Membedah Asesmen Nasional di Tingkat Madrasah Ibtidaiyah
Transformasi evaluasi pendidikan menuju pemetaan mutu yang komprehensif.
Dunia pendidikan terus bergerak dinamis, mencari format evaluasi yang paling tepat untuk mengukur dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Salah satu terobosan penting dalam sistem evaluasi pendidikan nasional adalah Asesmen Nasional (AN). Program ini dirancang bukan untuk menghakimi individu siswa, guru, atau sekolah, melainkan sebagai sebuah alat diagnostik yang komprehensif untuk memetakan mutu sistem pendidikan secara keseluruhan. Ketika diterapkan di tingkat dasar, khususnya di Madrasah Ibtidaiyah (MI), Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) menjadi cermin yang merefleksikan kesehatan ekosistem belajar-mengajar di lingkungan madrasah.
Asesmen Nasional hadir sebagai pengganti Ujian Nasional (UN) dengan filosofi yang sama sekali berbeda. Jika UN berfokus pada hasil belajar kognitif individu siswa di akhir jenjang, AN melihat gambaran yang lebih luas. AN mengukur tiga aspek fundamental: hasil belajar kognitif (literasi dan numerasi), hasil belajar non-kognitif (karakter siswa), serta kualitas proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan. Dengan demikian, ANBK di tingkat MI memberikan data yang kaya dan mendalam bagi para pemangku kepentingan—mulai dari guru, kepala madrasah, hingga pemerintah—untuk merumuskan kebijakan perbaikan yang lebih tepat sasaran.
Asesmen Nasional dirancang untuk mendorong perbaikan kualitas pembelajaran dan pengelolaan satuan pendidikan, bukan sebagai alat untuk meranking sekolah atau menilai prestasi siswa secara individu.
Memahami ANBK secara utuh berarti menyelami tiga instrumen utamanya: Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Ketiganya saling melengkapi untuk memberikan potret pendidikan yang holistik. Bagi ekosistem Madrasah Ibtidaiyah, pemahaman mendalam terhadap ketiga pilar ini adalah kunci untuk memaksimalkan manfaat asesmen sebagai fondasi peningkatan mutu pendidikan yang berkelanjutan.
Pilar Pertama: Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
Asesmen Kompetensi Minimum atau AKM adalah jantung dari komponen kognitif dalam Asesmen Nasional. AKM tidak menguji penguasaan konten mata pelajaran secara spesifik, melainkan mengukur dua kompetensi mendasar yang dibutuhkan oleh setiap individu untuk dapat berfungsi secara produktif dalam masyarakat. Dua kompetensi tersebut adalah Literasi Membaca dan Numerasi. Keduanya dianggap sebagai kompetensi esensial yang melintasi semua mata pelajaran dan menjadi bekal penting bagi siswa untuk belajar sepanjang hayat.
1. Mendalami Literasi Membaca
Literasi membaca dalam konteks AKM jauh melampaui kemampuan sekadar membaca teks. Ia mencakup kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah, mengembangkan kapasitas individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia, serta untuk dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat. Ini adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi yang diaplikasikan pada teks tertulis.
Konten Teks Literasi
Soal-soal AKM Literasi menggunakan dua jenis teks utama yang relevan dengan kehidupan siswa MI:
- Teks Fiksi: Berisi cerita rekaan, narasi, dongeng, atau kutipan novel anak yang bertujuan untuk menghibur, menggugah emosi, dan memberikan pelajaran moral. Teks fiksi mengasah kemampuan siswa untuk berimajinasi, memahami karakter, alur, dan pesan tersirat.
- Teks Informasi: Berisi data dan fakta yang disajikan dalam bentuk artikel, berita, pengumuman, brosur, atau infografis. Teks informasi bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang suatu topik. Teks ini melatih siswa untuk menemukan informasi spesifik, menganalisis data, dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta.
