Membedah Asesmen Nasional untuk Program Paket C
Pendahuluan: Era Baru Evaluasi Pendidikan Kesetaraan
Pendidikan adalah hak fundamental bagi setiap warga negara, dan jalur untuk mendapatkannya tidak selalu linear. Program Pendidikan Kesetaraan, khususnya Paket C yang setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), hadir sebagai jembatan penting bagi mereka yang menempuh jalur pendidikan non-formal. Dalam upaya untuk terus meningkatkan mutu pendidikan di semua lini, pemerintah memperkenalkan sebuah instrumen evaluasi baru yang disebut Asesmen Nasional (AN). Kebijakan ini menandai pergeseran paradigma signifikan dari Ujian Nasional (UN) yang berfokus pada hasil individu menjadi Asesmen Nasional yang bertujuan memetakan kualitas sistem pendidikan secara menyeluruh.
Bagi warga belajar dan penyelenggara program Paket C, seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), pemahaman mendalam tentang Asesmen Nasional menjadi sangat krusial. AN bukanlah tes kelulusan; ia adalah sebuah "potret" atau "diagnosis" kesehatan sistem pendidikan di setiap satuan pendidikan. Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk Asesmen Nasional Paket C, mulai dari konsep dasarnya, instrumen yang digunakan, strategi persiapan yang efektif, hingga pemanfaatan hasilnya untuk perbaikan berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk memberikan panduan yang komprehensif agar semua pihak terkait dapat menyikapi AN dengan tepat, konstruktif, dan tanpa kecemasan yang tidak perlu.
Bab 1: Memahami Filosofi di Balik Asesmen Nasional
1.1 Dari Ujian Nasional ke Asesmen Nasional: Sebuah Pergeseran Paradigma
Selama bertahun-tahun, Ujian Nasional (UN) menjadi tolok ukur utama kelulusan siswa dan sering kali dianggap sebagai momok yang menakutkan. UN berfokus pada penguasaan konten mata pelajaran tertentu dan hasilnya berdampak langsung pada nasib individu siswa. Hal ini menciptakan tekanan yang sangat tinggi (high-stakes) dan mendorong praktik pembelajaran yang sempit, seperti menghafal rumus dan latihan soal (drill and practice) demi mencapai nilai tinggi, sering kali mengesampingkan pemahaman konsep yang lebih dalam.
Asesmen Nasional lahir dari kesadaran bahwa evaluasi semacam itu tidak lagi relevan dengan tantangan abad ke-21. AN dirancang sebagai evaluasi yang bersifat low-stakes bagi individu. Artinya, hasil AN tidak akan memengaruhi kelulusan, nilai ijazah, atau proses seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Fokusnya bergeser dari menilai individu siswa menjadi mengevaluasi dan memetakan mutu sistem pendidikan. Data yang dihasilkan AN digunakan sebagai bahan refleksi bagi satuan pendidikan (termasuk PKBM) dan pemerintah untuk merancang program perbaikan yang lebih tepat sasaran.
Asesmen Nasional dirancang bukan untuk menghakimi satuan pendidikan atau individu, melainkan untuk menjadi cermin yang membantu melihat area mana yang sudah baik dan area mana yang memerlukan perbaikan.
1.2 Tujuan Utama Asesmen Nasional
Secara garis besar, Asesmen Nasional memiliki beberapa tujuan fundamental yang saling terkait, yakni:
- Memantau Perkembangan Mutu Pendidikan: AN menyediakan data yang valid dan reliabel mengenai perkembangan mutu sistem pendidikan dari waktu ke waktu, baik di tingkat satuan pendidikan, daerah, maupun nasional.
- Mengevaluasi Kesenjangan: Hasil AN dapat menunjukkan adanya kesenjangan kualitas pendidikan antar kelompok, baik itu antar wilayah geografis, status sosial ekonomi, maupun antar satuan pendidikan. Informasi ini krusial untuk merumuskan kebijakan yang lebih berkeadilan.
- Memberikan Umpan Balik: AN berfungsi sebagai umpan balik (feedback) yang konstruktif bagi setiap satuan pendidikan. Hasilnya, yang disajikan dalam bentuk Rapor Pendidikan, membantu pengelola dan tutor di PKBM untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran dan iklim belajar mereka.
