Memahami Injil: Wahyu Allah yang Diturunkan kepada Nabi Isa 'alaihissalam

Ilustrasi kitab suci Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa sebagai wahyu dan petunjuk. Wahyu & Petunjuk Kitab Suci Injil

Pendahuluan: Rukun Iman dan Kitab-Kitab Allah

Dalam struktur fundamental akidah Islam, keimanan kepada kitab-kitab Allah merupakan salah satu dari enam Rukun Iman yang wajib diyakini oleh setiap Muslim. Keimanan ini bukan sekadar pengakuan lisan, melainkan sebuah keyakinan yang tertanam kuat di dalam hati bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala, dalam kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas, telah menurunkan kitab-kitab suci sebagai pedoman hidup bagi umat manusia. Kitab-kitab ini diwahyukan kepada para nabi dan rasul pilihan-Nya untuk membimbing kaum mereka masing-masing menuju jalan kebenaran, yaitu penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan penegakan keadilan di muka bumi.

Rangkaian wahyu ilahi ini membentuk sebuah mata rantai emas yang tak terputus. Allah menurunkan Shuhuf (lembaran-lembaran) kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, menurunkan Taurat kepada Nabi Musa 'alaihissalam, Zabur kepada Nabi Daud 'alaihissalam, Injil kepada Nabi Isa 'alaihissalam, dan puncaknya adalah Al-Qur'an yang diwahyukan kepada nabi dan rasul terakhir, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Setiap kitab membawa pesan inti yang sama—yaitu Tauhid, pengesaan Allah—namun dengan syariat atau hukum-hukum yang disesuaikan dengan kondisi zaman dan kaum yang menerimanya.

Di antara kitab-kitab agung tersebut, Injil memegang posisi yang sangat penting. Ia adalah wahyu suci yang diturunkan secara khusus kepada Nabi Isa 'alaihissalam, salah seorang rasul Ulul Azmi, yaitu rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati luar biasa dalam menjalankan misi dakwahnya. Keimanan seorang Muslim tidak akan sempurna tanpa meyakini eksistensi Injil sebagai kitab yang benar-benar berasal dari sisi Allah. Artikel ini akan mengupas secara mendalam tentang Injil dari perspektif Islam, mulai dari kedudukan Nabi Isa sebagai penerimanya, kandungan asli Injil, pandangan Islam terhadap kitab-kitab yang ada saat ini, hingga hubungannya yang erat dengan Al-Qur'an sebagai kitab suci pamungkas.

Kedudukan Agung Nabi Isa 'alaihissalam dalam Islam

Untuk memahami Injil, pertama-tama kita harus memahami siapa sosok agung yang menerimanya. Dalam Islam, Nabi Isa 'alaihissalam (Yesus, semoga damai menyertainya) menempati posisi yang sangat mulia dan terhormat. Ia bukan sekadar nabi biasa, melainkan seorang Rasul Ulul Azmi, sejajar dengan Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, dan Muhammad. Kisah hidupnya, mulai dari kelahirannya yang ajaib hingga mukjizat-mukjizatnya yang luar biasa, dijelaskan dengan penuh hormat di dalam Al-Qur'an.

Kelahiran Ajaib dari Rahim Suci Maryam

Al-Qur'an mengabadikan kisah kelahiran Nabi Isa sebagai salah satu tanda kebesaran Allah yang paling nyata. Ia lahir dari seorang wanita perawan yang suci, Maryam binti Imran, yang telah Allah pilih dan sucikan di atas seluruh wanita di alam semesta pada masanya. Kelahirannya terjadi tanpa campur tangan seorang ayah, sebuah mukjizat yang menunjukkan bahwa bagi Allah, tidak ada yang mustahil. Jika Dia berkehendak menciptakan sesuatu, Dia hanya berfirman, "Jadilah!" maka jadilah ia. Kelahiran Isa ini seringkali disandingkan dengan penciptaan Adam, yang diciptakan tanpa ayah dan tanpa ibu, untuk menegaskan kekuasaan mutlak Sang Pencipta.

