Dalam dunia bisnis, bentuk usaha persekutuan seperti firma memegang peranan penting sebagai alternatif bagi para pengusaha yang ingin menjalankan bisnis secara kolektif. Salah satu dokumen fundamental yang wajib dimiliki oleh firma adalah **Akta Firma**. Akta ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah landasan hukum yang mengikat para mitra pendiri dalam menjalankan operasional bisnis mereka.
Secara definitif, Akta Firma adalah perjanjian tertulis yang dibuat di hadapan notaris, di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk menjalankan usaha atau pekerjaan secara bersama-sama dengan nama bersama. Dasar hukum utama yang mengatur pendirian firma di Indonesia terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), khususnya Pasal 16 hingga Pasal 35. Kepastian hukum yang diberikan oleh akta notaris ini sangat krusial, terutama ketika terjadi perselisihan antar mitra atau berhadapan dengan pihak ketiga.
Ilustrasi pembuatan perjanjian firma yang sah.
Isi dari Akta Firma harus mencakup beberapa elemen kunci agar memiliki kekuatan hukum penuh dan menghindari ambiguitas di masa depan. Pembuatan akta yang komprehensif adalah investasi terbaik bagi kelangsungan firma.
Banyak pengusaha pemula berpikir bahwa perjanjian lisan atau surat di bawah tangan sudah cukup. Namun, untuk firma, hal ini sangat berisiko. KUHD secara eksplisit mewajibkan pendirian firma dilakukan melalui akta notaris.
Kehadiran notaris memberikan tiga fungsi krusial:
Tanpa akta yang didaftarkan, firma tersebut dianggap tidak sah secara formal, yang dapat menyulitkan dalam proses perizinan usaha, pembukaan rekening bank atas nama firma, dan yang paling penting, berpotensi membuat perselisihan menjadi lebih sulit diselesaikan di pengadilan.
Salah satu karakteristik utama firma adalah sifat tanggung jawab para mitranya. Setiap mitra dalam firma bertanggung jawab secara pribadi atas seluruh utang perusahaan (tanggung jawab renteng dan tanpa batas). Artinya, jika aset firma tidak mencukupi untuk melunasi utang kepada kreditur, maka harta pribadi masing-masing mitra dapat disita.
Akta Firma berfungsi sebagai benteng pertahanan pertama dalam mengatur hubungan internal ini. Meskipun akta tidak bisa menghapus tanggung jawab renteng terhadap pihak ketiga (karena ini diatur undang-undang), akta dapat mengatur bagaimana mitra akan saling mengganti kerugian (reparasi internal). Misalnya, jika Mitra A melakukan kesalahan fatal yang menyebabkan utang besar, akta dapat mengatur bahwa Mitra A wajib mengganti kerugian kepada Mitra B dan C yang hartanya ikut terancam.
Oleh karena itu, sangat disarankan agar sebelum menandatangani Akta Firma, setiap calon mitra telah membaca dan memahami klausul mengenai tanggung jawab, pembagian keuntungan, serta mekanisme penyelesaian sengketa. Konsultasi dengan penasihat hukum sebelum finalisasi akta adalah langkah bijaksana untuk memastikan keberlanjutan dan perlindungan aset pribadi para pendiri.