- Mendorong Perbaikan Pembelajaran: Dengan fokus pada kompetensi mendasar (literasi dan numerasi) serta karakter, AN secara tidak langsung mendorong perubahan praktik pembelajaran. Tutor didorong untuk tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir kritis, bernalar, dan menerapkan konsep dalam kehidupan nyata.
1.3 Tiga Pilar Instrumen Asesmen Nasional
Asesmen Nasional tidak hanya terdiri dari satu tes, melainkan tiga instrumen yang saling melengkapi untuk memberikan gambaran yang holistik tentang kualitas pendidikan. Ketiga instrumen tersebut adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
A. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
AKM adalah bagian inti dari Asesmen Nasional yang mengukur dua kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua individu, terlepas dari profesi atau jalur hidup yang akan mereka tempuh. Kompetensi ini adalah Literasi Membaca dan Numerasi.
Literasi Membaca didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia agar dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat. Ini jauh lebih dari sekadar bisa membaca. Aspek-aspek yang diukur meliputi:
- Konten: Jenis teks yang digunakan bervariasi, mencakup teks informasi (misalnya, artikel berita, infografis, petunjuk penggunaan) dan teks fiksi (misalnya, cerpen, kutipan novel, puisi).
- Proses Kognitif: Kemampuan berpikir yang diuji mencakup (1) Menemukan informasi secara eksplisit dalam teks; (2) Menginterpretasi dan mengintegrasikan ide-ide yang tersebar di dalam teks; serta (3) Mengevaluasi dan merefleksikan isi, format, dan kredibilitas teks.
- Konteks: Soal-soal disajikan dalam konteks yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, seperti personal (kepentingan pribadi), sosial budaya (kepentingan masyarakat), dan saintifik (terkait isu-isu ilmiah).
Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan. Sama seperti literasi, numerasi bukan sekadar kemampuan berhitung. Aspek-aspek yang diukur adalah:
- Konten: Domain matematika yang diuji meliputi Bilangan, Pengukuran dan Geometri, Data dan Ketidakpastian, serta Aljabar.
- Proses Kognitif: Tingkat kemampuan yang diukur adalah (1) Pemahaman konsep; (2) Penerapan konsep untuk menyelesaikan masalah rutin; dan (3) Penalaran untuk menyelesaikan masalah non-rutin yang lebih kompleks.
- Konteks: Sama seperti literasi, soal numerasi juga disajikan dalam konteks personal, sosial budaya, dan saintifik. Contohnya, menghitung cicilan, menganalisis grafik pertumbuhan penduduk, atau memahami data statistik sederhana.
B. Survei Karakter
Kecerdasan akademik saja tidak cukup. Pendidikan yang berkualitas juga harus mampu membentuk karakter yang mulia. Survei Karakter dirancang untuk mengukur hasil belajar non-kognitif yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Warga belajar akan diminta untuk menanggapi serangkaian pernyataan yang menggambarkan sikap, keyakinan, dan kebiasaan mereka.
Profil Pelajar Pancasila yang menjadi acuan dalam Survei Karakter ini memiliki enam dimensi utama:
- Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia: Mencakup akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak kepada alam, dan akhlak bernegara.
- Berkebinekaan Global: Kemampuan untuk mengenal dan menghargai budaya lain, berkomunikasi interkultural, dan merefleksikan identitas diri di tengah keragaman.
- Gotong Royong: Kemampuan untuk berkolaborasi, bekerja sama dalam tim, dan memiliki kepedulian serta mau berbagi dengan sesama.
- Mandiri: Memiliki kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta mampu meregulasi diri sendiri untuk mencapai tujuan.
- Bernalar Kritis: Kemampuan untuk memproses informasi secara objektif, menganalisis, mengevaluasi, dan menyimpulkan informasi untuk mengambil keputusan.
- Kreatif: Mampu menghasilkan gagasan atau karya yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak.
Penting untuk diingat bahwa tidak ada jawaban benar atau salah dalam Survei Karakter. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran jujur mengenai perkembangan karakter di satuan pendidikan.
C. Survei Lingkungan Belajar
Proses belajar tidak terjadi di ruang hampa. Kualitas lingkungan belajar sangat memengaruhi hasil belajar siswa. Survei Lingkungan Belajar bertujuan untuk memotret berbagai aspek yang terkait dengan kualitas proses pembelajaran dan iklim di satuan pendidikan. Survei ini diisi oleh seluruh warga belajar yang menjadi sampel, seluruh tutor, dan kepala PKBM.
