Istiqoroh Adalah Jalan Menuju Pilihan Terbaik
Dalam setiap fase kehidupan, manusia tidak pernah luput dari persimpangan jalan. Pilihan-pilihan besar hadir silih berganti, menuntut keputusan yang bijaksana. Mulai dari memilih jenjang pendidikan, menerima tawaran pekerjaan, menentukan pasangan hidup, hingga memutuskan sebuah investasi besar. Setiap pilihan membawa konsekuensi, dan sebagai manusia dengan pengetahuan yang terbatas, kita seringkali merasa gamang, ragu, dan cemas akan masa depan yang tidak pasti. Di tengah kebimbangan inilah, Islam menawarkan sebuah solusi spiritual yang agung, sebuah jembatan komunikasi langsung dengan Sang Maha Mengetahui. Solusi itu bernama Istiqoroh.
Jadi, istiqoroh adalah sebuah ibadah sunnah yang sangat dianjurkan, berupa shalat dua rakaat diikuti dengan doa khusus, yang bertujuan untuk memohon petunjuk dan bimbingan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam menentukan pilihan terbaik di antara beberapa pilihan yang mubah (diperbolehkan). Istiqoroh bukanlah ritual magis untuk melihat masa depan, melainkan sebuah bentuk penyerahan diri secara total, pengakuan atas kelemahan dan keterbatasan diri, serta keyakinan penuh akan ke-Maha Bijaksanaan Allah SWT.
Makna dan Hakikat Istiqoroh yang Mendalam
Untuk memahami istiqoroh secara utuh, kita perlu menyelami maknanya lebih dari sekadar definisi harfiah. Istiqoroh adalah cerminan dari tauhid, yaitu keyakinan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya sumber kebaikan dan penentu segala takdir.
Pengertian Secara Bahasa dan Istilah
Secara etimologi, kata "Istiqoroh" (استخارة) berasal dari bahasa Arab, dari akar kata khair (خير) yang berarti "kebaikan". Penambahan huruf alif, sin, dan ta' di awal kata (istaf'ala) memberikan makna "meminta" atau "mencari". Dengan demikian, secara harfiah, istiqoroh adalah meminta atau mencari kebaikan. Dalam konteks ini, kita meminta kepada Allah untuk memilihkan yang terbaik bagi kita.
Sedangkan secara istilah syar'i, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, istiqoroh adalah permintaan seorang hamba kepada Rabb-nya agar Dia memilihkan untuknya salah satu dari dua perkara atau lebih, yang mana pilihan tersebut adalah yang paling baik dan paling utama baginya, baik untuk kehidupan dunia maupun akhiratnya. Ini adalah bentuk ibadah yang menunjukkan betapa seorang hamba sangat bergantung pada Tuhannya dalam segala urusan.
Istiqoroh Bukan Ramalan atau Melihat Gaib
Salah satu kesalahpahaman paling umum di masyarakat adalah menganggap istiqoroh sebagai cara untuk mendapatkan "bocoran" masa depan melalui mimpi. Banyak yang berharap setelah melaksanakan shalat istiqoroh, mereka akan bermimpi secara jelas tentang pilihan mana yang harus diambil. Meskipun jawaban bisa saja datang melalui mimpi, ini bukanlah satu-satunya atau bahkan cara yang paling umum. Menggantungkan jawaban istiqoroh semata-mata pada mimpi dapat menjerumuskan seseorang pada interpretasi yang salah dan bahkan syirik jika mulai mempercayai tafsir-tafsir yang tidak berdasar.
Hakikat istiqoroh adalah memohon agar Allah membimbing hati kita, memudahkan jalan kita menuju pilihan yang baik, dan memalingkan kita dari pilihan yang buruk. Petunjuk itu lebih sering terasa dalam bentuk kemantapan hati, kelancaran urusan, atau munculnya rintangan yang tak terduga pada pilihan yang lain. Jadi, istiqoroh adalah proses aktif meminta bimbingan, bukan proses pasif menunggu penglihatan gaib.
