Indonesia, sebuah kepulauan yang kaya akan keberagaman budaya, menyimpan harta karun musik tradisional yang memukau. Di antara berbagai alat musik etnik yang menghiasi lanskap musik nusantara, rebab dan tarawangsa menonjol sebagai instrumen yang tidak hanya indah dalam suara, tetapi juga sarat makna sejarah dan spiritual. Keduanya mewakili kekayaan tradisi lisan yang terus hidup dan bertransformasi, menjadi saksi bisu perjalanan peradaban dan kearifan lokal.
Rebab adalah alat musik gesek yang umum ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, seperti Jawa Barat (Sunda), Jawa Timur, Kalimantan, dan Sumatera. Bentuknya bervariasi, namun ciri khas utamanya adalah memiliki badan yang menyerupai cangkang kura-kura atau labu, serta leher yang panjang dengan beberapa pasang senar. Jumlah senar pada rebab umumnya dua, tiga, atau empat, tergantung pada tradisi daerah setempat. Senar rebab biasanya terbuat dari bahan sutra, nilon, atau usus hewan, yang dipetik menggunakan alat gesek (bow) yang juga khas.
Suara yang dihasilkan oleh rebab sangat khas, sering digambarkan sebagai melankolis, syahdu, dan mampu membangkitkan emosi yang mendalam. Di Jawa Barat, rebab menjadi instrumen sentral dalam orkestra tradisional Sunda (Gamelan Sunda) dan sering dimainkan solo atau mengiringi penyanyian lagu-lagu rakyat. Keunikan rebab terletak pada kemampuannya untuk menghasilkan nuansa yang sangat ekspresif, mirip dengan suara tangisan atau rintihan manusia. Hal ini menjadikannya alat musik yang sering digunakan untuk menyampaikan cerita, kisah-kisah spiritual, atau renungan.
Peran rebab dalam masyarakat tradisional sangat signifikan. Ia tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media ritual, upacara adat, dan bahkan penyembuhan. Di beberapa daerah, alunan rebab dipercaya memiliki kekuatan magis untuk mengusir roh jahat atau menenangkan jiwa yang resah. Fleksibilitasnya dalam beradaptasi dengan berbagai genre musik, mulai dari yang sakral hingga yang riang, menunjukkan betapa serbagunanya instrumen ini dalam khazanah musik Indonesia.
Jika rebab adalah alat musik gesek yang luas penyebarannya, maka tarawangsa memiliki kekhasan tersendiri, terutama terkait dengan asal-usul dan fungsinya. Tarawangsa merujuk pada sebuah alat musik tradisional khas Sunda, Jawa Barat, yang merupakan instrumen gesek dengan dua senar. Bentuknya lebih sederhana dibandingkan rebab pada umumnya, dengan badan yang lebih memanjang dan leher yang relatif pendek. Cara memainkannya pun mirip dengan rebab, digesek dengan busur.
Namun, keunikan tarawangsa tidak hanya terletak pada bentuk fisiknya, melainkan pada konteks penggunaannya. Tarawangsa sangat erat kaitannya dengan ritual-ritual keagamaan, khususnya dalam tradisi Kejawen atau kepercayaan Sunda Wiwitan. Ia sering dimainkan dalam upacara nadran (sedekah laut), upacara kesuburan tanah, atau sebagai pengiring ritual-ritual penyembuhan. Suara tarawangsa yang cenderung lebih tenang dan berulang-ulang, menciptakan suasana meditatif dan sakral.
Dalam pertunjukan tarawangsa, instrumen ini sering dimainkan bersamaan dengan lagu-lagu yang bersifat spiritual atau berisi pujian kepada Sang Pencipta. Ritme yang dihasilkan cenderung lambat dan konsisten, memberikan ruang bagi para pendengar untuk merenung dan terhubung dengan alam spiritual. Di beberapa desa adat di Jawa Barat, seperti di daerah Cigugur, Kuningan, tarawangsa masih dipertahankan sebagai bagian tak terpisahkan dari warisan budaya dan kepercayaan leluhur.
Meskipun keduanya merupakan alat musik gesek tradisional yang populer di Indonesia, rebab dan tarawangsa memiliki perbedaan mendasar dalam hal bentuk, jumlah senar, dan terutama konteks fungsinya. Rebab, dengan berbagai variasinya, lebih umum digunakan dalam berbagai pertunjukan musik, baik yang bersifat hiburan maupun ritual yang lebih luas. Sementara itu, tarawangsa lebih spesifik penggunaannya, erat kaitannya dengan ritual keagamaan dan kepercayaan tradisional.
Namun, kesamaan keduanya terletak pada peran mereka sebagai penjaga tradisi lisan. Keduanya mengajarkan tentang nilai-nilai luhur, kearifan lokal, dan hubungan manusia dengan alam serta dimensi spiritual. Melalui alunan melodi yang dihasilkan, baik rebab maupun tarawangsa mampu mentransmisikan pesan-pesan yang terkadang sulit diungkapkan melalui kata-kata.
Di era modern yang serba digital ini, pelestarian alat musik tradisional seperti rebab dan tarawangsa menjadi sebuah tantangan sekaligus keniscayaan. Generasi muda perlu diperkenalkan dan diajak untuk mencintai warisan budaya ini agar tidak punah ditelan zaman. Berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari workshop, pentas seni budaya, hingga integrasi instrumen ini dalam musik kontemporer. Dengan demikian, rebab dan tarawangsa tidak hanya menjadi artefak masa lalu, tetapi terus hidup dan relevan sebagai bagian dari identitas bangsa Indonesia yang kaya dan beragam.