks yang jelas. Misalnya, menghitung total biaya belanjaan setelah dikenai pajak.
- Penalaran (Reasoning): Level tertinggi yang menuntut siswa untuk menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi strategi pemecahan masalah. Ini melibatkan kemampuan untuk memecahkan masalah non-rutin, memberikan justifikasi atas solusi yang dipilih, dan menggeneralisasi pola.
Contoh Analisis Soal Numerasi
Stimulus: Sebuah brosur promo dari sebuah kedai kopi yang menawarkan dua pilihan: (A) Beli 1 Gratis 1 untuk kopi seharga Rp25.000, atau (B) Diskon 40% untuk setiap cangkir kopi.
- Soal Level 1 (Pemahaman): "Berapa harga satu cangkir kopi setelah diskon 40%?" (Menerapkan prosedur persentase).
- Soal Level 2 (Penerapan): "Jika kamu ingin membeli 4 cangkir kopi, promo manakah yang memberikan harga total lebih murah?" (Membandingkan dua skenario).
- Soal Level 3 (Penalaran): "Seorang teman berpendapat bahwa promo 'Beli 1 Gratis 1' selalu lebih baik daripada diskon 40%. Apakah kamu setuju dengan pendapat tersebut? Jelaskan penalaranmu dengan menyertakan kondisi di mana pendapat itu bisa benar atau salah." (Menganalisis dan menggeneralisasi).
Soal penalaran ini tidak hanya meminta jawaban akhir, tetapi juga proses berpikir logis di baliknya. Siswa mungkin perlu menjelaskan bahwa promo A setara dengan diskon 50% jika membeli dalam kelipatan genap, sehingga selalu lebih baik dari diskon 40%.
Pilar Kedua: Survei Karakter untuk Memotret Profil Pelajar Pancasila
Pendidikan tidak hanya bertujuan mencerdaskan secara akademis, tetapi juga membentuk manusia yang berkarakter mulia. Asesmen Nasional menyadari pentingnya hal ini melalui instrumen kedua, yaitu Survei Karakter. Survei ini dirancang untuk mengukur hasil belajar non-kognitif siswa yang mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila. Tujuannya adalah memetakan sejauh mana lingkungan sekolah telah berhasil menumbuhkan karakter-karakter positif pada diri siswa.
Penting untuk diingat, Survei Karakter tidak menilai individu siswa dan tidak ada jawaban yang benar atau salah. Jawaban siswa digunakan secara agregat untuk memberikan gambaran tentang profil karakter di tingkat sekolah.
Survei ini mengukur enam dimensi utama yang dikenal sebagai Profil Pelajar Pancasila. Keenam profil ini saling berkaitan dan membentuk satu kesatuan karakter yang utuh.
1. Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME, dan Berakhlak Mulia
Dimensi ini adalah fondasi spiritual dan moral. Ini bukan hanya tentang ritual keagamaan, tetapi juga manifestasinya dalam kehidupan sehari-hari. Elemen kuncinya meliputi:
- Akhlak Beragama: Memahami ajaran pokok agama/kepercayaan dan menerapkannya dalam perilaku.
- Akhlak Pribadi: Menunjukkan integritas, seperti jujur, bertanggung jawab, dan dapat dipercaya.
- Akhlak kepada Manusia: Menghormati orang lain tanpa memandang perbedaan, bersikap empati, dan peduli terhadap sesama.
- Akhlak kepada Alam: Menyadari pentingnya menjaga lingkungan, tidak merusak alam, dan berpartisipasi dalam upaya pelestarian.
- Akhlak Bernegara: Memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara dan menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi.
2. Berkebinekaan Global
Di tengah era globalisasi, kemampuan untuk berinteraksi secara positif dengan keragaman budaya menjadi sangat penting. Profil ini menekankan pada sikap terbuka dan hormat terhadap perbedaan. Elemennya antara lain:
- Mengenal dan Menghargai Budaya: Memiliki rasa ingin tahu terhadap budaya lain, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.
- Komunikasi dan Interaksi Antarbudaya: Mampu berkomunikasi secara efektif dengan orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda, mengatasi stereotip dan prasangka.
- Refleksi dan Tanggung Jawab terhadap Pengalaman Kebinekaan: Mampu merefleksikan pengalaman berinteraksi dengan keragaman dan memanfaatkannya untuk tumbuh sebagai pribadi yang lebih bijaksana.
3. Bergotong Royong
Kemampuan untuk bekerja sama secara kolaboratif adalah salah satu keterampilan abad ke-21 yang paling krusial. Profil ini mencakup kemampuan untuk melakukan kegiatan bersama-sama secara sukarela agar pekerjaan terasa lebih ringan dan tujuan bersama tercapai. Elemen kuncinya adalah:
- Kolaborasi: Bekerja dalam tim, membangun komunikasi yang positif, dan saling membantu untuk mencapai tujuan kelompok.