Filosofi Tawakal di Balik Istiqoroh
Di jantung ibadah istiqoroh terletak konsep tawakal, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah setelah melakukan usaha maksimal. Proses ini memiliki beberapa tahapan filosofis yang indah:
- Pengakuan Keterbatasan Diri: Langkah pertama sebelum istiqoroh adalah menyadari bahwa akal, logika, dan pengalaman kita sangat terbatas. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari. Apa yang terlihat baik hari ini, belum tentu baik untuk masa depan kita. Sebaliknya, apa yang tampak sulit dan tidak menyenangkan, bisa jadi menyimpan kebaikan yang besar. Pengakuan ini adalah bentuk kerendahan hati di hadapan Allah.
- Ikhtiar (Usaha Maksimal): Islam bukanlah agama yang mengajarkan kepasrahan buta. Sebelum melakukan istiqoroh, kita diwajibkan untuk melakukan ikhtiar. Ini berarti mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang pilihan yang ada, menganalisis untung-ruginya, dan yang tidak kalah penting adalah bermusyawarah (syura) dengan orang-orang yang kita anggap bijaksana, berilmu, dan dapat dipercaya. Istiqoroh dilakukan setelah akal manusia telah bekerja secara maksimal.
- Penyerahan Pilihan kepada Yang Maha Tahu: Setelah ikhtiar dan musyawarah dilakukan, barulah kita mengangkat tangan dan menyerahkan keputusan akhir kepada Allah melalui shalat dan doa istiqoroh. Ini adalah puncaknya. Kita seolah berkata, "Ya Allah, aku sudah berusaha dengan segala kemampuanku yang terbatas. Kini, aku serahkan keputusan ini kepada-Mu, karena Engkau Maha Mengetahui apa yang tidak aku ketahui, dan Engkau Maha Kuasa atas apa yang tidak aku kuasai."
Landasan Hukum dan Dalil Pelaksanaan Istiqoroh
Shalat istiqoroh bukanlah ibadah yang dibuat-buat, melainkan memiliki landasan yang kuat dari ajaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau mengajarkannya kepada para sahabat sebagaimana beliau mengajarkan surat dari Al-Qur'an, menunjukkan betapa pentingnya ibadah ini dalam kehidupan seorang muslim.
Dalil dari Hadits Nabi
Dalil utama dan paling jelas mengenai shalat istiqoroh datang dari hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari sahabat Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata:
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa mengajari kami shalat istiqoroh dalam segala urusan, sebagaimana beliau mengajari kami surat dari Al-Qur'an. Beliau bersabda: 'Jika salah seorang di antara kalian berkeinginan keras untuk melakukan suatu urusan, maka rukuklah (shalatlah) dua rakaat selain shalat fardhu, kemudian hendaklah ia berdoa...'"
Hadits ini menunjukkan beberapa poin penting:
- Universalitas Istiqoroh: Rasulullah mengajarkannya untuk "segala urusan", yang menandakan bahwa istiqoroh relevan untuk berbagai macam pilihan dalam hidup, baik besar maupun kecil, selama itu adalah perkara yang mubah.
- Pentingnya Istiqoroh: Perumpamaan pengajarannya seperti mengajarkan Al-Qur'an menunjukkan betapa Rasulullah menekankan pentingnya ibadah ini bagi umatnya.
- Tata Cara yang Jelas: Hadits ini memberikan panduan teknis yang jelas, yaitu shalat sunnah dua rakaat yang kemudian diikuti oleh doa spesifik.
Keterkaitan dengan Prinsip Al-Qur'an
Meskipun tidak ada ayat yang secara eksplisit menyebutkan "shalat istiqoroh", spirit dan prinsip di baliknya sangat selaras dengan banyak ajaran Al-Qur'an. Di antaranya adalah perintah untuk bermusyawarah dan bertawakal.
Allah SWT berfirman dalam Surat Ali 'Imran ayat 159:
...وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
"...dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal."
Ayat ini, meskipun ditujukan kepada Rasulullah, mengandung prinsip umum bagi umatnya. Istiqoroh adalah bentuk tawakal tertinggi setelah akal dan musyawarah telah dijalankan. Ia adalah manifestasi dari keyakinan pada ayat lain, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216).
Tata Cara Shalat Istiqoroh yang Benar
Pelaksanaan shalat istiqoroh cukup sederhana dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Berikut adalah langkah-langkah detailnya dari awal hingga akhir.