Level Kognitif Literasi
Kemampuan literasi diukur melalui tiga level proses kognitif yang berjenjang:
- Menemukan Informasi: Ini adalah level paling dasar, di mana siswa diminta untuk menemukan, mengakses, dan mencari informasi yang tersurat (eksplisit) di dalam teks. Contohnya adalah menjawab pertanyaan "siapa", "kapan", "di mana" berdasarkan bacaan.
- Menginterpretasi dan Mengintegrasi: Pada level ini, siswa harus mampu memahami informasi tersurat maupun tersirat, memadukan ide-ide antarbagian teks, dan membuat inferensi atau kesimpulan sederhana. Siswa ditantang untuk memahami makna kata berdasarkan konteks atau menjelaskan hubungan sebab-akibat yang tidak dinyatakan secara langsung.
- Mengevaluasi dan Merefleksi: Ini adalah level kognitif tertinggi. Siswa diharapkan mampu menilai kredibilitas dan kesesuaian teks dengan konteks, membandingkan informasi dari beberapa teks, serta merefleksikan isi teks untuk dihubungkan dengan pengalaman atau pengetahuan pribadinya. Kemampuan untuk mengkritisi pandangan penulis atau menilai kualitas argumen termasuk dalam level ini.
2. Memahami Numerasi
Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari dalam berbagai jenis konteks yang relevan bagi individu. Seperti literasi, numerasi bukanlah sekadar kemampuan berhitung, melainkan aplikasi matematika dalam dunia nyata. Tujuannya adalah agar siswa mampu menganalisis, menalar, dan mengomunikasikan ide-ide matematis secara efektif.
Konten Numerasi
Konten numerasi dalam AKM dikelompokkan ke dalam empat bidang utama yang relevan untuk tingkat MI:
- Bilangan: Meliputi pemahaman tentang representasi bilangan (cacah, pecahan, desimal), sifat urutan, dan operasi hitung.
- Pengukuran dan Geometri: Mencakup pemahaman tentang satuan baku (panjang, berat, waktu), luas, volume, serta mengenal dan memahami sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang.
- Data dan Ketidakpastian: Fokus pada kemampuan membaca, menginterpretasi, dan menyajikan data dalam bentuk tabel, diagram batang, atau piktogram. Konsep dasar peluang juga mulai diperkenalkan.
- Aljabar: Pada tingkat dasar, aljabar diperkenalkan melalui konsep pola bilangan, persamaan sederhana, dan hubungan antar kuantitas.
Level Kognitif Numerasi
Proses kognitif dalam numerasi juga diukur dalam tiga level:
- Pemahaman (Knowing): Siswa diharapkan mampu mengenali dan mengingat fakta, konsep, dan prosedur matematika dasar. Misalnya, mengetahui rumus luas persegi panjang atau mengenali simbol-simbol matematika.
- Penerapan (Applying): Pada level ini, siswa harus bisa menerapkan pengetahuan matematika yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah rutin dalam konteks yang jelas. Contohnya adalah menghitung total belanjaan atau mengukur panjang sebuah benda.
- Penalaran (Reasoning): Ini adalah level tertinggi yang menuntut siswa untuk berpikir kritis dan analitis. Siswa harus mampu menalar, menganalisis data, membuat generalisasi, dan menyelesaikan masalah non-rutin yang membutuhkan strategi pemecahan masalah yang lebih kompleks.
Penting untuk ditekankan bahwa AKM tidak menggantikan penilaian formatif dan sumatif yang dilakukan oleh guru di kelas. Sebaliknya, hasil AKM memberikan informasi berharga bagi guru dan madrasah untuk merefleksikan praktik pembelajaran dan mengidentifikasi area mana yang perlu diperkuat agar kompetensi literasi dan numerasi siswa dapat berkembang secara optimal.