- Kepedulian: Memiliki kepekaan terhadap kondisi lingkungan sekitar dan proaktif memberikan bantuan kepada yang membutuhkan.
- Berbagi: Rela berbagi sumber daya (waktu, tenaga, pengetahuan) untuk kepentingan bersama.
4. Mandiri
Seorang pelajar mandiri adalah individu yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya sendiri. Mereka memiliki kesadaran diri dan mampu mengatur diri sendiri. Elemen-elemennya meliputi:
- Kesadaran akan Diri dan Situasi: Mampu mengenali kekuatan dan kelemahan diri, serta memahami tantangan yang dihadapi.
- Regulasi Diri: Mampu menetapkan tujuan, membuat rencana, memonitor kemajuan, dan melakukan evaluasi diri tanpa harus selalu diarahkan oleh orang lain. Ini termasuk kemampuan mengelola emosi dan motivasi.
5. Bernalar Kritis
Ini adalah kemampuan yang sangat terkait dengan AKM. Bernalar kritis berarti mampu secara objektif memproses informasi, baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasinya, dan menyimpulkannya. Elemen-elemennya adalah:
- Memperoleh dan Memproses Informasi dan Gagasan: Mampu mengajukan pertanyaan yang relevan, mengidentifikasi, dan mengklarifikasi gagasan.
- Menganalisis dan Mengevaluasi Penalaran: Mampu mengidentifikasi argumen yang logis dan tidak logis, serta mendeteksi bias dalam informasi.
- Merefleksi Pemikiran dan Proses Berpikir: Mampu mengevaluasi proses berpikirnya sendiri untuk sampai pada suatu kesimpulan.
- Mengambil Keputusan: Mampu membuat keputusan yang tepat berdasarkan analisis data dan pertimbangan yang matang.
6. Kreatif
Kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak. Ini bisa berupa gagasan, tindakan, atau karya nyata. Profil ini tidak hanya tentang seni, tetapi juga tentang pemecahan masalah yang inovatif. Elemennya adalah:
- Menghasilkan Gagasan yang Orisinal: Mampu berpikir out-of-the-box dan melahirkan ide-ide baru.
- Menghasilkan Karya dan Tindakan yang Orisinal: Mampu mewujudkan gagasannya menjadi sebuah karya atau tindakan nyata.
Pilar Ketiga: Survei Lingkungan Belajar, Jantung Kualitas Pendidikan
Kompetensi dan karakter siswa tidak tumbuh di ruang hampa. Keduanya sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan tempat mereka belajar setiap hari. Oleh karena itu, pilar ketiga Asesmen Nasional adalah Survei Lingkungan Belajar (Sulingjar). Instrumen ini memotret berbagai aspek input dan proses belajar-mengajar di satuan pendidikan.
Responden survei ini lebih luas, tidak hanya siswa, tetapi juga seluruh guru dan kepala sekolah. Perspektif yang beragam ini memberikan gambaran yang lebih holistik tentang realitas di sekolah. Sama seperti Survei Karakter, data dari Sulingjar digunakan untuk diagnosis dan perbaikan, bukan untuk menghukum sekolah.
Aspek-Aspek yang Diukur dalam Survei Lingkungan Belajar:
| Domain Utama | Sub-Domain yang Diukur | Deskripsi |
|---|---|---|
| Iklim Keamanan Sekolah | Kesejahteraan Psikologis, Perundungan, Kekerasan Seksual, Narkoba. | Mengukur sejauh mana siswa dan guru merasa aman secara fisik dan psikologis di lingkungan sekolah, bebas dari ancaman perundungan, kekerasan, dan penyalahgunaan zat terlarang. |
| Iklim Kebinekaan Sekolah | Toleransi Agama dan Budaya, Sikap Inklusif, Dukungan terhadap Kesetaraan Gender. | Memotret sejauh mana sekolah menjadi lingkungan yang menghargai perbedaan, mempromosikan toleransi, dan memberikan perlakuan yang adil kepada semua warga sekolah tanpa memandang latar belakang. |
| Indeks Sosio-Ekonomi | Latar Belakang Keluarga Siswa. | Mengumpulkan data mengenai latar belakang sosial dan ekonomi siswa untuk memberikan konteks pada hasil belajar, sehingga perbandingan antar sekolah menjadi lebih adil. |
| Kualitas Pembelajaran | Manajemen Kelas, Dukungan Afektif, Aktivasi Kognitif. | Mengukur praktik-praktik pengajaran guru di dalam kelas, seperti kemampuan mengelola kelas secara efektif, memberikan dukungan emosional kepada siswa, dan merancang pembelajaran yang menstimulasi penalaran kritis. |
| Pengembangan Guru | Refleksi dan Perbaikan Pembelajaran, Dukungan untuk Refleksi Guru. | Melihat sejauh mana guru secara rutin melakukan refleksi atas praktik mengajarnya dan sejauh mana sekolah menyediakan dukungan (misalnya melalui supervisi atau forum diskusi) untuk proses pengembangan profesional tersebut. |
Hasil dari Sulingjar memberikan informasi yang sangat berharga. Misalnya, jika hasil AKM sebuah sekolah rendah, data Sulingjar dapat membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebabnya. Apakah karena kualitas pembelajarannya yang kurang menantang? Ataukah karena iklim keamanannya yang tidak kondusif sehingga siswa tidak bisa belajar dengan tenang? Dengan informasi ini, intervensi yang dilakukan bisa jauh lebih tepat sasaran.
