Dalam dunia linguistik dan studi keagamaan di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan tradisi pesantren, sistem penulisan Pegon (juga dikenal sebagai Jawi Gundul atau Arab Melayu) memegang peranan penting. Sistem ini merupakan adaptasi aksara Arab yang digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa, Melayu, Sunda, dan bahasa daerah lainnya. Salah satu aspek menarik dari Pegon adalah bagaimana ia merepresentasikan bunyi-bunyi bahasa yang ada, termasuk huruf vokal. Berbeda dengan bahasa Arab aslinya yang memiliki sistem diakritik (harakat) yang kuat untuk vokal, Pegon seringkali mengandalkan konvensi dan penafsiran pembaca. Memahami huruf vokal dalam Pegon adalah kunci untuk dapat membaca dan memahami teks-teks klasik yang ditulis menggunakan sistem ini.
Pada dasarnya, huruf vokal dalam bahasa Indonesia modern terdiri dari lima bunyi utama: A, I, U, E, dan O. Ketika bahasa-bahasa daerah yang kaya akan bunyi vokal ini ditulis dalam aksara Pegon, tantangan muncul dalam merepresentasikan masing-masing bunyi tersebut secara konsisten. Pegon tidak memiliki huruf tersendiri untuk setiap vokal seperti halnya Latin. Sebaliknya, ia menggunakan kombinasi beberapa pendekatan.
Representasi Vokal dalam Pegon
Secara umum, representasi huruf vokal dalam Pegon dapat dikategorikan sebagai berikut:
Vokal 'A': Bunyi vokal 'a' biasanya direpresentasikan dengan menggunakan huruf alif (ا). Namun, dalam beberapa konteks, alif juga bisa mewakili bunyi vokal lain, sehingga pembaca perlu memperhatikan konteks kalimat. Terkadang, tanpa adanya harakat fathah (ـَـ), alif menjadi penanda utama untuk vokal 'a'.
Vokal 'I': Untuk bunyi vokal 'i', Pegon umumnya menggunakan huruf ya (ي). Sama seperti alif, ya juga dapat berfungsi sebagai konsonan 'y' dalam bahasa Arab, namun dalam Pegon, ia sangat sering digunakan untuk merepresentasikan vokal 'i'. Terkadang, harakat kasrah (ـِـ) dapat ditambahkan untuk memperjelas, namun seringkali dihilangkan pada tulisan Pegon.
Vokal 'U': Bunyi vokal 'u' paling sering direpresentasikan dengan huruf waw (و). Huruf waw dalam bahasa Arab memiliki fungsi ganda sebagai konsonan 'w' dan vokal 'u' atau 'o'. Dalam Pegon, perannya sebagai penanda vokal 'u' sangat dominan. Harakat dammah (ـُـ) kadang kala digunakan, tetapi umumnya tulisan Pegon mengandalkan waw sebagai representasi vokal 'u'.
Vokal 'E': Ini adalah salah satu vokal yang paling menantang dalam Pegon karena tidak ada satu huruf tunggal yang secara konsisten mewakilinya. Bunyi 'e' seringkali direpresentasikan dengan:
Menggunakan alif (ا) dengan harapan pembaca mengerti konteksnya.
Menggunakan ya (ي), terutama untuk bunyi 'é' (taling) atau 'è' (pepet).
Dalam beberapa kasus, terutama untuk membedakan antara 'e' pepet dan 'e' taling, terkadang digunakan alif maksurah (ى) atau bahkan modifikasi huruf, meskipun ini jarang terjadi pada tulisan Pegon standar.
Penandaan vokal 'e' sangat bergantung pada konvensi lokal dan kebiasaan penulis.
Vokal 'O': Mirip dengan vokal 'e', vokal 'o' juga tidak memiliki representasi tunggal yang pasti. Bunyi 'o' seringkali direpresentasikan dengan:
Menggunakan waw (و). Hal ini seringkali menimbulkan ambiguitas dengan vokal 'u' jika tidak ada konteks yang jelas.
Kadang-kadang, alif (ا) digunakan jika konteks kalimat memang mengarah pada bunyi 'o'.
Ambiguitas dan Solusi
Ambiguitas dalam representasi vokal, terutama untuk 'e' dan 'o', adalah karakteristik yang melekat pada tulisan Pegon. Hal ini disebabkan oleh adaptasi aksara yang tidak sempurna untuk bunyi-bunyi bahasa lokal yang kaya. Para pembaca teks Pegon diharapkan memiliki pemahaman yang kuat tentang tata bahasa, kosa kata, dan nuansa dialek bahasa yang ditulis.
Untuk mengatasi ambiguitas ini, para ulama dan penulis klasik terkadang menggunakan beberapa strategi:
Konteks Kalimat: Ini adalah alat terpenting. Pembaca harus mampu menyimpulkan bunyi vokal berdasarkan makna keseluruhan kalimat.
Pengulangan Huruf: Terkadang, vokal panjang atau vokal yang perlu ditekankan dapat direpresentasikan dengan mengulang huruf alif, ya, atau waw.
Kombinasi dengan Harakat: Meskipun jarang, harakat Arab seperti fathah, kasrah, dan dammah dapat digunakan untuk kejelasan, namun pada tulisan Pegon yang umum, harakat ini cenderung dihilangkan untuk efisiensi penulisan.
Konvensi Lokal: Setiap daerah atau bahkan setiap pesantren mungkin memiliki konvensi tersendiri dalam merepresentasikan vokal tertentu.
Studi tentang huruf vokal dalam Pegon bukan hanya sekadar latihan akademis, tetapi juga merupakan jendela untuk memahami bagaimana tradisi intelektual dan keagamaan di Indonesia berinteraksi dengan warisan budaya dan bahasa. Dengan menguasai pemahaman tentang representasi vokal ini, kita membuka pintu untuk mengakses kekayaan khazanah literatur keagamaan dan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun. Membaca Pegon adalah sebuah seni yang membutuhkan latihan, dedikasi, dan pemahaman mendalam tentang konteks linguistik dan budayanya.