Menguak Golongan Surah An-Nasr

Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, bukan sekadar kumpulan wahyu, melainkan sebuah samudra hikmah yang tak bertepi. Setiap surah, bahkan setiap ayat, memiliki konteks, makna, dan klasifikasi yang mendalam. Salah satu surah yang paling dikenal, pendek namun sarat makna, adalah Surah An-Nasr. Surah ke-110 dalam mushaf Al-Qur'an ini sering dilantunkan dalam shalat dan menjadi simbol kemenangan. Namun, sebuah pertanyaan fundamental sering muncul di benak para pengkaji Al-Qur'an: termasuk dalam golongan apakah Surah An-Nasr? Apakah ia tergolong surah Makkiyah atau Madaniyyah? Jawaban atas pertanyaan ini bukan sekadar formalitas klasifikasi, melainkan membuka pintu pemahaman yang lebih luas tentang pesan inti surah ini, konteks sejarahnya, dan pelajaran abadi yang disampaikannya.

Untuk memahami penggolongan Surah An-Nasr, kita harus terlebih dahulu menyelami isi dan pesan yang terkandung di dalamnya. Surah yang berarti "Pertolongan" ini terdiri dari tiga ayat yang singkat namun padat.

Ilustrasi Kemenangan dan Cahaya Islam

alt text: Ilustrasi bintang sebagai simbol pertolongan ilahi dan kemenangan, dikelilingi oleh pancaran cahaya yang melambangkan tersebarnya ajaran Islam.

Teks, Terjemahan, dan Tafsir Singkat Surah An-Nasr

Sebelum melangkah lebih jauh ke dalam analisis klasifikasinya, mari kita resapi kembali firman Allah dalam surah ini.

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

إِذَا جَآءَ نَصْرُ ٱللَّهِ وَٱلْفَتْحُ (١)

وَرَأَيْتَ ٱلنَّاسَ يَدْخُلُونَ فِى دِينِ ٱللَّهِ أَفْوَاجًا (٢)

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَٱسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابًا (٣)

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,

2. dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah,

3. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.

Makna Ayat Per Ayat

Ayat 1: إِذَا جَآءَ نَصْرُ ٱللَّهِ وَٱلْفَتْحُ (Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan)

Ayat ini secara eksplisit menyebutkan dua hal: "Nasrullah" (pertolongan Allah) dan "Al-Fath" (kemenangan). Para ulama tafsir hampir seluruhnya sepakat bahwa "Al-Fath" di sini merujuk pada peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan Kota Makkah). Peristiwa monumental ini terjadi pada bulan Ramadan tahun ke-8 Hijriyah. Kemenangan ini bukanlah kemenangan biasa; ia adalah puncak dari perjuangan dakwah Rasulullah SAW selama lebih dari dua dekade. Kota yang dahulu mengusir beliau, kini tunduk tanpa pertumpahan darah yang berarti. Ini adalah bukti nyata dari pertolongan Allah yang dijanjikan.

Ayat 2: وَرَأَيْتَ ٱلنَّاسَ يَدْخُلُونَ فِى دِينِ ٱللَّهِ أَفْوَاجًا (dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah)

Ayat ini merupakan konsekuensi logis dari ayat pertama. Setelah kemenangan besar di Makkah, kabilah-kabilah Arab yang sebelumnya ragu atau memusuhi Islam mulai melihat kebenaran dan kekuatan yang ada di baliknya. Mereka tidak lagi melihat Islam sebagai gerakan kecil, melainkan sebagai kekuatan dominan di Jazirah Arab yang didukung langsung oleh Tuhan. Akibatnya, mereka datang dari berbagai penjuru untuk menyatakan keislaman mereka secara "afwaja", yaitu berkelompok-kelompok atau berbondong-bondong. Ini adalah fase baru dalam sejarah Islam, di mana dakwah diterima secara massal.

Ayat 3: فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَٱسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابًا (maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat)

Ini adalah ayat yang paling sarat dengan makna mendalam. Setelah meraih kemenangan puncak dan menyaksikan hasil jerih payah dakwah, respons yang diperintahkan Allah bukanlah euforia, pesta, atau kesombongan. Sebaliknya, respons yang diajarkan adalah spiritual: tasbih (mensucikan Allah dari segala kekurangan), tahmid (memuji-Nya atas segala nikmat), dan istighfar (memohon ampunan). Perintah ini mengajarkan kerendahan hati yang luar biasa. Kemenangan bukanlah hasil kekuatan manusia, melainkan murni anugerah Allah. Oleh karena itu, segala puji harus dikembalikan kepada-Nya. Perintah istighfar juga mengandung isyarat halus bahwa tugas besar telah mendekati akhir, dan inilah saatnya untuk menyempurnakan diri sebelum kembali kepada Sang Pencipta.

