Ilustrasi Aksara Lontara sebagai simbol kekayaan bahasa daerah.
Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan keberagaman budaya, termasuk bahasa daerahnya. Di antara ratusan bahasa daerah yang ada, beberapa memiliki aksara unik yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah dan peradaban. Salah satu aksara yang patut mendapat perhatian lebih adalah Aksara Lontara. Aksara ini bukan sekadar sistem penulisan, melainkan sebuah jendela untuk memahami kearifan lokal, cerita rakyat, dan sistem hukum masyarakat Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan.
Aksara Lontara, yang secara harfiah berarti "huruf lontar", merujuk pada cara penulisan tradisional yang digunakan untuk merekam berbagai jenis naskah, mulai dari sejarah, sastra, hukum adat, hingga ramalan. Konon, aksara ini berasal dari India, kemudian mengalami evolusi dan adaptasi sesuai dengan latar budaya dan bahasa setempat. Bentuknya yang khas, dengan garis-garis melengkung dan cenderung vertikal, memberikan kesan dinamis dan artistik.
Keberadaan aksara seperti Lontara memiliki peran vital dalam pelestarian bahasa daerah. Bahasa daerah, yang seringkali diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi, rentan terhadap kepunahan seiring dengan perubahan zaman dan pergeseran budaya. Aksara Lontara menjadi media penting untuk mendokumentasikan dan menyebarkan pengetahuan yang terkandung dalam bahasa Bugis dan Makassar. Tanpa aksara ini, banyak kekayaan intelektual dan sastra Bugis-Makassar yang mungkin akan hilang ditelan waktu.
Lebih dari sekadar alat tulis, Lontara adalah identitas. Ia merefleksikan cara pandang dunia, nilai-nilai moral, dan sistem sosial masyarakat yang menggunakannya. Mempelajari Lontara berarti menggali lebih dalam akar budaya, memahami konteks sejarah, dan menghargai warisan leluhur. Ia mengajarkan tentang pentingnya kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab, nilai-nilai yang masih relevan hingga kini.
Sayangnya, seperti banyak bahasa dan aksara daerah lainnya di Indonesia, Aksara Lontara kini menghadapi ancaman kepunahan. Pengaruh bahasa global dan dominasi bahasa nasional dalam pendidikan dan media massa membuat generasi muda kurang tertarik untuk mempelajari dan menggunakan aksara leluhur mereka. Banyak naskah Lontara yang tersimpan di museum atau koleksi pribadi kini tidak dapat dibaca oleh generasi penerus karena minimnya peminat dan tenaga ahli yang menguasai.
Kondisi ini tentu saja memprihatinkan. Hilangnya Aksara Lontara berarti hilangnya sebagian dari khazanah budaya Indonesia. Oleh karena itu, berbagai upaya pelestarian perlu digalakkan. Pemerintah daerah, lembaga budaya, akademisi, dan masyarakat perlu bersinergi untuk menjaga keberadaan aksara ini. Program edukasi di sekolah, workshop, pelatihan bagi guru, serta publikasi naskah Lontara dalam format yang mudah diakses dapat menjadi langkah awal yang efektif.
Selain itu, pemanfaatan teknologi digital juga dapat menjadi solusi inovatif. Pengembangan aplikasi pembelajaran Lontara, digitalisasi naskah-naskah kuno, dan pembuatan kamus digital berbasis Lontara dapat membantu menjangkau audiens yang lebih luas, terutama generasi muda yang akrab dengan teknologi. Kerjasama dengan komunitas budaya dan seniman lokal juga dapat menciptakan karya-karya kontemporer yang terinspirasi dari Lontara, sehingga membuatnya lebih relevan dan menarik bagi kalangan muda.
Menyikapi tantangan zaman, penting untuk melihat Aksara Lontara bukan hanya sebagai artefak sejarah, tetapi sebagai warisan hidup yang memiliki relevansi. Ia adalah pengingat akan identitas diri, kekayaan intelektual, dan cara pandang unik masyarakat Bugis-Makassar. Upaya pelestarian Lontara adalah investasi berharga untuk menjaga keberagaman budaya Indonesia, memastikan bahwa suara dan kearifan masa lalu tetap terdengar dan memberikan inspirasi bagi masa depan.
Mari bersama-sama kita angkat kembali Aksara Lontara dari kelupaan. Dengan memahami dan menghargai bahasa daerah beserta aksaranya, kita turut berkontribusi dalam menjaga keutuhan dan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Ini bukan hanya tanggung jawab segelintir orang, tetapi tugas kita bersama sebagai pewaris peradaban.