Aspek-aspek yang diukur dalam survei ini sangat komprehensif, di antaranya:
- Iklim Keamanan: Persepsi tentang keamanan fisik dan psikologis di lingkungan PKBM, termasuk perundungan (bullying), hukuman fisik, dan pelecehan.
- Iklim Inklusivitas: Sejauh mana lingkungan belajar menerima dan menghargai keragaman latar belakang siswa, serta memberikan dukungan yang setara bagi semua.
- Kualitas Pembelajaran: Persepsi tentang praktik pengajaran tutor, seperti manajemen kelas, dukungan afektif, dan aktivasi kognitif dalam pembelajaran.
- Refleksi dan Perbaikan oleh Tutor: Sejauh mana tutor melakukan refleksi terhadap praktik mengajarnya dan berupaya untuk terus berkembang secara profesional.
- Dukungan Orang Tua/Keluarga: Persepsi tentang keterlibatan dan dukungan keluarga dalam proses pendidikan warga belajar.
Data dari ketiga instrumen ini—AKM, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar—akan diolah secara terintegrasi untuk menghasilkan potret mutu yang utuh bagi setiap PKBM.
Bab 2: Spesifikasi Asesmen Nasional untuk Program Paket C
2.1 Peserta Asesmen Nasional Paket C
Salah satu perbedaan mendasar antara AN dan UN adalah sistem kepesertaannya. Jika UN diikuti oleh seluruh siswa di tingkat akhir, maka AN menggunakan sistem sampling (pemilihan sampel). Peserta AN Paket C tidak mencakup semua warga belajar, melainkan hanya sebagian yang dipilih secara acak oleh sistem dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Jumlah sampel maksimal untuk jenjang Paket C adalah 45 warga belajar per satuan pendidikan (PKBM). Jika jumlah warga belajar di suatu PKBM kurang dari 45, maka seluruhnya akan menjadi peserta. Pemilihan sampel ini bertujuan untuk mendapatkan data yang representatif tanpa membebani seluruh warga belajar. Dengan demikian, warga belajar yang tidak terpilih tidak perlu khawatir, dan yang terpilih diharapkan dapat berpartisipasi dengan sungguh-sungguh sebagai perwakilan dari satuan pendidikannya.
2.2 Perbedaan Kunci: AN Paket C vs. Ujian Kesetaraan (UK)
Sangat penting untuk tidak menyamakan Asesmen Nasional (AN) dengan Ujian Kesetaraan (UK). Keduanya adalah dua evaluasi yang berbeda dengan tujuan, fungsi, dan konsekuensi yang sangat berbeda pula.
| Aspek | Asesmen Nasional (AN) | Ujian Kesetaraan (UK) |
|---|---|---|
| Tujuan | Memetakan dan mengevaluasi mutu sistem pendidikan. | Mengukur pencapaian kompetensi lulusan sebagai syarat kelulusan. |
| Fungsi | Sebagai umpan balik untuk perbaikan pembelajaran dan kebijakan. | Sebagai penentu kelulusan dari program Paket C. |
| Peserta | Sampel warga belajar (maksimal 45 orang). | Seluruh warga belajar di tingkat akhir. |
| Konsekuensi | Tidak ada konsekuensi langsung bagi individu (low-stakes). Hasilnya untuk evaluasi satuan pendidikan. | Hasilnya menentukan kelulusan dan tercantum di ijazah (high-stakes). |
| Materi Uji | Kompetensi mendasar (Literasi, Numerasi), Karakter, dan Lingkungan Belajar. | Penguasaan konten mata pelajaran sesuai kurikulum. |
Memahami perbedaan ini akan membantu mengurangi kecemasan. Warga belajar harus fokus mempersiapkan diri untuk Ujian Kesetaraan sebagai syarat kelulusan, sambil memandang Asesmen Nasional sebagai kesempatan untuk memberikan kontribusi data demi perbaikan almamater mereka.
2.3 Bentuk Soal dan Sifat Adaptif Asesmen
Soal-soal dalam AKM dirancang untuk mengukur kemampuan bernalar, bukan sekadar ingatan. Oleh karena itu, bentuk soalnya sangat beragam dan menantang. Bentuk soal yang akan ditemui peserta antara lain:
- Pilihan Ganda: Memilih satu jawaban yang benar dari beberapa pilihan.