Kriteria Penggolongan Surah: Makkiyah dan Madaniyyah

Untuk menentukan golongan Surah An-Nasr, kita harus memahami dasar klasifikasi surah dalam Al-Qur'an. Para ulama membagi surah-surah Al-Qur'an menjadi dua kategori utama: Makkiyah dan Madaniyyah. Pembagian ini bukanlah sekadar pembagian geografis, melainkan pembagian berdasarkan fase dakwah Nabi Muhammad SAW.

Definisi yang Paling Akurat

Meskipun ada beberapa pendapat, definisi yang paling kuat dan dipegang oleh mayoritas ulama adalah sebagai berikut:

  • Surah Makkiyah: Adalah setiap surah yang ayat-ayatnya turun sebelum peristiwa Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah, meskipun turunnya tidak di kota Makkah (misalnya di Thaif atau saat perjalanan).
  • Surah Madaniyyah: Adalah setiap surah yang ayat-ayatnya turun sesudah peristiwa Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah, meskipun turunnya di kota Makkah (misalnya saat Fathu Makkah atau Haji Wada').

Definisi berbasis waktu (sebelum/sesudah Hijrah) ini lebih akurat daripada definisi berbasis lokasi (turun di Makkah/Madinah). Hijrah menjadi tonggak pemisah karena ia menandai transisi dari fase dakwah yang terfokus pada penanaman akidah di tengah tekanan minoritas, ke fase pembangunan masyarakat dan negara Islam.

Karakteristik Umum Surah Makkiyah

Surah-surah yang turun pada periode Makkah (sebelum Hijrah) umumnya memiliki ciri khas tersendiri, antara lain:

  • Fokus pada Akidah: Penekanan utama adalah pada pilar-pilar keimanan, seperti tauhid (keesaan Allah), kenabian, hari kebangkitan, surga, dan neraka. Tujuannya adalah untuk membersihkan masyarakat dari kemusyrikan.
  • Gaya Bahasa yang Kuat: Ayat-ayatnya cenderung pendek, puitis, dan memiliki ritme yang kuat untuk menggugah hati dan pikiran pendengarnya yang saat itu mayoritas masih musyrik.
  • Banyak Mengandung Kisah Umat Terdahulu: Kisah para nabi dan kaum-kaum terdahulu sering diulang untuk memberikan pelajaran, menguatkan hati Nabi dan para sahabat, serta sebagai peringatan bagi kaum Quraisy.
  • Seruan "Yaa Ayyuhan-Naas": Sering menggunakan panggilan umum "Wahai manusia," karena audiensnya lebih luas dan belum terbentuk komunitas Muslim yang solid.
  • Tidak Ada Ayat Hukum Rinci: Jarang sekali ditemukan ayat-ayat yang merinci hukum-hukum syariat (fiqh), karena fokusnya adalah pada fondasi iman.

Karakteristik Umum Surah Madaniyyah

Setelah Hijrah dan terbentuknya komunitas Islam di Madinah, fokus wahyu pun bergeser. Surah-surah Madaniyyah memiliki karakteristik:

  • Fokus pada Syariat dan Hukum: Banyak berisi ayat-ayat tentang hukum ibadah (shalat, puasa, zakat, haji), hukum muamalah (pernikahan, waris, jual-beli), hukum pidana (jinayat), dan aturan kenegaraan.
  • Gaya Bahasa yang Lebih Tenang dan Rinci: Ayat-ayatnya cenderung lebih panjang dan naratif, menjelaskan aturan secara detail dan logis.
  • Dialog dengan Ahli Kitab: Seringkali terdapat dialog, perdebatan, atau ajakan kepada kaum Yahudi dan Nasrani yang tinggal di sekitar Madinah.
  • Seruan "Yaa Ayyuhalladziina Aamanuu": Lebih sering menggunakan panggilan "Wahai orang-orang yang beriman," karena ditujukan kepada komunitas Muslim yang sudah terbentuk.
  • Izin untuk Berperang (Jihad): Ayat-ayat yang berkaitan dengan izin dan etika berperang turun pada periode Madinah sebagai respons terhadap agresi musuh.

Analisis: Menempatkan Surah An-Nasr dalam Klasifikasi

Dengan berbekal pemahaman tentang isi surah dan kriteria klasifikasi, kita sekarang dapat menganalisis secara mendalam di manakah posisi Surah An-Nasr.