Kisah ini menegaskan bahwa Isa adalah seorang hamba dan ciptaan Allah, sama seperti Adam, bukan anak Tuhan sebagaimana keyakinan lain. Posisi Maryam pun sangat dimuliakan dalam Islam, bahkan namanya diabadikan menjadi salah satu nama surat dalam Al-Qur'an.

Seorang Nabi dan Rasul Pembawa Risalah Tauhid

Misi utama Nabi Isa, sebagaimana para nabi sebelumnya, adalah menyeru kaumnya, Bani Israil, untuk kembali ke jalan yang lurus: menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Ia diutus untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi dalam ajaran Nabi Musa, meluruskan kembali akidah mereka, dan memberikan kabar gembira serta peringatan. Dakwahnya berpusat pada penegakan Tauhid, pemurnian spiritual, dan penekanan pada aspek kasih sayang serta kerendahan hati. Ia bukanlah pembawa agama baru yang meniadakan ajaran sebelumnya, melainkan pelanjut dan penyempurna risalah bagi kaumnya pada waktu itu.

Dianugerahi Mukjizat-Mukjizat Luar Biasa

Untuk membuktikan kebenarannya sebagai utusan Allah, Nabi Isa dibekali dengan berbagai mukjizat yang luar biasa, semua atas izin Allah. Al-Qur'an menyebutkan beberapa di antaranya:

Semua mukjizat ini bukanlah berasal dari kekuatan pribadinya, melainkan semata-mata tanda kekuasaan Allah yang diperlihatkan melalui tangan hamba dan utusan-Nya. Hal ini untuk membantah anggapan bahwa ia memiliki sifat ketuhanan.

Menegaskan Statusnya sebagai Hamba, Bukan Tuhan

Salah satu pilar utama ajaran Islam mengenai Nabi Isa adalah penegasan statusnya sebagai seorang manusia, hamba, dan utusan Allah. Islam dengan tegas menolak konsep trinitas, penyaliban sebagai penebusan dosa, dan keyakinan bahwa Isa adalah anak Tuhan. Al-Qur'an berkali-kali menyatakan bahwa Isa sendiri tidak pernah mengajarkan hal tersebut. Sebaliknya, ia menyeru kaumnya dengan berkata, "Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus." Pengultusan terhadap dirinya yang terjadi setelah ia diangkat oleh Allah adalah sebuah penyimpangan dari ajaran murninya.

Injil: Kitab Suci yang Diturunkan kepada Nabi Isa

Setelah memahami kedudukan Nabi Isa, kini kita dapat membahas Injil, kitab yang diwahyukan kepadanya. Dalam keyakinan Islam, Injil yang asli adalah firman Allah, bukan tulisan atau biografi yang dibuat oleh para murid Nabi Isa. Ia adalah satu kitab wahyu yang utuh, diturunkan ke dalam hati Nabi Isa untuk menjadi petunjuk dan cahaya bagi Bani Israil.

Makna dan Esensi Injil yang Asli

Kata "Injil" berasal dari bahasa Yunani "evangelion" yang berarti "kabar gembira". Ini sangat selaras dengan fungsi risalah Nabi Isa itu sendiri. Injil yang asli, menurut Islam, berisi ajaran-ajaran fundamental yang bertujuan untuk mereformasi kondisi spiritual dan moral Bani Israil pada masa itu. Kandungan utamanya meliputi:

