Cara Pembagian Warisan dalam Islam

Pembagian warisan dalam Islam, yang dikenal sebagai ilmu Faraid, merupakan salah satu aspek penting dalam syariat Islam yang mengatur distribusi harta peninggalan seseorang kepada ahli warisnya. Prinsip dasar pembagian warisan dalam Islam adalah keadilan, di mana setiap ahli waris berhak menerima bagian sesuai dengan ketentuan syariat. Konsep ini sangat berbeda dengan tradisi waris pada masa jahiliyah yang sering kali hanya memberikan kepada laki-laki dan mengabaikan perempuan.

Warisan Ahli Waris

Ilustrasi pembagian warisan dalam Islam

Prinsip Dasar Faraid

Dalam Islam, pembagian warisan harus didasarkan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Allah SWT telah menetapkan secara rinci siapa saja yang berhak menerima warisan dan berapa bagian masing-masing. Terdapat dua kategori utama penerima warisan:

  1. Ahli Waris Dzawil Furudh (Penerima Bagian Tetap): Mereka adalah ahli waris yang mendapatkan bagian pasti yang telah ditentukan dalam Al-Qur'an. Bagian mereka bervariasi, seperti setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).
  2. Ahli Waris 'Ashabah (Penerima Sisa): Mereka adalah ahli waris yang mendapatkan sisa harta setelah dibagikan kepada para Dzawil Furudh. Jika tidak ada Dzawil Furudh, maka mereka akan mendapatkan seluruh harta. 'Ashabah terbagi menjadi 'Ashabah binafsih (laki-laki tunggal), 'Ashabah bil ghair (perempuan yang bersama laki-laki sejenisnya), dan 'Ashabah ma'al ghair (perempuan bersama perempuan lain).

Golongan Ahli Waris Utama

Secara umum, ahli waris utama dalam Islam meliputi:

Langkah-Langkah Pembagian Warisan

Proses pembagian warisan dalam Islam umumnya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Pelunasan Hutang: Sebelum harta dibagikan, seluruh hutang orang yang meninggal harus dilunasi terlebih dahulu. Hutang ini mencakup hutang kepada Allah (seperti zakat yang belum terbayar, haji yang wajib) dan hutang kepada sesama manusia.
  2. Pelaksanaan Wasiat: Jika almarhum memiliki wasiat, maka wasiat tersebut harus dilaksanakan sejauh tidak melebihi sepertiga dari total harta warisan, kecuali jika seluruh ahli waris meridhai pembagian yang lebih.
  3. Penentuan Ahli Waris dan Bagiannya: Setelah hutang dan wasiat dilunasi, barulah harta tersebut dibagikan kepada ahli waris yang berhak sesuai dengan kedudukan dan bagiannya masing-masing dalam ilmu Faraid.
  4. Pembagian Sisa Harta: Jika ada sisa harta setelah dibagikan kepada Dzawil Furudh, maka sisa tersebut jatuh kepada 'Ashabah. Jika tidak ada 'Ashabah, maka harta tersebut dikembalikan (Radd) kepada para Dzawil Furudh sesuai proporsi bagian mereka (kecuali istri atau suami).

Contoh Sederhana

Sebagai ilustrasi, jika seseorang meninggal dunia meninggalkan seorang istri, seorang anak laki-laki, dan seorang anak perempuan, dengan asumsi tidak ada hutang dan wasiat, maka pembagiannya adalah:

Penting untuk dicatat bahwa kasus warisan bisa sangat kompleks tergantung pada jumlah dan kedudukan ahli waris yang ada. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli hukum Islam atau ulama yang memahami ilmu Faraid untuk memastikan pembagian yang tepat dan sesuai syariat.

Keutamaan Menerapkan Faraid

Menerapkan ilmu Faraid adalah bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Hal ini juga memastikan keadilan dalam keluarga, mencegah perselisihan, dan menjaga silaturahmi antar anggota keluarga. Dengan memahami dan melaksanakan pembagian warisan sesuai tuntunan Islam, umat Muslim dapat menjalankan perintah agama dan menciptakan ketenangan dalam masyarakat.

🏠 Homepage