- Pilihan Ganda Kompleks: Memilih lebih dari satu jawaban yang benar dalam satu soal.
- Menjodohkan: Menghubungkan atau memasangkan pernyataan di kolom kiri dengan jawaban yang sesuai di kolom kanan.
- Isian Singkat: Menjawab dengan satu kata, angka, atau frasa pendek.
- Uraian (Esai): Menjelaskan jawaban dalam bentuk kalimat-kalimat yang terstruktur.
Salah satu teknologi kunci yang digunakan dalam AKM adalah Computerized Adaptive Testing (CAT). Ini berarti tingkat kesulitan soal yang diterima oleh setiap peserta akan disesuaikan dengan kemampuannya. Cara kerjanya: jika seorang peserta dapat menjawab soal dengan benar, soal berikutnya yang muncul akan memiliki tingkat kesulitan yang sedikit lebih tinggi. Sebaliknya, jika peserta menjawab salah, soal berikutnya akan lebih mudah. Mekanisme ini memungkinkan asesmen untuk mengukur kemampuan setiap peserta dengan lebih akurat dan efisien, tanpa harus memberikan soal yang terlalu sulit atau terlalu mudah.
Bab 3: Strategi Efektif Menghadapi Asesmen Nasional
Meskipun AN bersifat low-stakes, persiapan yang baik tetap diperlukan agar hasilnya dapat mencerminkan kemampuan yang sesungguhnya. Namun, persiapan untuk AN sangat berbeda dengan persiapan untuk UN. Kuncinya bukanlah "belajar untuk tes", melainkan "belajar untuk hidup" dengan memperkuat kompetensi-kompetensi fundamental.
3.1 Fokus pada Peningkatan Kemampuan Fondasional
Strategi terbaik adalah mengintegrasikan pengembangan literasi dan numerasi ke dalam seluruh proses pembelajaran, bukan melalui bimbingan belajar atau latihan soal AN secara masif.
Strategi Penguatan Literasi Membaca:
- Membaca Beragam Teks: Biasakan diri membaca berbagai jenis bahan bacaan di luar buku pelajaran, seperti artikel berita online, ulasan produk, infografis, petunjuk teknis, hingga karya sastra. Perhatikan sumber dan kredibilitas informasi.
- Berlatih Membaca Kritis: Saat membaca, ajukan pertanyaan pada diri sendiri: Apa ide utama teks ini? Siapa target pembacanya? Apa tujuan penulis? Apakah ada bukti yang mendukung argumennya? Apakah ada sudut pandang lain yang mungkin?
- Menulis dan Meringkas: Cobalah untuk menuliskan kembali ide utama dari sebuah bacaan dengan kata-kata sendiri. Ini melatih kemampuan memahami dan mengintegrasikan informasi.
- Diskusi Kelompok: Mendiskusikan sebuah teks dengan teman atau tutor dapat membuka wawasan baru dan melatih kemampuan mengevaluasi argumen orang lain.
Strategi Penguatan Numerasi:
- Hubungkan Matematika dengan Kehidupan Nyata: Cari penerapan konsep matematika dalam aktivitas sehari-hari. Misalnya, menghitung diskon saat berbelanja, membuat anggaran bulanan, membaca data statistik di berita, atau menginterpretasi skala pada peta.
- Fokus pada Penalaran, Bukan Hafalan: Alih-alih hanya menghafal rumus, usahakan untuk memahami mengapa rumus itu bekerja dan kapan harus menggunakannya. Cobalah menyelesaikan satu masalah dengan beberapa cara yang berbeda.
- Visualisasikan Masalah: Gunakan diagram, tabel, atau sketsa untuk membantu memahami masalah numerasi yang kompleks. Ini membantu memecah masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih mudah dikelola.
- Analisis Data Sederhana: Latih kemampuan membaca dan menginterpretasikan grafik, diagram batang, dan tabel yang sering muncul di media. Tanyakan: Apa kesimpulan yang bisa ditarik dari data ini? Apakah ada tren yang terlihat?
