Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang paling utama dan memiliki keistimewaan yang luar biasa. Beliau dikenal sebagai salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga (Al-Asyaratul Mubasysyarah), seorang pemanah ulung, dan tokoh militer yang sangat disegani. Namun, di samping semua keahliannya, salah satu aspek kehidupan beliau yang patut menjadi teladan adalah bagaimana beliau memanjatkan doa kepada Allah SWT.
Kisah-kisah mengenai doa Sa'ad bin Abi Waqqash seringkali menunjukkan hubungan yang erat antara ketakwaan, keikhlasan, dan terkabulnya permohonan. Doa beliau bukanlah sekadar ritual, melainkan manifestasi dari keyakinan teguh seorang hamba kepada Rabb-nya yang Maha Kuasa.
Salah satu riwayat yang paling terkenal mengenai Sa'ad adalah ketika beliau ditanya oleh seseorang mengenai bagaimana beliau bisa mencapai derajat yang tinggi di sisi Allah. Sa'ad, dengan kerendahan hatinya yang khas, menjawab bahwa beliau tidak pernah meminta sesuatu kepada orang lain, dan beliau selalu berpegang teguh pada ajaran Islam.
Namun, yang lebih menarik adalah penekanan beliau mengenai kekuatan doa yang tertuju kepada Allah secara langsung. Sa'ad pernah berkata bahwa beliau sangat menghindari untuk meminta orang lain mendoakannya, karena beliau meyakini bahwa doa yang dipanjatkan secara tulus langsung kepada Allah tanpa perantara manusia memiliki kekuatan yang dahsyat. Hal ini mencerminkan pemahaman beliau tentang Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah—bahwa hanya Allah yang Maha Memberi dan Mengabulkan.
Sebagai seorang komandan militer yang sering berada di garis depan, doa Sa'ad bin Abi Waqqash seringkali bersinggungan dengan kebutuhan perlindungan dan kemenangan. Dalam berbagai peperangan, ketenangan beliau dalam menghadapi musuh yang jauh lebih besar jumlahnya seringkali dikaitkan dengan kedekatan spiritualnya. Doa beliau saat itu berfungsi sebagai benteng pertahanan spiritual sebelum pedang atau panah digunakan.
Sa'ad dikenal sebagai perisai kaum Muslimin. Ia selalu memastikan hatinya bersih saat mengangkat tangan. Hal ini mengajarkan kita bahwa ketika menghadapi kesulitan, baik dalam perjuangan fisik maupun ujian kehidupan sehari-hari, persiapan spiritual melalui doa yang khusyuk adalah kunci utama keberhasilan. Doa tersebut menjadi energi yang memancar dari keikhlasan hati.
Seorang sahabat besar seperti Sa'ad tentu pernah diuji dengan fitnah dan intrik politik, meskipun beliau adalah salah satu yang paling dihormati. Dalam menghadapi tuduhan atau kezaliman, riwayat menunjukkan bahwa Sa'ad seringkali menyerahkan urusannya kepada Allah. Ketika seseorang merasa teraniaya, kembali kepada doa adalah jalan yang paling mulia.
Beliau mengajarkan bahwa ketika manusia merasa tidak mampu lagi membela diri dengan kekuatan duniawi, kekuatan doa yang tulus dapat membuka pintu pertolongan ilahi. Doa Sa'ad terhadap mereka yang menzaliminya seringkali bersifat memohon keadilan Allah, bukan sekadar pembalasan pribadi. Inilah ciri khas doa para sahabat: memohon agar Allah bertindak sesuai dengan sifat-sifat-Nya yang Maha Adil dan Bijaksana.
Kisah Sa'ad bin Abi Waqqash memberikan beberapa pelajaran penting bagi umat Islam modern:
Memahami perjalanan hidup Sa'ad bin Abi Waqqash, khususnya dalam aspek spiritualnya, mengingatkan kita bahwa kekuatan seorang Mukmin tidak terletak pada kekayaan atau pangkatnya, melainkan pada kualitas hubungannya dengan Sang Pencipta. Doa adalah jembatan komunikasi tertinggi, dan bagi Sa'ad, jembatan itu selalu terbuka lebar.
Kekuatan Doa dan Keberanian Spiritual