1. Niat yang Ikhlas
Segala amal bergantung pada niatnya. Sebelum memulai, luruskan niat di dalam hati bahwa shalat ini dilakukan semata-mata untuk memohon petunjuk Allah, bukan karena tujuan lain. Niat cukup diucapkan dalam hati, namun jika ingin dilafalkan untuk memantapkan, bacaannya adalah:
"Ushalli sunnatal istikhaarati rak'ataini lillaahi ta'aalaa."
Artinya: "Aku berniat shalat sunnah istiqoroh dua rakaat karena Allah Ta'ala."
2. Berwudhu dengan Sempurna
Sebagaimana shalat lainnya, shalat istiqoroh wajib didahului dengan bersuci. Ambillah wudhu dengan tenang, tertib, dan menyempurnakan setiap rukunnya. Wudhu tidak hanya membersihkan fisik, tetapi juga mempersiapkan jiwa untuk menghadap Sang Pencipta.
3. Pelaksanaan Shalat Dua Rakaat
Shalat istiqoroh dilaksanakan sebanyak dua rakaat. Gerakan dan bacaannya sama seperti shalat sunnah pada umumnya.
- Rakaat Pertama: Setelah takbiratul ihram dan membaca doa iftitah, bacalah Surat Al-Fatihah. Setelah Al-Fatihah, dianjurkan (namun tidak wajib) untuk membaca Surat Al-Kafirun (QS. 109).
- Rakaat Kedua: Setelah berdiri dari sujud, bacalah kembali Surat Al-Fatihah. Setelahnya, dianjurkan untuk membaca Surat Al-Ikhlas (QS. 112).
- Rukun Lainnya: Lakukan ruku', i'tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan seterusnya seperti shalat biasa hingga salam di akhir rakaat kedua.
Pemilihan surat Al-Kafirun dan Al-Ikhlas oleh sebagian ulama dianggap relevan karena kedua surat ini mengandung pemurnian tauhid dan keikhlasan, yang menjadi inti dari penyerahan diri dalam istiqoroh.
4. Membaca Doa Istiqoroh
Inilah bagian terpenting dari prosesi istiqoroh. Setelah salam, angkatlah kedua tangan dengan penuh kerendahan hati dan bacalah doa yang diajarkan langsung oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ
اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ - (Sebutkan urusannya) - خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي، فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ
وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي، فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي بِهِArtinya:
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu, dan aku memohon kekuatan kepada-Mu dengan kemahakuasaan-Mu, dan aku memohon kepada-Mu dari karunia-Mu yang agung. Karena sesungguhnya Engkau Mahakuasa sedangkan aku tidak kuasa, Engkau Maha Mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui, dan Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib."
"Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini — (di sini sebutkan urusan yang sedang dihadapi, misalnya: 'pernikahanku dengan si Fulan', atau 'pekerjaan di perusahaan X ini') — adalah baik bagiku dalam agamaku, kehidupanku, dan akhir urusanku (atau: baik untukku di dunia dan akhirat), maka takdirkanlah ia untukku, mudahkanlah jalannya, kemudian berkahilah aku di dalamnya."
"Dan jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini adalah buruk bagiku dalam agamaku, kehidupanku, dan akhir urusanku (atau: buruk untukku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, dan palingkanlah aku darinya, dan takdirkanlah untukku kebaikan di mana pun ia berada, kemudian jadikanlah aku ridha dengannya."
Saat sampai pada bagian "(Sebutkan urusannya)", sebutkanlah secara spesifik masalah yang sedang Anda hadapi. Lakukan dengan penuh penghayatan, memahami setiap kata yang diucapkan. Doa ini adalah sebuah pengakuan total akan kebesaran Allah dan kelemahan diri.
Memahami Jawaban dan Petunjuk dari Istiqoroh
Setelah shalat dan doa selesai, lalu bagaimana cara kita mengetahui jawabannya? Ini adalah pertanyaan yang paling sering muncul. Jawaban istiqoroh tidak selalu datang dalam bentuk yang dramatis. Allah membimbing hamba-Nya dengan cara yang paling sesuai bagi hamba tersebut.