Pilar Kedua: Survei Karakter
Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mencerdaskan secara akademis, tetapi juga untuk membentuk karakter yang mulia. Inilah yang menjadi fokus dari instrumen kedua Asesmen Nasional, yaitu Survei Karakter. Survei ini dirancang untuk mengukur hasil belajar non-kognitif siswa yang mencerminkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Profil Pelajar Pancasila.
Survei Karakter tidak berbentuk tes dengan jawaban benar atau salah. Sebaliknya, siswa akan dihadapkan pada serangkaian pertanyaan atau skenario yang meminta mereka untuk memberikan respons yang paling sesuai dengan keyakinan, sikap, dan kebiasaan mereka. Tujuannya adalah untuk memotret karakter siswa secara jujur. Hasil survei ini menjadi umpan balik bagi madrasah untuk melihat sejauh mana lingkungan belajar telah berhasil menumbuhkan dan mengembangkan karakter-karakter positif.
Enam Dimensi Profil Pelajar Pancasila
Survei Karakter mengukur enam dimensi utama yang menjadi fondasi Profil Pelajar Pancasila:
1. Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME, dan Berakhlak Mulia
Dimensi ini adalah inti dari pendidikan karakter, terutama di lingkungan madrasah. Ini mencakup pemahaman dan penerapan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari yang terwujud dalam akhlak yang baik. Elemen-elemennya meliputi:
- Akhlak Beragama: Mengenal sifat-sifat Tuhan dan menjalankan perintah-Nya.
- Akhlak Pribadi: Menunjukkan integritas, kejujuran, dan rasa tanggung jawab.
- Akhlak kepada Manusia: Menghormati orang lain, berempati, dan peduli terhadap sesama.
- Akhlak kepada Alam: Menjaga dan menyayangi lingkungan sekitar.
- Akhlak Bernegara: Memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara.
2. Berkebinekaan Global
Siswa diharapkan mampu mempertahankan budaya luhur, lokalitas, dan identitasnya, namun tetap berpikiran terbuka saat berinteraksi dengan budaya lain. Ini menumbuhkan rasa saling menghargai dan mencegah potensi konflik. Kemampuan ini meliputi pengenalan dan penghargaan terhadap keragaman budaya, kemampuan berkomunikasi interkultural, dan refleksi terhadap pengalaman kebinekaan.
3. Bergotong Royong
Kemampuan untuk bekerja sama secara sukarela agar kegiatan dapat berjalan lancar, mudah, dan ringan. Dimensi ini sangat penting untuk membangun kepedulian sosial dan kerja tim. Elemen kuncinya adalah kolaborasi (bekerja sama dalam tim), kepedulian (memperhatikan dan bertindak proaktif terhadap kondisi lingkungan), dan berbagi (memberi dan menerima hal yang penting bagi kehidupan bersama).
4. Mandiri
Pelajar yang mandiri adalah pelajar yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya sendiri. Mereka memiliki kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta memiliki kemampuan regulasi diri untuk menghadapi tantangan. Ini mencakup kemampuan untuk menetapkan tujuan, merencanakan strategi, dan melakukan evaluasi diri.
5. Bernalar Kritis
Ini adalah kemampuan untuk secara objektif memproses informasi, baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasinya, dan menyimpulkannya. Pelajar yang bernalar kritis mampu membuat keputusan yang tepat berdasarkan analisis yang cermat dan tidak mudah percaya pada informasi yang belum terverifikasi.
6. Kreatif
Pelajar yang kreatif mampu memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak. Kreativitas tidak hanya terbatas pada seni, tetapi juga dalam menemukan solusi-solusi baru untuk berbagai permasalahan. Ini melibatkan kemampuan menghasilkan gagasan yang orisinal serta karya dan tindakan yang inovatif.
Hasil Survei Karakter memberikan gambaran tentang "atmosfer" moral dan sosial di madrasah. Jika ada dimensi karakter yang nilainya rendah, ini menjadi sinyal bagi madrasah untuk memperkuat program-program pembiasaan, kegiatan ekstrakurikuler, atau keteladanan guru yang mendukung pengembangan karakter tersebut.
