Proses jual beli properti, baik itu rumah, tanah, atau bangunan, merupakan transaksi penting yang membutuhkan legalitas kuat. Legalitas ini diwujudkan melalui penerbitan **Sertifikat Hak Milik (SHM)** atas nama pembeli. Sertifikat tanah jual beli bukan sekadar bukti kepemilikan, tetapi juga merupakan dokumen krusial untuk menghindari sengketa di masa mendatang. Di Indonesia, proses ini melibatkan beberapa tahapan administrasi yang harus dilalui secara berurutan.
Mengapa Sertifikat Penting Setelah Jual Beli?
Meskipun akta jual beli sudah dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), proses belum selesai. Sertifikat tanah yang lama masih atas nama penjual. Untuk mengikat transaksi tersebut secara sah di mata hukum pertanahan nasional, wajib dilakukan pembalikan nama (pemisahan dan balik nama) sertifikat di Kantor Pertanahan setempat. Tanpa sertifikat baru atas nama pembeli, hak kepemilikan Anda belum sepenuhnya terjamin secara formal.
Langkah-Langkah Cara Membuat Sertifikat Tanah Jual Beli (Balik Nama)
Prosedur ini terbagi menjadi beberapa tahapan utama yang harus diikuti oleh pembeli atau kuasanya. Pastikan semua dokumen pendukung sudah lengkap sebelum memulai proses di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Tahap 1: Pembuatan Akta Jual Beli (AJB)
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat Akta Jual Beli (AJB) di kantor PPAT. Dokumen ini menjadi bukti otentik bahwa telah terjadi kesepakatan jual beli atas tanah tersebut. Siapkan dokumen seperti KTP penjual dan pembeli, NPWP, serta sertifikat asli tanah yang akan dijual.
Tahap 2: Pembayaran Pajak dan Bea
Sebelum mendaftar ke BPN, Anda wajib melunasi beberapa kewajiban pajak, yaitu:
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): Umumnya dibayarkan oleh pembeli. Tarifnya berbeda di setiap daerah, biasanya sekitar 5% dari harga transaksi (setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak/NPOPTKP).
- Pajak Penghasilan (PPh): Umumnya dibayarkan oleh penjual (2.5% dari nilai transaksi).
Bukti pembayaran pajak ini (SSP PPh dan Bukti Bayar BPHTB) sangat vital untuk tahap selanjutnya.
Tahap 3: Pengajuan di Kantor Pertanahan (BPN)
Setelah AJB dan bukti bayar pajak terkumpul, pembeli mengajukan permohonan balik nama sertifikat. Dokumen yang diserahkan meliputi:
- Asli Sertifikat Tanah.
- AJB yang telah dilegalisir oleh PPAT.
- KTP, KK penjual dan pembeli.
- Bukti pembayaran BPHTB dan PPh.
- Surat Keterangan Riwayat Tanah (terkadang diminta).
Petugas BPN akan memverifikasi kelengkapan dokumen. Jika ada kekurangan, Anda akan diminta melengkapi. Jika lengkap, proses pengukuran ulang atau pemeriksaan fisik tanah mungkin dilakukan (terutama jika terjadi pemecahan sertifikat).
Tahap 4: Penetapan Nilai dan Pengesahan
Kantor Pertanahan akan melakukan pemeriksaan internal, termasuk memastikan tidak ada sengketa atau pemblokiran atas tanah tersebut. Kemudian, akan diterbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dan penetapan besaran biaya administrasi balik nama sertifikat yang harus dibayar oleh pembeli.
Tahap 5: Penerbitan Sertifikat Baru
Setelah semua biaya administrasi dibayarkan, BPN akan mencetak sertifikat baru atas nama pembeli. Sertifikat lama akan ditarik dan dimusnahkan. Sertifikat baru ini merupakan bukti kepemilikan mutlak Anda atas properti tersebut. Ambil sertifikat baru tersebut sesuai jadwal yang ditentukan oleh petugas.
Kesimpulan
Cara membuat sertifikat tanah jual beli adalah sebuah rangkaian prosedur formal yang mengubah status kepemilikan dari penjual ke pembeli. Meskipun prosesnya membutuhkan ketelitian dalam mengurus dokumen dan pembayaran pajak, hasil akhirnya adalah jaminan hukum penuh atas aset berharga Anda. Jangan pernah menunda proses balik nama sertifikat setelah transaksi jual beli rampung.