Ontologi, dalam konteks filsafat ilmu, merupakan salah satu cabang epistemologi yang paling mendasar. Ia berfokus pada hakikat keberadaan, esensi, dan realitas dari objek yang sedang dipelajari atau dipahami oleh ilmu pengetahuan. Ketika kita berbicara tentang ilmu, kita tidak hanya membahas prosedur atau metode, tetapi juga tentang apa yang sebenarnya ada di alam semesta yang ingin kita ketahui. Ontologi filsafat ilmu adalah fondasi yang menentukan asumsi-asumsi dasar mengenai sifat realitas yang diyakini oleh suatu disiplin ilmu.
Ilustrasi: Fondasi dan percabangan realitas dalam ilmu.
Peran Ontologi dalam Ilmu
Setiap bidang ilmu pengetahuan beroperasi berdasarkan asumsi ontologis tertentu mengenai apa yang dianggap nyata dan layak untuk dikaji. Misalnya, fisika klasik mengasumsikan realitas bersifat deterministik dan objektif—yaitu, ada dunia nyata yang eksis terlepas dari pengamat. Sebaliknya, dalam ilmu sosial atau studi kualitatif, ontologi seringkali lebih kompleks, mengakui bahwa realitas dapat bersifat konstruksi sosial atau beragam tergantung pada perspektif individu.
Perbedaan ontologis ini sangat krusial karena ia memengaruhi cara ilmuwan merumuskan pertanyaan penelitian, memilih metodologi, dan menafsirkan temuan. Jika ontologi ilmu menetapkan bahwa hanya entitas yang dapat diamati secara fisik yang nyata (realisme ontologis), maka penelitian akan cenderung bersifat positivistik dan kuantitatif. Sebaliknya, jika diyakini bahwa realitas adalah hasil interpretasi, maka penelitian akan mengarah pada pendekatan interpretif atau konstruktivis.
Relevansi dengan Epistemologi dan Metodologi
Ontologi tidak berdiri sendiri; ia memiliki hubungan simbiosis yang erat dengan epistemologi (teori pengetahuan—bagaimana kita tahu apa yang kita tahu) dan metodologi (cara kita memperoleh pengetahuan). Ontologi menjawab pertanyaan "Apa itu X?" sementara epistemologi menjawab "Bagaimana saya bisa mengetahui X?". Metodologi adalah langkah praktis untuk menjawab pertanyaan epistemologis tersebut. Jika kita mengasumsikan bahwa pengetahuan adalah cerminan langsung dari realitas yang objektif (ontologi realis), maka metode terbaik adalah pengukuran yang netral dan objektif (metodologi kuantitatif).
Namun, dalam ilmu modern, batas-batas ini seringkali kabur. Misalnya, dalam fisika kuantum, pengamatan subjek (epistemologi) secara intrinsik memengaruhi objek yang diamati (ontologi), memaksa para ilmuwan dan filsuf untuk terus merefleksikan kembali asumsi dasar mereka tentang apa yang sesungguhnya ada.
Materialisme vs. Idealisme dalam Sains
Dua posisi ontologis utama yang sering diperdebatkan adalah materialisme dan idealisme. Materialisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada pada dasarnya bersifat fisik atau materi. Dalam konteks ilmu alam, ini dominan; otak adalah materi, dan kesadaran adalah produk sampingan dari proses material. Sebaliknya, idealisme cenderung menekankan bahwa realitas pada dasarnya bersifat mental, spiritual, atau kesadaran. Meskipun idealisme jarang diadopsi secara eksplisit dalam ilmu alam mainstream, pengaruhnya terlihat dalam ilmu-ilmu kemanusiaan yang berfokus pada makna, nilai, dan pengalaman subjektif sebagai realitas primer.
Kesimpulan
Memahami ontologi filsafat ilmu adalah langkah penting bagi setiap peneliti atau akademisi. Ia memaksa kita untuk jujur mengenai asumsi tersembunyi yang mendasari pekerjaan kita. Tanpa refleksi ontologis, kita berisiko menerapkan metodologi yang tidak sesuai dengan hakikat objek yang kita teliti. Ontologi adalah peta dasar yang menentukan wilayah mana dalam peta realitas yang kita jelajahi dan alat apa yang kita bawa untuk menjelajahinya. Ini adalah pondasi tak terlihat yang menopang seluruh bangunan pengetahuan ilmiah.