Pilar Ketiga: Survei Lingkungan Belajar (SULINJAR)
Kualitas hasil belajar siswa tidak dapat dilepaskan dari kualitas lingkungan tempat mereka belajar. Instrumen ketiga, Survei Lingkungan Belajar (SULINJAR), bertujuan untuk memotret berbagai aspek yang terkait dengan kualitas proses pembelajaran dan iklim di satuan pendidikan. Uniknya, survei ini tidak hanya diisi oleh siswa, tetapi juga oleh seluruh guru dan kepala madrasah. Perspektif dari tiga pihak ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif dan seimbang.
Sama seperti Survei Karakter, SULINJAR tidak memiliki jawaban benar atau salah. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan persepsi dan pengalaman dari seluruh warga madrasah mengenai lingkungan belajar mereka. Data ini sangat krusial untuk melakukan refleksi dan perbaikan internal.
Aspek yang Diukur dalam Survei Lingkungan Belajar
SULINJAR menggali informasi tentang beberapa area kunci yang memengaruhi kualitas pendidikan:
1. Kualitas Pembelajaran
Bagian ini mengukur persepsi tentang apa yang terjadi di dalam kelas. Pertanyaannya bisa seputar:
- Manajemen Kelas: Sejauh mana guru mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif, teratur, dan mendukung proses belajar.
- Dukungan Afektif: Apakah siswa merasa didukung, dihargai, dan diperhatikan oleh guru? Apakah ada umpan balik yang membangun?
- Aktivasi Kognitif: Apakah metode pengajaran guru mampu merangsang siswa untuk berpikir kritis, kreatif, dan memecahkan masalah?
2. Iklim Keamanan dan Inklusivitas Sekolah
Lingkungan belajar yang aman dan inklusif adalah prasyarat mutlak. Survei ini mengukur:
- Keamanan Sekolah: Persepsi tentang tingkat perundungan (bullying), kekerasan fisik atau verbal, dan rasa aman secara umum di lingkungan madrasah.
- Inklusivitas: Sejauh mana madrasah bersikap terbuka dan memberikan dukungan kepada siswa dari berbagai latar belakang (ekonomi, sosial, agama) serta siswa dengan kebutuhan khusus.
- Sikap terhadap Kebinekaan: Bagaimana warga madrasah memandang dan merespons perbedaan suku, agama, dan budaya.
3. Praktik Kepemimpinan dan Manajemen Sekolah
Peran kepala madrasah sangat sentral dalam menentukan arah dan kualitas satuan pendidikan. Survei ini (khususnya yang diisi oleh guru) akan menggali informasi tentang:
- Visi dan Misi Madrasah: Apakah visi dan misi madrasah jelas, dipahami, dan diimplementasikan dengan baik?
- Dukungan terhadap Guru: Apakah kepala madrasah memberikan dukungan untuk pengembangan profesionalisme guru?
- Pengelolaan Program: Bagaimana efektivitas pengelolaan program-program madrasah untuk mencapai tujuan pendidikan.
4. Latar Belakang Sosial-Ekonomi
Survei ini juga mengumpulkan data dasar mengenai latar belakang keluarga siswa. Data ini tidak digunakan untuk menilai siswa, tetapi untuk membantu madrasah dan pemerintah memahami konteks sosial-ekonomi siswa, sehingga intervensi atau program bantuan dapat dirancang lebih tepat sasaran.
Hasil SULINJAR adalah cermin bagi madrasah. Ia menunjukkan area kekuatan yang bisa dipertahankan dan area kelemahan yang perlu segera diperbaiki melalui perencanaan program yang berbasis data.