Bukti Pertama: Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat)

Kunci utama untuk menentukan golongan sebuah surah adalah dengan melihat waktu dan konteks turunnya. Seluruh riwayat yang shahih mengenai Asbabun Nuzul Surah An-Nasr mengaitkannya dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi jauh setelah Hijrah.

Mayoritas ulama, termasuk Imam As-Suyuthi dalam karyanya "Al-Itqan fi 'Ulumil Qur'an", menyatakan bahwa Surah An-Nasr adalah salah satu surah terakhir yang turun. Sebagian besar riwayat menyebutkan surah ini turun pada saat Haji Wada' (Haji Perpisahan) Nabi Muhammad SAW, yaitu pada tahun ke-10 Hijriyah. Sebuah riwayat dari Ibnu Umar menyatakan bahwa surah ini turun di Mina pada hari-hari Tasyriq saat beliau melaksanakan Haji Wada'.

Konteks waktu ini sangat jelas. Haji Wada' terjadi dua tahun setelah Fathu Makkah dan hanya sekitar tiga bulan sebelum Rasulullah SAW wafat. Karena peristiwa ini terjadi jauh setelah Hijrah, maka berdasarkan definisi waktu, Surah An-Nasr secara definitif tergolong sebagai surah Madaniyyah.

Meskipun ia turun di Mina (dekat Makkah), ini justru menguatkan keakuratan definisi berbasis waktu. Lokasinya di sekitar Makkah, namun periodenya adalah periode Madinah. Ini adalah contoh klasik sebuah surah Madaniyyah yang tidak turun di kota Madinah.

Bukti Kedua: Analisis Konten dan Tema

Jika kita melihat dari sisi tema, Surah An-Nasr sangat cocok dengan karakteristik surah Madaniyyah.

  1. Tema Kemenangan Komunitas: Surah ini tidak berbicara tentang perjuangan individu dalam mempertahankan akidah di tengah tekanan (tema Makkiyah), melainkan tentang kemenangan kolektif sebuah umat dan berdirinya sebuah tatanan masyarakat Islam yang kuat. Ini adalah buah dari perjuangan di periode Madinah.
  2. Konteks Historis Pasca-Hijrah: Tema "Fathu Makkah" dan "manusia masuk Islam berbondong-bondong" adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi pada fase akhir periode Madinah. Tidak mungkin surah yang membahas akibat dari Fathu Makkah turun sebelum peristiwa itu terjadi, apalagi sebelum Hijrah.
  3. Isyarat Selesainya Misi Kenabian: Seperti yang akan dibahas lebih lanjut, surah ini dipahami oleh para sahabat utama sebagai isyarat bahwa tugas Rasulullah SAW telah paripurna. Penyelesaian sebuah misi besar adalah tema puncak yang sangat Madaniyyah, bukan tema awal penanaman iman ala Makkiyah.

Berdasarkan kedua bukti kuat ini—waktu turunnya (Asbabun Nuzul) dan analisis tematik—tidak ada keraguan di kalangan ulama bahwa Surah An-Nasr adalah surah Madaniyyah.

Lebih Dalam dari Sekadar Kemenangan: Isyarat Wafatnya Rasulullah SAW

Pemahaman bahwa Surah An-Nasr adalah surah Madaniyyah yang turun di akhir kehidupan Nabi membuka lapisan makna yang jauh lebih dalam. Surah ini bukan sekadar pemberitahuan kemenangan (karena kemenangan itu sudah terjadi), melainkan sebuah notifikasi dari langit bahwa misi telah tuntas.

Dalam sebuah riwayat yang sangat terkenal dari Imam Al-Bukhari, Ibnu Abbas menceritakan bahwa pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, Umar sering mengundangnya untuk ikut dalam majelis para sahabat senior dari Perang Badar. Sebagian dari mereka merasa kurang nyaman dengan kehadiran Ibnu Abbas yang masih sangat muda. Merasakan hal ini, Umar pun bertanya kepada mereka, "Apa pendapat kalian tentang firman Allah 'Idza jaa'a nashrullahi wal fath'?"

Sebagian dari mereka menjawab, "Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan memohon ampunan-Nya ketika kita diberi pertolongan dan kemenangan." Sebagian lagi diam. Lalu Umar bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apakah begitu juga pendapatmu, wahai Ibnu Abbas?"