  1. Peneguhan Tauhid: Inti dari ajaran Injil adalah seruan untuk mengesakan Allah, mencintai-Nya dengan segenap hati, dan menjauhi segala bentuk kemusyrikan. Ini adalah pesan universal semua nabi.
  2. Membenarkan Kitab Taurat: Injil tidak datang untuk menghapus seluruh ajaran Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa. Sebaliknya, ia datang untuk membenarkan kebenaran yang masih murni di dalam Taurat dan mengonfirmasi ajaran pokoknya, terutama tentang Tauhid.
  3. Merevisi Beberapa Hukum: Salah satu fungsi Injil adalah untuk meringankan beberapa hukum dalam syariat Nabi Musa yang dirasa berat bagi Bani Israil. Nabi Isa diutus untuk menghalalkan sebagian dari apa yang sebelumnya diharamkan bagi mereka, sebagai bentuk kasih sayang dan rahmat dari Allah.
  4. Petunjuk Moral dan Etika: Injil sarat dengan ajaran-ajaran tentang akhlak mulia, seperti kasih sayang, pengampunan, kerendahan hati, zuhud (menjauhi kemewahan dunia), dan pentingnya kebersihan hati. Ajaran ini bertujuan untuk melembutkan hati Bani Israil yang pada saat itu cenderung menjadi keras dan terlalu fokus pada ritual formal tanpa diiringi spiritualitas.
  5. Kabar Gembira tentang Kedatangan Nabi Terakhir: Salah satu kandungan terpenting dari Injil asli adalah adanya nubuat atau kabar gembira mengenai akan datangnya seorang rasul terakhir setelah Nabi Isa. Rasul tersebut dalam Al-Qur'an disebut bernama "Ahmad", yang merupakan nama lain dari Nabi Muhammad SAW.

Fungsi Injil pada Masanya

Injil berfungsi sebagai pelita yang menerangi kegelapan spiritual Bani Israil. Pada zaman itu, banyak di antara mereka yang telah melenceng dari ajaran Taurat yang murni. Para pemuka agama mereka banyak yang menyembunyikan kebenaran, mengubah hukum Allah demi kepentingan pribadi, dan menjadi materialistis. Kehadiran Nabi Isa dengan Injilnya adalah upaya ilahi untuk mengembalikan mereka ke jalan yang benar, mengingatkan mereka tentang kehidupan akhirat, dan mengajarkan esensi sejati dari agama, yaitu ketundukan yang tulus kepada Allah.

Pandangan Islam terhadap Injil yang Beredar Saat Ini

Ini adalah topik yang seringkali menimbulkan kesalahpahaman. Penting untuk dipahami bahwa ketika Islam berbicara tentang kewajiban mengimani Injil, yang dimaksud adalah Injil asli yang diwahyukan Allah kepada Nabi Isa. Ini berbeda dengan kitab-kitab yang dikenal sebagai Injil (Gospel) dalam Perjanjian Baru Alkitab (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes) yang ada saat ini.

Perbedaan Antara Wahyu dan Biografi

Menurut pandangan Islam, Injil-injil yang ada sekarang bukanlah firman Tuhan yang diturunkan kata per kata kepada Nabi Isa. Sebaliknya, kitab-kitab tersebut lebih merupakan catatan sejarah, biografi, dan kumpulan ajaran Nabi Isa yang ditulis oleh para pengikutnya atau generasi setelahnya. Para penulisnya, seperti Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, menulis berdasarkan ingatan, kesaksian, atau sumber-sumber lain yang mereka miliki. Karena itu, kitab-kitab ini berisi perkataan Nabi Isa, kisah hidupnya, dan juga interpretasi serta komentar dari para penulisnya.

Hal ini fundamentally berbeda dengan konsep wahyu dalam Islam, di mana Al-Qur'an diyakini sebagai firman Allah yang literal, yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad tanpa ada perubahan, penambahan, atau pengurangan sedikit pun. Oleh karena itu, seorang Muslim membedakan antara "Injil Allah" (yang asli dan telah hilang) dengan "Injil tulisan manusia" (yang ada saat ini).

Konsep Tahrif (Perubahan)

Islam meyakini bahwa kitab-kitab suci sebelum Al-Qur'an, termasuk Taurat dan Injil, telah mengalami tahrif atau perubahan dari bentuk aslinya. Perubahan ini bisa terjadi dalam berbagai bentuk:

Keyakinan ini bukan berarti Islam menolak seluruh isi Alkitab. Sebaliknya, sikap seorang Muslim terhadapnya adalah selektif dan kritis, dengan Al-Qur'an sebagai standar utamanya.