3.2 Mengenal Platform dan Teknis Pelaksanaan
Kecemasan sering kali muncul dari ketidaktahuan. Salah satu cara efektif untuk mengurangi stres adalah dengan membiasakan diri dengan platform asesmen. Pemerintah biasanya menyediakan situs web simulasi atau gladi bersih yang memungkinkan calon peserta untuk mencoba antarmuka, tipe-tipe soal, dan cara menjawabnya. Manfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya. Familiaritas dengan tombol navigasi, cara memilih jawaban, dan alat bantu yang tersedia (seperti kalkulator sederhana) akan membuat peserta lebih tenang dan percaya diri saat hari pelaksanaan.
3.3 Membangun Pola Pikir yang Tepat
Sikap mental dalam menghadapi AN sangatlah penting. Ingatkan diri sendiri dan teman-teman mengenai hal-hal berikut:
- Jujur dan Apa Adanya: Ini sangat berlaku untuk Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar. Jawablah sesuai dengan apa yang Anda rasakan dan alami. Tidak ada jawaban yang "diinginkan" atau dinilai benar/salah. Kejujuran Anda akan menghasilkan data yang akurat untuk perbaikan.
- Fokus dan Kerjakan yang Terbaik: Meskipun hasilnya tidak memengaruhi kelulusan, AN adalah kesempatan untuk menunjukkan kemampuan terbaik Anda sebagai perwakilan lembaga. Kerjakan setiap soal dengan sungguh-sungguh.
- Jangan Takut Salah: Sifat adaptif dari AKM berarti semua orang akan menemukan soal yang menantang. Jika Anda menemukan soal yang sulit, itu pertanda sistem sedang mengukur batas atas kemampuan Anda. Tetap tenang dan terus berusaha.
- Pola Pikir Bertumbuh (Growth Mindset): Pandang AN bukan sebagai penghakiman, tetapi sebagai kesempatan untuk belajar dan berkontribusi. Hasilnya akan membantu PKBM tempat Anda belajar menjadi lebih baik di masa depan.
3.4 Peran Penting Tutor dan Pengelola PKBM
Keberhasilan pelaksanaan AN tidak hanya bergantung pada warga belajar, tetapi juga pada dukungan ekosistem pendidikannya. Tutor dan pengelola PKBM memiliki peran strategis:
- Mengubah Paradigma Mengajar: Alih-alih mengejar target kurikulum secara kaku, tutor dapat mengintegrasikan soal-soal berorientasi AKM (yang menuntut penalaran) ke dalam pembelajaran sehari-hari di semua mata pelajaran.
- Menciptakan Lingkungan Belajar yang Kondusif: Mendorong diskusi kritis, pembelajaran berbasis proyek, dan menciptakan iklim yang aman dan inklusif adalah persiapan terbaik untuk Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar.
- Memberikan Sosialisasi yang Benar: PKBM harus secara aktif memberikan informasi yang akurat kepada warga belajar dan orang tua/wali mengenai tujuan dan fungsi AN, terutama menekankan bahwa ini bukan tes kelulusan untuk menghilangkan kecemasan.
- Menyediakan Dukungan Teknis: Memastikan fasilitas komputer dan jaringan memadai, serta memberikan bimbingan teknis kepada peserta sebelum hari pelaksanaan.
Bab 4: Memaknai dan Memanfaatkan Hasil Asesmen Nasional
Setelah asesmen selesai dilaksanakan, lalu apa? Langkah selanjutnya adalah memahami bagaimana hasil tersebut diolah, disajikan, dan dimanfaatkan. Inilah esensi sejati dari Asesmen Nasional: sebagai pemicu perbaikan.
4.1 Rapor Pendidikan: Cermin Kualitas Satuan Pendidikan
Hasil dari ketiga instrumen AN tidak akan diberikan dalam bentuk nilai angka individu seperti UN. Sebaliknya, data tersebut diolah dan dianalisis secara komprehensif oleh kementerian, lalu disajikan dalam sebuah platform yang disebut Rapor Pendidikan. Rapor ini adalah laporan umpan balik yang detail dan spesifik untuk setiap satuan pendidikan, termasuk PKBM.
Rapor Pendidikan tidak menampilkan skor mentah, melainkan menyajikan indikator-indikator mutu dalam tingkatan atau level kompetensi, misalnya: "Perlu Intervensi Khusus", "Dasar", "Cakap", hingga "Mahir". Laporan ini mencakup berbagai dimensi:
- Kualitas Input: Informasi tentang latar belakang sosial ekonomi warga belajar.