Pelaksanaan Teknis dan Implikasi ANBK di MI
Asesmen Nasional dilaksanakan dengan moda Berbasis Komputer (ANBK). Ini berarti seluruh proses, mulai dari penyajian soal hingga pengumpulan jawaban, dilakukan secara digital. Terdapat dua pilihan moda pelaksanaan yang bisa dipilih madrasah sesuai dengan kesiapan infrastrukturnya:
- Moda Online: Seluruh komputer klien yang digunakan siswa harus terhubung dengan internet secara langsung selama asesmen berlangsung. Moda ini membutuhkan koneksi internet yang stabil dan kuat.
- Moda Semi-Online: Hanya komputer proktor (server lokal) yang perlu terhubung ke internet untuk melakukan sinkronisasi data sebelum dan sesudah asesmen. Komputer klien siswa terhubung ke server lokal ini, sehingga tidak memerlukan koneksi internet selama tes berlangsung. Moda ini menjadi solusi bagi madrasah dengan koneksi internet yang kurang stabil.
Satu hal penting yang perlu dipahami adalah ANBK tidak diikuti oleh seluruh siswa. Peserta dipilih secara acak (sampling) oleh sistem dari siswa kelas V. Hal ini memperkuat pesan bahwa ANBK bukan untuk menilai siswa secara individu, melainkan untuk mendapatkan sampel yang representatif guna memetakan kualitas pendidikan di satuan pendidikan tersebut.
Dari Hasil ANBK Menuju Rapor Pendidikan
Setelah seluruh data dari AKM, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar terkumpul dan dianalisis, hasilnya akan disajikan dalam sebuah platform yang disebut Rapor Pendidikan. Rapor ini berfungsi layaknya hasil "medical check-up" untuk setiap satuan pendidikan, pemerintah daerah, hingga tingkat nasional.
Rapor Pendidikan tidak menampilkan skor individu, melainkan skor agregat untuk setiap indikator. Misalnya, akan ada skor rata-rata kemampuan literasi, persentase siswa dengan karakter gotong royong yang baik, atau tingkat persepsi keamanan di sekolah. Skor-skor ini disajikan dengan sistem "level" atau "warna" (misalnya: baik, cukup, kurang) untuk memudahkan interpretasi.
Dengan Rapor Pendidikan, kepala madrasah dan guru dapat:
- Melakukan Refleksi: Mengidentifikasi apa saja yang sudah menjadi kekuatan madrasah dan apa saja yang masih menjadi tantangan.
- Mencari Akar Masalah: Menganalisis mengapa suatu indikator (misalnya, numerasi) memiliki skor yang rendah. Apakah karena metode pengajarannya, kurangnya media belajar, atau faktor lain?
- Menyusun Perencanaan Berbasis Data (PBD): Membuat program-program perbaikan yang spesifik, terukur, dan relevan dengan masalah yang teridentifikasi dari Rapor Pendidikan. Misalnya, jika iklim keamanan rendah, madrasah bisa merancang program anti-perundungan yang lebih intensif.
Kesimpulan: Sebuah Paradigma Baru Evaluasi Pendidikan
Asesmen Nasional Berbasis Komputer di Madrasah Ibtidaiyah menandai pergeseran paradigma yang fundamental dalam cara kita memandang evaluasi pendidikan. Ia beralih dari sekadar mengukur menjadi alat untuk memperbaiki; dari ajang kompetisi antarindividu menjadi sarana refleksi kolektif; dari fokus pada hasil akhir menjadi perhatian pada proses dan lingkungan belajar.
Kehadiran ANBK mendorong seluruh ekosistem madrasah untuk kembali ke hakikat pendidikan, yaitu menumbuhkembangkan kompetensi mendasar (literasi dan numerasi), membentuk karakter mulia (Profil Pelajar Pancasila), dan menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, serta inklusif. Ini adalah sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen dari semua pihak. Dengan memanfaatkan data dari ANBK secara bijak, setiap Madrasah Ibtidaiyah memiliki kesempatan besar untuk terus berbenah dan meningkatkan kualitas layanannya, demi melahirkan generasi penerus yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga unggul dalam karakter dan siap menghadapi tantangan zaman.