Ilustrasi: Akta Jual Beli (AJB) sebagai aset jaminan.
Dalam dunia pembiayaan dan transaksi properti di Indonesia, istilah **Agunan AJB** sering kali muncul. AJB sendiri merupakan singkatan dari Akta Jual Beli, dokumen krusial yang membuktikan peralihan hak kepemilikan suatu properti (tanah atau bangunan) dari penjual kepada pembeli, yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Ketika AJB dijadikan agunan atau jaminan, ini memiliki implikasi signifikan bagi kedua belah pihak, baik kreditur maupun debitur.
Apa Itu Agunan AJB?
Agunan adalah aset yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur sebagai jaminan atas suatu utang atau pinjaman. Dalam konteks properti yang belum bersertifikat Hak Milik (SHM) atau yang masih dalam proses peralihan formal di Badan Pertanahan Nasional (BPN), Akta Jual Beli seringkali digunakan sebagai bukti pengikatan awal. Meskipun AJB secara hukum formal belum sekuat Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Hak Tanggungan (sebagai jaminan utama bank), dalam praktik pembiayaan tertentu, AJB dapat diterima sebagai jaminan awal, terutama untuk pinjaman jangka pendek atau pembiayaan berbasis perdata.
Penggunaan AJB sebagai agunan menunjukkan bahwa debitur mengikatkan hak atas properti yang tertera dalam akta tersebut kepada pemberi pinjaman. Risiko yang melekat adalah jika debitur gagal memenuhi kewajibannya, kreditur berhak mengeksekusi properti tersebut sesuai kesepakatan dalam perjanjian pengikatan jaminan.
Status Hukum dan Kelemahan AJB sebagai Agunan
Penting untuk dipahami bahwa dalam sistem hukum pertanahan nasional, agunan utama yang diakui secara definitif untuk pinjaman bank yang besar adalah properti yang telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dibebani dengan Hak Tanggungan (HT). AJB, meskipun merupakan dokumen legal yang mengikat para pihak, statusnya masih sebatas bukti peralihan hak yang harus ditindaklanjuti dengan pendaftaran di BPN untuk mendapatkan sertifikat.
Kelemahan utama menggunakan **agunan AJB** adalah:
- Belum Terdaftar Formal: Belum adanya sertifikat yang sah membuat aset lebih rentan terhadap sengketa kepemilikan jika pihak ketiga mengklaim hak yang lebih kuat.
- Proses Eksekusi Sulit: Jika terjadi wanprestasi, proses eksekusi atas properti yang baru berstatus AJB melalui jalur pengadilan bisa memakan waktu dan kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan eksekusi Hak Tanggungan.
- Ketergantungan pada Penjual Awal: Terkadang, agunan AJB memerlukan kerjasama lanjutan dari pihak penjual awal (yang namanya masih tercatat di sertifikat sebelumnya) untuk proses balik nama atau pengurusan sertifikat.
Kapan AJB Digunakan sebagai Agunan?
Meskipun memiliki batasan, agunan AJB sering ditemukan dalam skenario berikut:
- Pinjaman Informal atau Pembiayaan Multiguna Kecil: Lembaga keuangan non-bank atau pemberi pinjaman individu seringkali menerima AJB sebagai jaminan cepat, terutama jika proses balik nama sertifikat sedang diurus.
- Bridging Loan: Pinjaman jangka pendek yang diberikan sambil menunggu proses legalitas properti selesai (misalnya, menunggu proses pecah sertifikat atau balik nama).
- Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB): Dalam beberapa kasus, jika properti masih dalam tahap pengembangan, PPJB yang diperkuat dengan AJB bisa menjadi dasar pengikatan jaminan sebelum AJB definitif diterbitkan.
Langkah Aman Saat Menjadikan AJB Sebagai Agunan
Bagi calon debitur yang berencana menjadikan properti berstatus AJB sebagai jaminan, sangat disarankan untuk melakukan langkah mitigasi risiko:
- Verifikasi ke BPN: Pastikan salinan AJB sesuai dengan riwayat kepemilikan terakhir yang tercatat di kantor pertanahan setempat.
- Adendum Perjanjian: Pastikan perjanjian kredit mencantumkan klausul kewajiban debitur untuk segera mengurus sertifikasi dan balik nama dalam jangka waktu tertentu.
- Kuasa Menjual: Beberapa perjanjian meminta adanya Surat Kuasa Menjual yang ditandatangani oleh pemilik awal (penjual dalam AJB) sebagai pelengkap pengamanan jaminan.
Secara keseluruhan, sementara AJB adalah bukti kuat adanya transaksi properti, penggunaannya sebagai agunan utama harus didekati dengan hati-hati, memprioritaskan percepatan pengalihan status legalitas aset menjadi sertifikat yang memiliki kekuatan hukum mengikat penuh sebagai jaminan properti yang sah.