- Kualitas Proses: Data dari Survei Lingkungan Belajar mengenai kualitas pembelajaran, iklim keamanan, dan inklusivitas.
- Kualitas Output: Hasil belajar kognitif (tingkat kompetensi literasi dan numerasi dari AKM) dan non-kognitif (indeks karakter dari Survei Karakter).
Rapor Pendidikan dirancang untuk menjadi alat refleksi. Ia bukan untuk membandingkan atau merangking antar PKBM, melainkan untuk membantu setiap PKBM memahami kekuatan dan area yang perlu ditingkatkan dari sudut pandang yang berbasis data.
4.2 Pemanfaatan Hasil untuk Perbaikan Berkelanjutan
Data dalam Rapor Pendidikan tidak akan ada artinya jika tidak ditindaklanjuti. Pemanfaatan hasil AN menjadi tanggung jawab bersama berbagai pihak:
Bagi Pengelola dan Tutor PKBM:
Rapor Pendidikan adalah alat diagnostik yang sangat berharga. Pengelola dan tutor dapat menggunakannya untuk:
- Melakukan Refleksi Diri: Mengidentifikasi akar masalah. Misalnya, jika hasil literasi rendah, apakah masalahnya ada pada kurangnya bahan bacaan, metode mengajar yang kurang mendorong pemahaman, atau budaya membaca yang belum terbentuk?
- Menyusun Perencanaan Berbasis Data (PBD): Berdasarkan identifikasi masalah, PKBM dapat merancang program-program perbaikan yang spesifik. Contoh: jika iklim keamanan dinilai kurang, PKBM bisa membuat program anti-perundungan. Jika numerasi lemah, bisa diadakan lokakarya bagi tutor tentang metode pembelajaran matematika kontekstual.
- Fokus pada Peningkatan Bertahap: Perbaikan tidak terjadi dalam semalam. PKBM dapat memilih satu atau dua area prioritas untuk diperbaiki setiap tahunnya, memantau kemajuannya, dan mengevaluasinya secara berkala.
Bagi Dinas Pendidikan dan Pemerintah Daerah:
Data agregat dari Rapor Pendidikan di wilayahnya memungkinkan dinas pendidikan untuk:
- Memetakan Kualitas Pendidikan: Mengidentifikasi PKBM mana yang memerlukan dukungan dan pendampingan lebih intensif.
- Merancang Program Pembinaan: Mengalokasikan sumber daya dan menyelenggarakan pelatihan atau lokakarya yang relevan dengan kebutuhan nyata di lapangan, misalnya pelatihan tentang literasi digital bagi tutor di wilayah yang hasil AKM-nya rendah.
Bagi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi:
Di tingkat nasional, data AN menjadi dasar untuk evaluasi dan perumusan kebijakan pendidikan yang lebih luas, seperti penyesuaian kurikulum, standar pelayanan minimal, dan program-program peningkatan kompetensi pendidik secara nasional.
Kesimpulan: Asesmen Nasional Sebagai Gerakan Bersama
Asesmen Nasional Paket C bukanlah sekadar sebuah tes, melainkan sebuah instrumen evaluasi sistemik yang menandai babak baru dalam upaya peningkatan mutu pendidikan kesetaraan. Dengan menggeser fokus dari penilaian individu yang berisiko tinggi ke pemetaan mutu sistem yang komprehensif, AN mengajak seluruh pemangku kepentingan—warga belajar, tutor, pengelola PKBM, hingga pemerintah—untuk berpartisipasi aktif dalam siklus perbaikan yang berkelanjutan.
Bagi warga belajar Paket C, AN adalah kesempatan untuk memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan lembaga pendidikan mereka. Dengan berpartisipasi secara jujur dan sungguh-sungguh, mereka menyediakan data berharga yang akan menjadi dasar bagi perbaikan kualitas pembelajaran untuk generasi berikutnya. Ini adalah wujud dari kepemilikan dan tanggung jawab bersama atas kemajuan pendidikan. Oleh karena itu, hadapilah Asesmen Nasional dengan pola pikir yang positif, tanpa kecemasan, dan dengan semangat untuk menjadi bagian dari solusi demi pendidikan Indonesia yang lebih baik dan merata.