Visualisasi Konsep Ekspansi Awal Alam Semesta
Teori Big Bang adalah model kosmologi dominan yang menjelaskan asal mula dan evolusi alam semesta yang teramati. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta dimulai dari keadaan sangat panas, sangat padat (disebut singularitas), sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu, dan sejak saat itu terus mengembang dan mendingin. Ini bukan ledakan di ruang angkasa, melainkan ekspansi ruang itu sendiri.
Konsep utama yang mendasari teori ini adalah hukum fisika yang berlaku pada skala terbesar, terutama relativitas umum Einstein. Meskipun nama Big Bang terdengar seperti ledakan dahsyat, istilah ini sebenarnya diciptakan secara meremehkan oleh astronom Fred Hoyle dalam sebuah siaran radio BBC tahun 1949, karena Hoyle adalah pendukung teori alam semesta keadaan tetap (steady state universe) yang bersaing saat itu. Ironisnya, nama tersebut melekat erat dengan teori ini.
Perjalanan alam semesta sejak momen pertama sangat kompleks, melibatkan perubahan fase yang drastis. Dalam hitungan detik dan menit pertama setelah Big Bang, alam semesta mengalami beberapa tahap penting:
Kekuatan teori Big Bang terletak pada kemampuannya memprediksi fenomena yang kemudian terbukti benar melalui observasi. Ada tiga pilar utama bukti yang menopang model ini:
Pada awal abad ke-20, Edwin Hubble mengamati bahwa galaksi-galaksi menjauh dari kita, dan semakin jauh galaksi tersebut, semakin cepat ia menjauh (Hukum Hubble). Pengamatan pergeseran merah (redshift) cahaya dari galaksi membuktikan bahwa ruang angkasa itu sendiri sedang meregang. Jika ruang meregang sekarang, maka di masa lalu, semua materi pasti pernah berada sangat berdekatan.
CMB adalah "sisa panas" atau gema cahaya dari periode Rekombinasi. Prediksi teori Big Bang adalah adanya radiasi homogen yang mengisi seluruh alam semesta, yang telah mengalami pergeseran merah besar akibat ekspansi kosmik hingga bersuhu dingin sekitar 2,7 Kelvin saat ini. Penemuan CMB secara tidak sengaja oleh Penzias dan Wilson pada tahun 1964 menjadi bukti yang sangat kuat dan meyakinkan.
Seperti disebutkan sebelumnya, nukleosintesis awal memprediksi rasio massa hidrogen terhadap helium yang sangat spesifik (sekitar 3:1) di alam semesta awal. Pengamatan terhadap komposisi gas di area yang belum tercemari oleh bintang-bintang generasi berikutnya menunjukkan rasio ini sangat sesuai dengan prediksi model Big Bang.
Teori Big Bang bukan sekadar hipotesis; ia adalah kerangka kerja ilmiah yang didukung oleh pengamatan astrofisika yang ekstensif. Meskipun masih ada misteri besar yang belum terpecahkan, seperti sifat materi gelap, energi gelap, dan apa yang memicu inflasi, model ini tetap menjadi penjelasan paling komprehensif mengenai sejarah alam semesta, dari titik awal yang singular hingga struktur kosmik luas yang kita lihat hari ini.