Mekanisme Pelaksanaan dan Implikasi Hasil
Asesmen Nasional dilaksanakan berbasis komputer, yang dikenal dengan istilah ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer). Terdapat dua moda pelaksanaan, yaitu daring (online) penuh dan semi-daring (semi-online), untuk mengakomodasi kondisi infrastruktur yang beragam di seluruh Indonesia.
Satu hal yang sangat penting untuk dipahami adalah pesertanya. Asesmen Nasional tidak diikuti oleh seluruh siswa di tingkat akhir seperti ujian sebelumnya. Peserta dipilih secara acak (sampling) dari siswa kelas 5 (SD), 8 (SMP), dan 11 (SMA/SMK). Pemilihan kelas tengah ini bersifat strategis. Tujuannya adalah agar hasil asesmen dapat digunakan untuk perbaikan sebelum siswa-siswa tersebut lulus dari jenjang pendidikannya. Ini memperkuat fungsi AN sebagai alat formatif, bukan sumatif.
Bagaimana Hasilnya Digunakan?
Hasil dari ketiga instrumen (AKM, Survei Karakter, Sulingjar) diolah dan disajikan dalam sebuah platform yang disebut Rapor Pendidikan. Rapor ini dapat diakses oleh sekolah, dinas pendidikan daerah, dan pemerintah pusat. Rapor ini tidak menampilkan skor individu, melainkan data agregat di tingkat satuan pendidikan.
Implikasi dari Rapor Pendidikan adalah:- Bagi Sekolah: Menjadi dasar untuk melakukan refleksi diri (evaluasi diri sekolah). Kepala sekolah dan guru dapat mengidentifikasi area mana yang sudah baik dan mana yang perlu ditingkatkan. Misalnya, jika skor literasi rendah dan iklim membaca di sekolah juga teridentifikasi kurang, maka program prioritas sekolah bisa berupa pengadaan pojok baca atau gerakan literasi sekolah.
- Bagi Dinas Pendidikan Daerah: Membantu dinas untuk memetakan kualitas pendidikan di wilayahnya. Mereka dapat melihat sekolah mana yang memerlukan dukungan dan intervensi lebih intensif, serta merancang program pelatihan guru atau bantuan sarana yang sesuai dengan kebutuhan spesifik di lapangan.
- Bagi Pemerintah Pusat: Memberikan data skala nasional yang valid untuk merumuskan kebijakan pendidikan yang lebih efektif dan berbasis bukti.
Pergeseran Paradigma: Dari Mengajar Konten ke Mengembangkan Kompetensi
Kehadiran Asesmen Nasional mendorong sebuah pergeseran paradigma yang fundamental dalam praktik pendidikan. Guru dan sekolah didorong untuk tidak lagi berfokus pada "menghabiskan materi" atau "drilling" soal demi ujian. Sebaliknya, fokus beralih pada pengembangan kompetensi dan karakter siswa secara holistik.
Pembelajaran di kelas diharapkan menjadi lebih kontekstual, menarik, dan berpusat pada siswa. Guru berperan sebagai fasilitator yang memantik rasa ingin tahu dan melatih kemampuan bernalar siswa, bukan hanya sebagai sumber informasi tunggal. Siswa didorong untuk aktif bertanya, berdiskusi, berkolaborasi memecahkan masalah, dan merefleksikan proses belajarnya.
Dengan demikian, persiapan terbaik untuk menghadapi Asesmen Nasional bukanlah dengan bimbingan belajar intensif menjelang pelaksanaan, melainkan dengan mengubah budaya belajar di sekolah setiap harinya. Membiasakan siswa membaca beragam jenis teks, mengajak mereka berdiskusi tentang isu-isu di sekitar, memberikan proyek-proyek yang menuntut pemecahan masalah, serta membangun lingkungan sekolah yang aman dan suportif adalah kunci utama untuk meraih hasil asesmen yang baik, yang pada akhirnya mencerminkan kualitas pendidikan yang sesungguhnya.