Mitos Jawaban Melalui Mimpi
Seperti yang telah disinggung, anggapan bahwa jawaban pasti datang lewat mimpi adalah mitos yang perlu diluruskan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa jawaban istiqoroh yang utama adalah kelapangan dada (kemantapan hati) untuk melakukan salah satu pilihan. Mimpi bisa saja terjadi, tetapi tidak bisa dijadikan patokan utama. Mimpi bisa datang dari Allah, dari diri sendiri (bunga tidur), atau bahkan dari setan untuk menyesatkan. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam menafsirkannya.
Tanda-Tanda Jawaban yang Sebenarnya
Berikut adalah beberapa bentuk petunjuk yang lebih umum dan dapat diandalkan sebagai jawaban dari istiqoroh:
- Kemantapan dan Ketenangan Hati (Insyirah as-Sadr): Ini adalah tanda yang paling sering dirasakan. Setelah istiqoroh, hati terasa lebih condong, mantap, dan tenang terhadap salah satu pilihan tanpa ada keraguan yang mengganggu. Rasa was-was yang sebelumnya ada perlahan sirna. Inilah yang disebut kelapangan dada.
- Dimudahkannya Jalan: Tanda yang sangat jelas adalah ketika salah satu jalan pilihan tiba-tiba menjadi sangat mudah. Urusan yang tadinya rumit menjadi lancar, orang-orang yang dibutuhkan datang membantu, dan pintu-pintu kemudahan seolah terbuka lebar. Ini adalah cara Allah menunjukkan bahwa jalan tersebut baik untuk kita.
- Munculnya Rintangan atau Dipalingkan: Sebaliknya, jika sebuah pilihan justru semakin sulit setelah istiqoroh, muncul berbagai rintangan yang tidak terduga, dan hati merasa semakin tidak tenang, ini bisa menjadi pertanda bahwa Allah sedang memalingkan kita dari pilihan tersebut karena di dalamnya terdapat keburukan yang tidak kita ketahui.
- Melalui Nasihat Orang Lain: Terkadang, petunjuk datang melalui lisan orang lain. Tiba-tiba kita mendengar nasihat yang sangat relevan dari seorang teman, ulama, atau anggota keluarga yang menguatkan salah satu pilihan. Ini bisa jadi cara Allah mengirimkan bimbingan-Nya.
Langkah Selanjutnya: Ikhtiar dan Tawakal
Setelah merasakan salah satu tanda di atas dan hati sudah mantap, langkah selanjutnya adalah mengambil keputusan, membulatkan tekad (`azam`), dan mulai melangkah. Lakukan pilihan tersebut dengan Bismillah dan iringi dengan ikhtiar (usaha) yang terbaik. Setelah itu, serahkan hasilnya kepada Allah (tawakal).
Apapun hasil yang terjadi setelahnya—baik itu terasa sukses atau bahkan gagal menurut kacamata dunia—yakinilah bahwa itulah yang terbaik menurut Allah. Kegagalan pun bisa jadi adalah sebuah kebaikan karena menghindarkan kita dari keburukan yang lebih besar. Inilah puncak dari istiqoroh: hati yang ridha dan lapang menerima apapun ketetapan Allah.
Kapan dan Untuk Apa Istiqoroh Dilakukan?
Memahami waktu dan konteks yang tepat untuk melakukan istiqoroh juga merupakan bagian penting dari ibadah ini.
Waktu Terbaik Pelaksanaan
Shalat istiqoroh dapat dilakukan kapan saja di luar waktu-waktu yang dilarang untuk shalat. Waktu yang dilarang adalah setelah shalat Subuh hingga matahari terbit, ketika matahari tepat di atas kepala (tengah hari), dan setelah shalat Ashar hingga matahari terbenam.
Namun, waktu yang paling mustajab (terkabulnya doa) adalah di sepertiga malam terakhir. Suasana yang hening dan khusyuk pada waktu ini sangat membantu kita untuk lebih fokus dan tulus dalam memohon kepada Allah.
Perkara yang Membutuhkan Istiqoroh
Istiqoroh dianjurkan untuk semua perkara mubah (yang diperbolehkan syariat) di mana kita dihadapkan pada pilihan dan keraguan. Contohnya sangat luas, seperti:
- Pernikahan: Memilih antara dua atau lebih calon pasangan, atau bahkan hanya memutuskan untuk maju atau mundur dengan satu calon.
- Pekerjaan: Menerima tawaran pekerjaan, memilih antara dua perusahaan, atau memutuskan untuk resign dan memulai usaha sendiri.
