Representasi visual hubungan antara pohon dan tanaman di bawahnya.
Agroforestri, atau sering juga disebut sistem wanatani, adalah praktik pengelolaan lahan pertanian yang secara sengaja mengintegrasikan pohon atau tanaman berkayu lainnya dengan tanaman pertanian dan/atau ternak secara bersamaan dalam satu unit lahan. Ini bukan sekadar menanam pohon di ladang; ini adalah sebuah filosofi pertanian yang didasarkan pada prinsip ekologi untuk mencapai keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan sosial.
Secara tradisional, pertanian modern sering kali berfokus pada sistem monokultur—lahan luas ditanami satu jenis tanaman pangan. Meskipun efisien dalam skala besar untuk produksi komoditas tunggal, model ini rentan terhadap degradasi tanah, serangan hama, dan perubahan iklim karena minimnya keanekaragaman hayati. Agroforestri hadir sebagai solusi yang mengembalikan keseimbangan alam ke dalam lanskap pertanian.
Di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, kelangkaan air, dan kebutuhan pangan yang terus meningkat, peran agroforestri menjadi semakin vital. Sistem ini menawarkan diversifikasi pendapatan bagi petani sekaligus memberikan jasa ekologis yang krusial bagi lingkungan. Ketika pohon-pohon ditanam bersama tanaman pangan, mereka bekerja secara sinergis. Akar pohon menahan erosi tanah dan membantu meningkatkan infiltrasi air, sementara kanopi mereka memberikan keteduhan parsial yang mengurangi stres panas pada tanaman di bawahnya.
Salah satu keunggulan utama agroforestri adalah kemampuannya dalam memitigasi dampak perubahan iklim. Pohon berfungsi sebagai penyerap karbon dioksida (CO2) alami yang efektif. Dengan menanam lebih banyak pohon di lahan pertanian, sektor ini dapat berkontribusi signifikan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Selain itu, dengan adanya naungan, kebutuhan irigasi bisa berkurang, sebuah keuntungan besar di daerah yang sering mengalami kekeringan.
Sistem agroforestri sangat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi lokal, namun umumnya dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan komponen utamanya:
Manfaat yang dihasilkan dari praktik ini bersifat berlapis. Secara ekonomi, petani tidak hanya bergantung pada satu hasil panen. Jika tanaman pangan gagal karena cuaca buruk, mereka masih memiliki cadangan dari hasil kayu, buah, atau hasil hutan non-kayu lainnya. Secara lingkungan, agroforestri meningkatkan kesuburan tanah melalui penambahan bahan organik dari serasah daun pohon, meningkatkan populasi mikroorganisme tanah, dan menjaga keanekaragaman fauna lokal.
Meskipun potensi agroforestri sangat besar, implementasinya tidak selalu mulus. Tantangan terbesar seringkali terletak pada persepsi petani yang terbiasa dengan efisiensi jangka pendek monokultur. Penanaman pohon membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum memberikan hasil ekonomi yang signifikan (misalnya, kayu atau buah), yang bisa menjadi kendala bagi petani dengan kebutuhan modal cepat. Selain itu, manajemen sistem yang kompleks—mengelola tiga komponen (pohon, tanaman, ternak) sekaligus—membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi dibandingkan pertanian konvensional.
Diperlukan adanya dukungan kebijakan, penyuluhan yang tepat, dan insentif dari pemerintah untuk mendorong adopsi luas. Ketika petani dibekali dengan pengetahuan tentang pemilihan jenis pohon yang tepat (yang tidak terlalu memayungi tanaman pangan utama) dan teknik pemangkasan yang benar, sistem agroforestri dapat terbukti menjadi model pertanian yang tangguh, menguntungkan, dan paling ramah lingkungan untuk masa depan planet kita. Integrasi alam dan pertanian inilah yang akan menentukan ketahanan pangan kita di dekade mendatang.