Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, menjalankan berbagai program sosial, pendidikan, dan kesehatan melalui entitas hukum yang terstruktur, salah satunya adalah melalui Yayasan Muhammadiyah. Pembentukan yayasan ini, sebagaimana organisasi legal lainnya, wajib didasarkan pada sebuah dokumen fundamental: Akta Pendirian Yayasan Muhammadiyah. Dokumen ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan jantung legalitas dan landasan operasional yayasan tersebut.
Akta pendirian adalah dokumen notaris yang memuat seluruh detail mengenai tujuan, kegiatan, modal awal, susunan pengurus (ketua, sekretaris, bendahara), serta mekanisme operasional yayasan. Bagi Muhammadiyah, yayasan sering kali menjadi wadah untuk mengelola amal usaha yang memerlukan kepastian hukum yang kuat, terutama ketika berinteraksi dengan pemerintah, pihak ketiga, atau saat mengelola aset yang besar. Tanpa akta yang sah dan terdaftar, eksistensi yayasan tersebut di mata hukum Republik Indonesia menjadi rentan dan tidak diakui secara penuh. Proses pengesahan ini memastikan bahwa tujuan luhur yang diemban yayasan sejalan dengan Undang-Undang Nomor 16 tentang Yayasan.
Pembuatan akta pendirian harus dilakukan di hadapan Notaris yang berwenang. Notaris bertugas memastikan bahwa semua pendiri hadir, memahami isi akta, dan bahwa anggaran dasar yayasan tidak bertentangan dengan kaidah hukum yang berlaku, termasuk prinsip-prinsip keislaman yang dianut oleh Muhammadiyah selama tidak melanggar konstitusi negara. Hal ini mencakup penetapan nama yayasan, penetapan kekayaan awal, serta penunjukan pengurus pertama kali.
Salah satu aspek paling vital dari akta pendirian yayasan Muhammadiyah adalah perannya dalam pengelolaan aset. Yayasan didirikan dengan kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri. Akta tersebut secara eksplisit mencantumkan besaran kekayaan awal tersebut dan mekanisme pengelolaannya. Ketika yayasan berencana untuk membeli, menjual, atau menjaminkan aset (misalnya bangunan sekolah atau rumah sakit), legalitas transaksi tersebut bergantung pada keabsahan akta pendirian dan Surat Keputusan Pengesahan Badan Hukum dari Kementerian Hukum dan HAM.
Perubahan pengurus di kemudian hari, yang tentu sering terjadi dalam organisasi sebesar Muhammadiyah, harus melalui proses amandemen akta yang kemudian disahkan kembali oleh notaris. Jika terjadi sengketa internal atau masalah pertanggungjawaban dana hibah/donasi, dokumen akta menjadi rujukan utama untuk menetapkan siapa yang berhak dan berwenang mengambil keputusan atas nama yayasan.
Muhammadiyah selalu berorientasi pada kemajuan jangka panjang. Yayasan yang menaungi amal usaha—mulai dari Taman Kanak-Kanak hingga program ekonomi umat—membutuhkan kepastian bahwa kegiatan tersebut akan terus berjalan meski terjadi regenerasi kepemimpinan. Akta pendirian yayasan Muhammadiyah menjamin keberlanjutan ini dengan menetapkan sistem suksesi dan tujuan permanen organisasi. Tujuan yayasan, yang sering kali mencakup misi dakwah amar ma'ruf nahi munkar ala Muhammadiyah di sektor non-profit, terpatri kuat dalam akta tersebut.
Selain itu, dalam konteks penggalangan dana dan kemitraan internasional, transparansi dan legalitas adalah kunci. Lembaga donor atau mitra asing biasanya akan mensyaratkan salinan akta pendirian beserta status badan hukum yang masih berlaku sebelum menyalurkan bantuan atau investasi. Ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kepatuhan administratif akta pendirian agar seluruh program kemanusiaan dan keagamaan yang dijalankan oleh yayasan Muhammadiyah dapat berjalan tanpa hambatan birokrasi yang berarti. Proses pembaruan dan pemeliharaan dokumen legal ini adalah bagian integral dari manajemen organisasi modern.