- Pendidikan: Memilih jurusan kuliah, universitas, atau memutuskan untuk melanjutkan studi S2.
- Bisnis dan Investasi: Memulai sebuah proyek bisnis, memilih mitra kerja, atau melakukan investasi dalam jumlah besar.
- Tempat Tinggal: Memutuskan untuk membeli rumah di lokasi A atau B, atau memilih untuk pindah ke kota lain.
Perkara yang Tidak Perlu Istiqoroh
Penting untuk diingat bahwa istiqoroh adalah untuk perkara yang halal dan meragukan. Istiqoroh tidak boleh dilakukan untuk:
- Perkara Wajib: Seseorang tidak perlu istiqoroh untuk memutuskan apakah akan shalat Dzuhur atau tidak. Itu adalah kewajiban.
- Perkara Haram: Seseorang tidak boleh istiqoroh untuk memilih antara mencuri atau merampok. Keduanya jelas dilarang.
- Perkara Sunnah yang Jelas: Tidak perlu istiqoroh untuk memutuskan apakah akan shalat Dhuha atau tidak, karena itu adalah amalan yang jelas kebaikannya.
Pertanyaan yang Sering Diajukan Seputar Istiqoroh
Bolehkah mengulang shalat istiqoroh?
Ya, boleh. Jika setelah melakukan istiqoroh pertama kali, hati masih ragu dan belum ada kemantapan, sangat dianjurkan untuk mengulanginya. Sebagian ulama menyarankan untuk melakukannya hingga tujuh kali jika diperlukan, karena yang dicari adalah ketenangan dan keyakinan hati.
Bolehkah hanya membaca doanya tanpa shalat?
Urutan yang paling afdhal (utama) adalah shalat dua rakaat kemudian berdoa. Namun, jika seseorang berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk shalat (misalnya sedang dalam perjalanan atau seorang wanita yang sedang haid), para ulama memperbolehkan untuk membaca doa istiqoroh saja.
Bagaimana jika pilihannya lebih dari dua?
Doa istiqoroh bersifat umum. Anda bisa menyebutkan "urusan ini" secara umum, dengan niat di hati mencakup semua pilihan yang ada, lalu memohon kepada Allah untuk menunjukkan mana yang terbaik. Atau, Anda bisa melakukan shalat istiqoroh terpisah untuk setiap pilihan untuk melihat mana yang hatinya lebih condong dan jalannya lebih dimudahkan.
Bolehkah orang lain melakukan istiqoroh untuk kita?
Pada dasarnya, istiqoroh adalah ibadah personal. Hubungan dan permohonan langsung antara hamba dengan Tuhannya. Rasulullah mengajarkannya kepada setiap individu ("Jika salah seorang di antara kalian..."). Oleh karena itu, yang paling utama adalah melakukannya sendiri. Meminta orang lain (misalnya orang tua atau ulama) untuk mendoakan kita agar diberi petunjuk adalah hal yang baik, tetapi itu berbeda dengan "mewakilkan" shalat istiqoroh itu sendiri.
Kesimpulan: Istiqoroh Adalah Seni Berserah Diri
Pada akhirnya, istiqoroh adalah lebih dari sekadar shalat dan doa. Ia adalah sebuah manifestasi iman, sebuah pengakuan tulus dari seorang hamba akan ke-Maha Kuasaan dan ke-Maha Bijaksanaan Tuhannya. Istiqoroh mengajarkan kita untuk melepaskan ego dan kesombongan intelektual, serta menggantungkan harapan hanya kepada Allah.
Dengan istiqoroh, seorang mukmin akan selalu merasa tenang dalam setiap keputusan yang diambilnya. Apapun hasilnya, ia yakin bahwa itu adalah pilihan terbaik dari Allah SWT. Ia tidak akan larut dalam penyesalan "andai saja dulu aku memilih yang lain", karena ia tahu bahwa pilihannya telah melalui proses konsultasi dengan Dzat yang tak pernah salah. Inilah ketenangan sejati yang ditawarkan Islam dalam menghadapi kompleksitas kehidupan. Maka, ketika persimpangan jalan kembali menghadang, janganlah ragu untuk menggelar sajadah, mengangkat tangan, dan berbisik dalam doa: "Ya Allah, aku memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmu-Mu..."