Transisi Penting: Dari AJB ke Sertifikat Hak Milik (SHM)

Akta Jual Beli (AJB) Proses Balik Nama Sertifikat (SHM)

Ilustrasi: Proses legalisasi kepemilikan properti.

Mengapa AJB Saja Belum Cukup?

Dalam transaksi jual beli properti di Indonesia, Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seringkali menjadi dokumen wajib pertama. AJB berfungsi sebagai bukti sah bahwa telah terjadi kesepakatan pengalihan hak atas tanah atau bangunan antara penjual dan pembeli. Namun, penting untuk dipahami bahwa AJB, meski sah secara perdata, belum secara otomatis menjadikan pembeli sebagai pemegang hak kepemilikan penuh di mata hukum pertanahan nasional. Status kepemilikan resmi baru tercatat setelah proses balik nama dan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) selesai.

Banyak risiko yang mengintai jika transaksi hanya berhenti pada AJB. Misalnya, jika penjual meninggal dunia sebelum proses sertifikasi dilanjutkan, ahli warisnya mungkin akan mempersulit pengakuan hak pembeli. Selain itu, tanpa sertifikat atas nama sendiri, properti tersebut rentan digugat atau bahkan dijual kembali oleh pihak yang namanya masih tertera pada sertifikat lama. Oleh karena itu, langkah lanjutan dari AJB ke sertifikat adalah krusial dan tidak boleh diabaikan.

Langkah-Langkah Mengubah AJB Menjadi Sertifikat

Proses konversi dari status kepemilikan berdasarkan AJB menuju Sertifikat Hak Milik (SHM) harus melalui Kantor Pertanahan (Badan Pertanahan Nasional/BPN) setempat. Proses ini umumnya melibatkan serangkaian tahapan administrasi dan verifikasi yang memastikan legalitas transaksi sebelumnya.

Persiapan Dokumen Lengkap: Pastikan Anda memiliki AJB asli yang sudah dilegalisir, fotokopi KTP penjual dan pembeli, Kartu Keluarga, Surat Kematian (jika ada), dan dokumen-dokumen pendukung lainnya seperti Bukti Bayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Surat Setoran Pajak Penghasilan (PPh) yang telah dibayarkan oleh pihak terkait.
Pengajuan ke BPN: Dokumen-dokumen tersebut diajukan ke kantor BPN sesuai wilayah letak properti. Di sini akan dilakukan penelitian berkas awal.
Pengukuran dan Penelitian Lapangan: BPN akan menugaskan juru ukur untuk mengukur ulang batas-batas tanah dan memverifikasi keabsahan fisik objek. Proses ini penting untuk memastikan tidak ada tumpang tindih dengan properti lain.
Penerbitan Surat Keterangan Riwayat Tanah: Setelah semua data fisik dan yuridis cocok, akan diterbitkan catatan riwayat tanah.
Pengesahan dan Pencetakan Sertifikat: Jika tidak ditemukan masalah hukum atau administrasi, Kepala Kantor Pertanahan akan menandatangani sertifikat baru atas nama pemegang hak yang sah (pembeli). Dokumen akhir inilah yang menjadi bukti kepemilikan tunggal yang sah.

Keuntungan Memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM)

Kepemilikan sertifikat membawa keuntungan signifikan yang tidak bisa diberikan oleh AJB semata. Sertifikat adalah jaminan hukum tertinggi atas kepemilikan tanah di Indonesia.

Transisi dari AJB ke Sertifikat Hak Milik adalah langkah finalisasi yang menjamin keamanan investasi Anda dalam properti. Jangan menunda proses ini, karena sertifikat adalah mahkota kepemilikan properti Anda yang sah di mata negara.

🏠 Homepage