Sikap Seorang Muslim

Berdasarkan hal di atas, sikap seorang Muslim terhadap Injil yang ada saat ini adalah sebagai berikut:

  1. Membenarkan apa yang sejalan dengan Al-Qur'an dan Sunnah. Jika ada ajaran dalam Injil saat ini yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti ajaran tentang keesaan Tuhan, kasih sayang, dan akhlak mulia, maka kita membenarkannya karena ia merupakan sisa-sisa dari kebenaran wahyu yang asli.
  2. Mendustakan apa yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah. Jika ada ajaran yang secara eksplisit bertabrakan dengan prinsip dasar akidah Islam, seperti konsep ketuhanan Yesus, trinitas, atau penebusan dosa, maka kita menolaknya karena itu dianggap sebagai bagian dari perubahan yang terjadi.
  3. Bersikap tawaqquf (diam/tidak membenarkan dan tidak mendustakan) terhadap hal-hal yang tidak disebutkan atau dijelaskan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Ini adalah kisah-kisah atau rincian hukum yang tidak bisa kita verifikasi kebenarannya.

Dengan demikian, umat Islam tetap menghormati Nabi Isa dan ajaran murninya, namun menggunakan Al-Qur'an sebagai filter dan hakim akhir atas semua kitab sebelumnya.

Al-Qur'an sebagai Pembenar dan Penyempurna

Hubungan antara Al-Qur'an dan Injil (serta kitab-kitab sebelumnya) adalah hubungan yang sangat unik dan berlapis. Al-Qur'an tidak datang untuk meniadakan eksistensi wahyu sebelumnya, melainkan untuk meluruskan, membenarkan, dan menyempurnakannya.

Al-Qur'an sebagai Mushaddiq (Pembenar)

Salah satu fungsi utama Al-Qur'an adalah sebagai mushaddiqan lima baina yadaihi, artinya "membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya". Al-Qur'an mengonfirmasi kebenaran universal yang terkandung dalam Taurat dan Injil yang asli. Ia membenarkan bahwa Nabi Musa dan Nabi Isa adalah utusan Allah yang benar, dan kitab yang mereka bawa adalah wahyu dari-Nya. Dengan mengimani Al-Qur'an, seorang Muslim secara otomatis juga mengimani dasar-dasar ajaran yang dibawa oleh para nabi terdahulu, menciptakan sebuah kesinambungan risalah ilahi yang indah.

Al-Qur'an sebagai Muhaimin (Batu Ujian dan Penjaga)

Selain membenarkan, Al-Qur'an juga berfungsi sebagai muhaimin, yang berarti penjaga, pengawas, atau batu ujian. Ini adalah fungsi yang lebih tinggi. Sebagai muhaimin, Al-Qur'an bertindak sebagai standar akhir untuk menilai keaslian ajaran-ajaran yang dinisbahkan kepada kitab-kitab suci sebelumnya. Ia memisahkan antara ajaran yang masih murni dan yang telah diubah oleh tangan manusia. Ia mengoreksi kesalahan-kesalahan akidah yang telah menyusup ke dalam ajaran umat-umat terdahulu, seperti pengultusan nabi atau penyimpangan dari Tauhid. Karena Allah telah menjamin penjagaan Al-Qur'an dari segala bentuk perubahan hingga akhir zaman, maka ia menjadi satu-satunya sumber yang absolut dan terpercaya.

Menyempurnakan Syariat dan Ajaran

Risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dengan Al-Qur'an adalah risalah penutup yang universal, berlaku untuk seluruh umat manusia hingga hari kiamat. Oleh karena itu, syariat di dalamnya adalah yang paling lengkap dan sempurna, mencakup semua aspek kehidupan, dari ibadah, muamalah (interaksi sosial), hukum pidana, hingga etika bernegara. Ia menyempurnakan ajaran-ajaran sebelumnya dan menghapus (naskh) sebagian hukum yang hanya berlaku untuk umat tertentu pada masa lalu. Dengan turunnya Al-Qur'an, maka seluruh umat manusia diwajibkan untuk mengikuti petunjuknya.

