Dalam transaksi properti di Indonesia, proses peralihan hak atas tanah dan bangunan merupakan hal yang sangat krusial dan diatur secara ketat oleh hukum. Salah satu elemen terpenting yang menjamin legalitas dan kepastian hukum dalam jual beli properti adalah pembuatan Akta Jual Beli (AJB) yang otentik, yang harus dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang merangkap Notaris atau Notaris yang berwenang. Kekuatan hukum dari akta ini tidak bisa dipandang sebelah mata karena menjadi dasar utama pengakuan sahnya transaksi tersebut di mata hukum.
Notaris memegang peranan kunci sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Akta yang dibuat oleh Notaris memiliki kedudukan hukum yang istimewa dibandingkan dengan akta di bawah tangan. Menurut hukum Indonesia, akta otentik memiliki kekuatan pembuktian sempurna (volledig bewijs) dan mengikat para pihak serta ahli waris mereka. Hal ini berarti, isi dari AJB yang telah disahkan oleh Notaris dianggap benar dan sah tanpa perlu pembuktian lebih lanjut, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Kekuatan hukum ini bersumber dari prosedur pembuatan akta yang ketat. Notaris wajib memastikan bahwa para pihak yang bertransaksi adalah pihak yang sah, memiliki kapasitas hukum untuk melakukan perbuatan hukum tersebut, serta memastikan bahwa kesepakatan yang dicapai tidak bertentangan dengan undang-undang. Proses verifikasi identitas, pemeriksaan sertifikat tanah, dan penjelasan mengenai isi serta konsekuensi hukum dari AJB adalah bagian integral yang memperkuat validitas akta.
Kekuatan hukum akta jual beli notaris paling terasa pada aspek pembuktian. Jika terjadi sengketa di kemudian hari terkait kepemilikan atau keabsahan jual beli tersebut, AJB notaris berfungsi sebagai alat bukti utama yang paling kuat di pengadilan. Akta ini membuktikan:
Berbeda dengan perjanjian jual beli di bawah tangan yang kekuatannya masih dapat digugat dengan mudah, AJB notaris memberikan kepastian bahwa transaksi telah memenuhi semua persyaratan formal dan material yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan mengenai peralihan hak atas tanah.
Salah satu tujuan utama mewajibkan AJB dibuat di hadapan Notaris adalah untuk memberikan perlindungan maksimal kepada kedua belah pihak, baik penjual maupun pembeli. Notaris bertindak sebagai pihak ketiga yang netral dan independen. Mereka bertanggung jawab untuk memberikan edukasi hukum kepada para pihak agar tidak ada yang dirugikan akibat ketidaktahuan hukum atau paksaan.
Dengan adanya AJB otentik, risiko gugatan dari pihak ketiga yang mengaku memiliki hak atas properti tersebut menjadi lebih kecil, karena Notaris telah melakukan pemeriksaan awal atas status legalitas objek sengketa. Kepastian hukum ini sangat vital karena properti merupakan aset bernilai tinggi, dan sengketa properti dapat memakan waktu serta biaya yang besar. AJB yang sah memudahkan proses balik nama di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan menjadi dasar kokoh bagi pemegang hak baru untuk mempertahankan kepemilikannya di masa depan.
Kekuatan hukum AJB juga diperkuat oleh pemenuhan kewajiban formal lainnya yang dipastikan oleh Notaris, seperti pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) Penjual. Meskipun pembayaran pajak dilakukan terpisah, Notaris berperan mengawasi dan memastikan dokumen-dokumen tersebut tersedia sebelum akta ditandatangani dan didaftarkan. Ketiadaan AJB notaris atau pembuatan akta di bawah tangan untuk transaksi properti pada dasarnya membuat peralihan hak tersebut tidak sah secara formal dan tidak akan diakui oleh instansi pertanahan untuk proses balik nama sertifikat. Oleh karena itu, memilih Notaris yang profesional dan terpercaya adalah langkah fundamental untuk mengamankan investasi properti Anda.