魚 (Yú) Ilustrasi Ikan Bandeng dengan hiasan Imlek

Makna Mendalam Bandeng Imlek: Harapan Keberlimpahan

Perayaan Tahun Baru Imlek adalah momen penting bagi masyarakat Tionghoa di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Di tengah semarak lampion merah dan aroma kue keranjang, hidangan khas selalu memegang peranan sentral. Salah satu lauk yang hampir selalu hadir dan memiliki makna filosofis mendalam adalah ikan, khususnya ikan bandeng utuh. Kehadiran ikan ini bukan sekadar pelengkap santapan, melainkan manifestasi dari harapan dan doa untuk tahun yang akan datang.

Mengapa Harus Ikan Utuh?

Dalam dialek Hokkian, kata untuk ikan adalah "Yú" (魚), yang bunyinya sangat mirip dengan kata "surplus" atau "berlimpah" (餘). Oleh karena itu, menyajikan ikan utuh—mulai dari kepala hingga ekor—menjadi simbol harapan agar rezeki yang diperoleh di tahun yang lama tidak habis, melainkan akan selalu bersisa atau berkelanjutan hingga tahun berikutnya. Ini adalah doa konkret agar kemakmuran yang diraih tidak bersifat sementara.

Penyajian bandeng sering kali lebih disukai daripada jenis ikan lain karena tekstur dagingnya yang unik dan ketersediaannya yang cukup melimpah di perairan Indonesia. Selain itu, bandeng sering kali disajikan dengan cara dikukus atau dibakar utuh, mempertahankan bentuk aslinya, sesuai dengan filosofi bahwa semua hal baik harus tetap utuh dan tidak terputus.

Posisi Meja Makan yang Sakral

Penempatan ikan bandeng di meja makan saat perjamuan Imlek juga memiliki aturan tak tertulis yang ketat. Ikan ini harus diletakkan menghadap ke arah tertentu, tergantung siapa yang memimpin perayaan. Umumnya, kepala ikan diletakkan menghadap orang yang paling senior atau dituakan di keluarga tersebut. Ini sebagai bentuk penghormatan tertinggi. Setelah kepala menghadap orang yang dihormati, ekor ikan akan menghadap orang termuda atau yang paling junior dalam keluarga.

Proses memakan ikan bandeng pun memiliki etika tersendiri. Para sesepuh biasanya tidak akan memakan bagian kepala atau ekor ikan terlebih dahulu. Kepala dan ekor ikan baru boleh disentuh setelah semua orang selesai makan, sebagai simbol bahwa keberuntungan dan kelimpahan rezeki harus dinikmati secara merata dan utuh oleh seluruh anggota keluarga, tanpa ada yang terlewat atau tertinggal. Jika kepala dimakan terlalu cepat, dikhawatirkan rezeki akan "terpotong" atau hanya dinikmati segelintir orang.

Bandeng Imlek dan Transformasi Hidangan

Meskipun filosofi dasarnya tetap sama—harapan akan surplus rezeki—cara mengolah bandeng Imlek telah mengalami banyak variasi seiring perkembangan kuliner. Versi tradisional sering kali hanya dikukus dengan jahe dan daun bawang, menekankan kesegaran rasa alami. Namun, seiring waktu, muncul kreasi seperti bandeng presto, bandeng asap, atau bahkan bandeng yang disajikan dengan saus asam manis ala oriental.

Terlepas dari bumbu yang digunakan, yang terpenting adalah integritas hidangan itu sendiri. Ikan bandeng yang disajikan harus dalam keadaan sempurna, tanpa kerusakan berarti pada tubuhnya, agar doa kemakmuran dan kelancaran sepanjang tahun benar-benar terwujud. Bagi banyak keluarga, proses memilih, membersihkan, dan memasak bandeng Imlek adalah ritual tahunan yang penuh makna, mengikat generasi tua dan muda dalam tradisi yang kaya akan harapan positif. Bandeng Imlek bukan hanya makanan, ia adalah doa yang terhidang di atas meja perjamuan.

Semoga Tahun Baru membawa keberlimpahan bagi kita semua. Gong Xi Fa Cai!

🏠 Homepage