Keimanan kepada Injil dan kitab-kitab sebelumnya menjadi tidak lengkap jika tidak diikuti dengan keimanan kepada Al-Qur'an sebagai wahyu terakhir dan penyempurna.

Hikmah dan Pelajaran dari Keimanan kepada Injil

Mengimani Injil sebagai wahyu Allah kepada Nabi Isa bukanlah sekadar pengakuan dogmatis. Di baliknya terkandung banyak hikmah dan pelajaran berharga bagi seorang Muslim.

Memperkuat Fondasi Keimanan

Keyakinan ini memperkuat Rukun Iman secara keseluruhan. Ia mengajarkan kita bahwa Allah tidak pernah membiarkan umat manusia tersesat tanpa petunjuk. Sejak zaman Nabi Adam, Allah senantiasa mengutus para nabi dengan membawa risalah yang sama. Ini menunjukkan betapa besar kasih sayang dan perhatian Allah kepada hamba-hamba-Nya. Keyakinan ini menumbuhkan rasa syukur dan ketaatan yang lebih dalam.

Memahami Kesinambungan Dakwah Para Nabi

Dengan mengimani Injil, kita melihat benang merah yang menyatukan dakwah semua nabi. Dari Ibrahim, Musa, Isa, hingga Muhammad, semuanya berdiri di atas platform yang sama: Tauhid. Mereka semua adalah saudara dalam kenabian, saling mendukung dan membenarkan risalah satu sama lain. Hal ini menghapus pandangan eksklusif yang sempit dan membuka wawasan kita tentang universalitas pesan ilahi.

Menumbuhkan Rasa Cinta dan Hormat kepada Semua Utusan Allah

Islam mengajarkan untuk tidak membeda-bedakan para rasul dalam hal keimanan. Kita mencintai dan menghormati Nabi Isa sebagaimana kita mencintai dan menghormati Nabi Muhammad. Mengingkari salah satu dari mereka berarti mengingkari semuanya. Sikap ini menumbuhkan toleransi dan penghargaan terhadap figur-figur suci yang dihormati oleh umat beragama lain, meskipun dengan pemahaman akidah yang berbeda.

Landasan untuk Dialog yang Konstruktif

Pengakuan Islam terhadap kenabian Isa dan kesucian Injil yang asli dapat menjadi jembatan untuk dialog antaragama yang sehat dan konstruktif, khususnya dengan umat Kristiani. Meskipun terdapat perbedaan teologis yang fundamental, adanya titik temu dalam menghormati figur Isa dan mengakui adanya wahyu ilahi bisa menjadi awal dari percakapan yang saling menghargai untuk mencari pemahaman bersama dan membangun kerukunan.

Penutup: Keyakinan yang Menyeluruh

Kesimpulannya, keimanan kepada Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa 'alaihissalam adalah bagian tak terpisahkan dari akidah seorang Muslim. Keyakinan ini merujuk pada Injil yang asli, yaitu wahyu murni dari Allah yang berisi ajaran Tauhid, hukum, dan petunjuk bagi Bani Israil. Islam memandang Nabi Isa sebagai salah satu rasul terbesar Allah, seorang hamba yang mulia, bukan Tuhan atau anak Tuhan.

Seorang Muslim membedakan antara Injil wahyu ini dengan Injil-injil biografi yang ada saat ini, yang diyakini telah mengalami perubahan dari aslinya. Sebagai kitab suci terakhir, Al-Qur'an datang sebagai pembenar, penjaga, dan penyempurna bagi semua kitab suci sebelumnya. Ia adalah satu-satunya wahyu yang terjaga keasliannya secara utuh dan menjadi pedoman utama bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Dengan memegang teguh Al-Qur'an, seorang Muslim telah merangkum keimanannya kepada seluruh mata rantai wahyu ilahi, termasuk Injil yang suci, dalam sebuah bingkai keyakinan yang kokoh, komprehensif, dan menentramkan jiwa.

🏠 Homepage