Ibnu Abbas menjawab, "Tidak." Umar bertanya lagi, "Lalu bagaimana pendapatmu?" Ibnu Abbas menjawab, "Itu adalah pertanda ajal Rasulullah SAW yang Allah beritahukan kepada beliau. 'Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan' (yaitu Fathu Makkah), maka itu adalah tanda ajalmu (wahai Muhammad) sudah dekat. 'Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat'."

Mendengar jawaban itu, Umar bin Khattab berkata, "Demi Allah, aku tidak mengetahui makna dari surah ini kecuali seperti yang engkau ketahui."

Kisah ini menunjukkan kedalaman pemahaman Ibnu Abbas yang dijuluki "Turjumanul Qur'an" (Penerjemah Al-Qur'an). Logikanya sederhana: jika kemenangan terbesar telah diraih dan manusia telah berbondong-bondong masuk Islam, maka tugas utama seorang rasul untuk menyampaikan risalah telah selesai. Selesainya tugas adalah pertanda bahwa sudah saatnya ia kembali kepada Yang Mengutusnya. Perintah untuk bertasbih, bertahmid, dan beristighfar adalah bentuk persiapan spiritual untuk perjumpaan agung tersebut.

Oleh karena itu, Surah An-Nasr juga dikenal sebagai "Surah At-Taudi'" atau Surah Perpisahan. Ia membawa dua kabar: kabar gembira tentang kesempurnaan agama dan kemenangan umat, sekaligus kabar yang menyiratkan kesedihan tentang akan berakhirnya era kenabian di muka bumi.

Hikmah dan Pelajaran Abadi dari Surah An-Nasr

Sebagai surah Madaniyyah yang menandai puncak kejayaan Islam di masa Nabi, An-Nasr menyimpan pelajaran universal yang relevan sepanjang masa.

  • Kerendahan Hati di Puncak Kejayaan: Pelajaran terbesar adalah adab dalam menyikapi kesuksesan. Saat berada di puncak, manusia cenderung lupa diri dan sombong. Al-Qur'an mengajarkan bahwa respons yang tepat adalah mengembalikan semua pujian kepada Allah (tahmid), mensucikan-Nya dari anggapan bahwa kemenangan itu karena campur tangan selain-Nya (tasbih), dan memohon ampun atas segala kekurangan selama proses perjuangan (istighfar).
  • Kemenangan Hakiki Datang dari Allah: Frasa "Nasrullah" (Pertolongan Allah) menegaskan bahwa sumber segala kemenangan adalah Allah. Usaha manusia hanyalah sebab, namun hasil akhir berada sepenuhnya dalam genggaman-Nya. Ini menanamkan optimisme dan kebergantungan total kepada Allah.
  • Pentingnya Istighfar Sepanjang Waktu: Jika Nabi Muhammad SAW, manusia paling mulia yang dijamin maksum (terjaga dari dosa besar), diperintahkan untuk beristighfar di akhir misinya, apalagi kita sebagai manusia biasa. Istighfar bukanlah tanda kelemahan atau pengakuan dosa semata, tetapi juga merupakan bentuk ibadah, penyempurnaan diri, dan pengakuan atas keagungan Allah.
  • Setiap Misi Memiliki Akhir: Surah ini mengingatkan bahwa setiap perjuangan, setiap proyek, dan setiap kehidupan memiliki titik akhir. Yang terpenting adalah bagaimana kita mengakhiri misi tersebut. Akhir yang baik (husnul khatimah) ditandai dengan kembalinya kesadaran spiritual dan persiapan untuk bertemu dengan Allah.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis komprehensif dari sisi Asbabun Nuzul, konteks sejarah, dan kandungan tematik, dapat disimpulkan tanpa keraguan bahwa Surah An-Nasr tergolong sebagai surah Madaniyyah. Ia turun pada periode akhir kehidupan Rasulullah SAW, setelah peristiwa Hijrah, tepatnya pada momen Haji Wada' tahun ke-10 Hijriyah.

Memahami klasifikasinya sebagai surah Madaniyyah bukan hanya soal teknis ilmu Al-Qur'an, tetapi juga membuka pemahaman kita tentang pesan agung yang dibawanya. Ia adalah surah tentang buah dari perjuangan panjang, adab menyikapi kemenangan, dan persiapan spiritual untuk mengakhiri sebuah tugas mulia. Ia adalah pengingat abadi bahwa di balik setiap pertolongan (nasr) dan kemenangan (fath) dari Allah, ada perintah untuk kembali mensucikan, memuji, dan memohon ampunan kepada-Nya, karena Dia-lah Sang Maha Penerima tobat.

🏠 Homepage